Search

FCTC Rugikan Petani

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi bersikukuh untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan akan memberlakukannya pada 2014. Bahkan Kementerian Kesehatan telah memasukan draf akademik secara diam-diam ke DPR untuk ratifikasi FTCC.

Padahal sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) dalam Investor Daily menyatakan ratifikasi FCTC tidak perlu dilakukan. Menurut dia lebih baik pemerintah menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan sebagai undang-undang. Pernyataannya ini secara tidak langsung membenakan langkah Komisi Nasional Penyelamat Kretek yang mengajukan rancangan UU Pertembakauan pada DPR.

Namun kini langkah Mentri Kesehatan justru berubah. Ia seperti menelan ludahnya sendiri. Kini ia bersikukuh untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control. Kontan upaya itu mendapatkan penolakan keras dari banyak kalangan, termasuk petani dan pekerja di industri tembakau.

Penolakan ini sangat wajar karena jika ratifikasi FTCC juga menyangkut dengan pengalihan tanaman dari tanaman tembakau ke tanaman lain, kemudian diaksesi pemerintah, maka para petani tembakau yang akan dirugikan. Tanah yang sekarang di sentra-sentra tembakau itu karunia Tuhan, diberi keunggulan untuk tanaman tembakau. Jika Menkes memaksakan diganti dengan tanaman lain, kualitasnya tidak akan sama bagusnya dengan tembakau.

Baca Juga:  Potensi Tembakau Gayo Menembus Pasar Internasional

Hal lain yang jelas merugikan masyarakat pemangku hak tembakau adalah, bahwa FCTC akan diciptakan suatu standarisasi produk tembakau dengan yang ada di luar negeri. Padahal, produk tembakau di Indonesia memiliki ciri khas sendiri yang tidak bisa begitu saja disamakan. Jika ada standarisasi, sementara perlindungan pemerintah tak ada, maka produk tembakau lokal makin tersisih. Jika produk yang dihasilkan harus sama dengan di luar negeri, berarti tembakau-tembakau lokal tidak bisa jadi bahan baku rokok dan produk turunan lain.

Seharusnya, ketimbang pemerintah memaksakan ratifikasi, mestinya membuat aturan rokok yang benar-benar disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. FCTC bisa saja sesuai dengan kondisi di luar negeri belum tentu akan cocok di Indonesia. Bahkan Amerikat sendiri sampai sekarang belum meratifikasi FTCC karena mereka sadar harus melindungi industri rokoknya. Pun demikian dengan Jerman dan Swiss yang mempunyai industry tembakau.

Jika Menteri membandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang sudah meratifikasi, juga tidak tepat karena kedua negara tidak punya basis industri tembakau yang besar seperti Indonesia. China memang meratifikasi, namun memberikan beberapa pengecualian dan tidak mengadopsi penuh. Produk China jika keluar dia mengikuti regulasi FTCC, tapi di dalam negeri, mereka atur sendiri. Ini karena mereka punya kekuatan, sementara pemerintah daya tawarnya lemah.

Baca Juga:  Cukai Rokok dan Akal Bulus Tulus Abadi di Tengah Krisis

Rencana Menteri Kesehatan (Menkes) meratifikasi FCTC dan akan memberlakukannya pada 2014 nanti bakal membuat produk tembakau lokal tersisih.

Rifqi Muhammad