Press ESC to close

Pesepakbola dan Rokok

Jack Wilshere sedang berada dalam masa yang sulit pekan ini. Dia tertangkap kamera sedang menghisap sebatang rokok di luar sebuah kelab malam. Ini bukan kali pertama gelandang milik Arsenal ini tertangkap kamera sedang merokok. Setahun yang lalu dia juga kedapatan melakukan hal yang sama dan kala itu berjanji kepada Arsene Wenger tidak akan mengulanginya. Entah apa alasan dia ke Wenger kali ini.

Melalui akun twitternya Wilshere membantah kalau dia seorang perokok. Tidak lupa dia juga menyelipkan foto super star Zinedine Zidane yang kedapatan merokok di balkon hotel menjelang partai semi final Piala Dunia 2006 antara Perancis vs Portugal. Zidane memang mengakui kalau dirinya merokok karena tekanan pertandingan yang begitu berat. Masalahnya, Zidane adalah duta kampanye anti rokok tahun 2002. Sesuatu yang sangat berseberangan dengan kelakuannya kala itu.

Zidane dan Wilshere hanya dua dari sekian banyak pemain sepak bola yang diketahui punya hubungan dengan rokok. Bek Chelsea Ashley Cole juga pernah tertangkap kamera sedang merokok, begitu juga penyerang Inggris yang bermain di Manchester United, Wayne Rooney. Kala itu Rooney mendapatkan peringatan keras dari pelatih MU Alex Ferguson.

Dietmar Hamann, mantan punggawa Jerman yang pernah bermain di Liverpool dalam sebuah artikel yang ditulisnya di situs 5times.com bilang kalau sebenarnya kebiasaan merokok bagi para olahragawan adalah hal yang biasa di Jerman dan Italia, tapi memang agak sulit diterima di Inggris yang lebih konservatif. Hamann sendiri mengakui di buku biografinya bagaimana dia mencari sebatang rokok segera setelah Liverpool memenangkan final Champions League di tahun 2005.

Namun meski di Italia pesepakbola yang kedapatan merokok tidak terlalu jadi pemberitaan seperti di Inggris tetap saja lingkungan agak jengah dan risih melihatnya. Kabarnya ini jadi alasan kenapa bintang Brasil tahun 1980an, Socrates hanya betah bertahan di Fiorentina selama 1 tahun. Socrates tidak nyaman berada di lingkungan yang memandang risih pada pesepakbola perokok, tidak seperti di kampung halamannya di Brasil.

Hubungan Erat Sejak Dulu

Rokok dan sepak bola sejatinya adalah dua hal yang berseberangan. Yang satu dianggap merusak kesehatan sementara yang satunya lagi dianggap usaha untuk membuat sehat. Tapi yang tidak banyak diketahui orang, hubungan antara rokok dan sepak bola sesungguhnya sudah terjalin sejak lama.

Tahun 1890 beberapa perusahaan rokok di Inggris sudah mulai memproduksi rokok dengan kartu bergambar pemain sepak bola waktu sebagai selingan waktu itu. Tahun 1930, bintang Everton Dixie Dean sudah jadi bintang iklan untuk produk rokok bernama Carreras Club. Selang dua puluh tahun kemudian salah satu bintang sepak bola Inggris Stanley Matthews jadi bintang iklan produk rokok Craven A meski dia bukan perokok.

Baca Juga:  Bermain dan Belajar Seputar Kretek di Museum House of Sampoerna

Kecenderungan memanfaatkan pesepakbola menjadi bintang iklan produk rokok bisa dipahami sebagai usaha untuk menyasar target pasar tertentu. Pesepakbola yang macho dan laki-laki dianggap gambaran yang pas untuk menyasar target perokok yang ingin mengasosiasikan diri mereka dengan sang idola termasuk jenis rokoknya. Jangan lupa, regulasi tentang rokok dan kampanye bahaya merokok kala itu juga belum seperti sekarang.

Johan Cruyff bintang sepak bola Belanda tahun 1970an juga dikenal sebagai perokok yang aktif. Konon dalam sehari Cruyff bisa menghabiskan 20 batang rokok. Kecanduannya pada rokok terus terbawa sampai masa dia berhenti sebagai pemain dan memulai karir sebagai pelatih. Saking kecanduannya, Cruyff sering terlihat merokok dengan santainya di bangku cadangan ketika mendampingi timnya berlaga.

Cruyff baru berhenti total sebagai perokok setelah dia harus menjalani dua kali operasiby pass jantung di tahun 1991. Selepas itu dia mengganti rokok dengan berbatang-batang permen lolly pop.

“Sepak bola memberi semua yang saya punya, tapi rokok hampir mengambil semuanya.” Kata Cruyff waktu itu.

Bintang lain yang juga terkenal sangat doyan merokok adalah Robert Prosinecki. Andalah Yugoslavia yang mengantar Red Star Belgrade jadi juara Champion Eropa tahun 1991 ini kabarnya bisa menghabiskan 40 batang rokok sehari. Sebuah jumlah yang luar biasa bahkan untuk seorang yang bukan pesepakbola sekalipun.

Beda Pelatih Beda Sikap.

Kalau masyarakat umum saja agak sulit menerima kondisi seorang pesepakbola yang juga perokok, bagaimana dengan para pelatih?

Beberapa pelatih memang dikenal punya tingkat kedisiplinan yang tinggi, termasuk Arsene Wenger yang berjanji menegur Jack Wilshere. Si Special One dari Portugal, Jose Mourinho yang sekarang menangani Chelsea juga sama. Semasa jadi pelatih Real Madrid, Mourinho pernah mencadangkan Fabio Contreao karena kedapatan merokok.

Bagaimana dengan Sir Alex Ferguson? Pelatih legendaris Manchester United ini ternyata punya standar ganda. Dia pernah menegur keras Wayne Rooney yang kedapatan merokok tapi mendiamkan saja Fabian Barthez yang juga dikenal sebagai perokok.

“Saya tahu Barthez adalah perokok, bahkan sebelum saya merekrutnya untuk bermain di Old Trafford. Kalau dia kira saya tidak tahu maka dia salah. Tapi buat saya itu tidak masalah, setidaknya itu lebih baik daripada dia seorang alkoholik.” Kata Sir Alex waktu itu.

Daniel Pasarella yang jadi pelatih Argentina di Perancis 1998 mungkin sosok yang unik. Pasarella semasa jadi pemain hingga jadi pelatih adalah seorang perokok berat, tapi untuk anak buahnya dia menerapkan disiplin tinggi. Pasarella diketahui sering melakukan inspeksi mendadak di ruang ganti pemain termasuk membaui sisa asap rokok. Dunia juga tahu bagaimana ketatnya dia menerapkan aturan pemain tim nasional Argentina kala itu tidak boleh berambut gondrong dan memakai anting-anting.

Baca Juga:  Menghargai Rokok dalam Dunia Pergerakan

Pelatih lain yang terkenal tegas dalam aturan larangan merokok adalah Roberto Manchini. Kala Mario Balotelli masih berseragam Manchester City, Mancini sering kali menegur anak buahnya itu karena hobi merokoknya meski Balotelli mengaku hanya merokok lima atau enam batang sehari. Konon ketika pindah ke AC Milan, Adriano Galliani sang wakil presiden AC Milan sampai diminta untuk menjewer Balotelli kalau dia kedapatan merokok lagi.

Meski perlakuan dari pelatih berbeda-beda tentang kebiasaan merokok para pemain tapi FIFA lebih tegas lagi. Sejak Juli 2007 FIFA menerapkan aturan tidak boleh ada rokok dalam stadion yang sesuai standar FIFA.

“Pemain sepak bola adalah role model, idola bagi anak-anak. Apapun yang mereka lakukan akan selalu ditiru oleh para fans, utamanya anak-anak. Merokok tentu bukan sesuatu yang kita ingin untuk ditiru oleh mereka.” Kata FIFA.

Hubungan antara rokok dan sepak bola memang unik. Meski FIFA sendiri sudah tegas menarik batas antara sepak bola dan rokok tapi tidak semudah itu untuk memisahkan dua hal ini. Di Indonesia sendiri rokok jadi salah satu elemen penting dalam sepak bola. Hampir setiap tahun warga Indonesia bisa menyaksikan siaran langsung sepak bola kelas dunia karena bantuan dana sponsor dari perusahaan rokok. Bahkan di periode 1990an yang lalu perusahaan rokok jadi donatur utama untuk liga Indonesia. Jadilah merek seperti Kansas dan Dunhill menjadi nama liga sepak bola profesional di Indonesia. Kerjasama ini diulangi lagi di tahun 2005 ketika Djarum jadi sponsor utama liga Indonesia.

Rokok dan sepak bola memang seperti dua kutub yang saling berseberangan, tapi tanpa diketahui kedua kutub itu seperti punya cara untuk membangun hubungan. Baik secara terang-terangan maupun tidak.

Komunitas Kretek
Latest posts by Komunitas Kretek (see all)

Komunitas Kretek

Komunitas Asyik yang Merayakan Kretek Sebagai Budaya Nusantara