Search

Menaikkan Cukai Bukan Solusi Permasalahan Tembakau di Indonesia

Tahun 2016 baru berjalan, tarif cukai rokok baru saja naik. Namun hal ini tidak menghentikan niatan suci kelompok yang mendaku diri sebagai pengendali tembakau untuk kembali menuntut kenaikan tarif cukai. Akhir Januari lalu, kelompok ini menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk membahas beberapa hal, salah satunya adalah menaikkan harga cukai.

Mereka meminta pemerintah untuk kembali menaikkan harga cukai agar jumlah perokok di Indonesia semakin berkurang. Kenaikan cukai, kata mereka, akan berbanding lurus dengan berkurangnya jumlah perokok dan akan membuat Indonesia sehat sentosa. Oke, yang bagian terakhir saya yang nambahin.

Dalam hal ini, gerombolan pengendali tembakau sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan Indonesia akan industri tembakau. Mereka melulu bicara soal kesehatan dan dampak sosial dari rokok, namun tidak melakukan apa-apa ketika membicarakan soal, asap kendaraan bermotor dan dampak sosialnya, misal. Padahal ya dampak sosial dari melimpahnya kendaran bermotor berdampak besar bagi kesehatan masyarakat.

Terkait tembakau sendiri, memang benar kalau mengkonsumsi rokok menjadi salah satu faktor resiko dari berbagai penyakit. Tapi ingat, faktor resiko. Bukan penyebab tunggal. Biar bagaimanapun penyakit jantung dan kanker bisa terjadi pada orang yang tidak merokok, dan yang merokok pun banyak yang tidak terkena penyakit tersebut. Ini baru perkara kesehatanm belum yang lain.

Baca Juga:  Ketika Susi Pudjiastuti Menang dari Sandiaga Uno

Dalam aspek ekonomi, industri tembakau dan rokok jelas memiliki peran besar pada negara. Pendapatan cukai dari industri tembakau mencapai angka 139 Triliun pada tahun 2015. Angka ini tentunya belum termasuk pajak-pajak lainnya yang diberikan industri terhadap pemerintah. Belum lagi industri ini turut menghidupi puluhan juta masyarakat Indonesia. Lantas, apalagi nikmat tembakau yang kau dustakan?

Selain itu, tembakau dan kretek sendiri sudah menjadi bagian dari hidup banyak masyarakat kita. Hal ini, kemudian mempengaruhi kultur dan budaya yang dijalani oleh masyarakat di beberapa daerah yang tidak bisa dilepaskan dari kretek. Misalkan memberikan kretek sebagai undangan pernikahan atau menyediakan kretek di gelas dalam berbagai acara syukuran.

Hal-hal macam inilah yang tidak mau dilihat oleh kelompok pengendali tembakau di Indonesia. Mereka selalu membawa aturan dan kepentingan global untuk mengendalikan tembakau Indonesia. Padahal banyak negara yang menolak tembakau itu karena mereka tidak memiliki keuntungan dan kepentingan ekonomi sebab tidak memiliki industri dan pertanian tembakau.

Sedangkan di Indonesia, sudah jelas kepentingann negara dan masyarakat terhadap tembakau sangat tinggi, mengingat berbagai alasan yang sudah dijabarkan di atas. Keuntungan ekonomi karena menjadi salah satu penghasil tembakau terbaik di dunia dan memiliki industri yang menghasilkan produk olahan tembakau terbaik, yakni kretek tentunya tidak bisa dinafikan begitu saja oleh orang-orang yang tidak menyukai tembakau.

Baca Juga:  Hukum Merokok di Bulan Puasa

Untuk mengakomodasi kepentingan mereka yang mengatasnamakan kesehatan, tidak ada jalan lain, RUU Pertembakauan harus segera disahkan agar pengaturan tata niaga dan aspek lainnya seperti kesehatan bisa memberikan hak bagi semua pihak agar mendapatkan haknya. Jadi bukan melulu menaikkan cukai dan mematikan industri, tapi menciptakan peraturan yang mengakomodir semua pihak.

Aditia Purnomo