Press ESC to close

Bijak Dalam Menaikkan Cukai Rokok

Sebagai salah satu industri strategis di bawah Kementerian Perindustrian, industri hasil tembakau menjadi salah satu penyumbang pemasukan terbesar bagi negara. Penerimaan terbesar dari industri ini tentu saja dari penghasilan cukai tembakau. Setelahnya, ya masih ada pajak rokok dan penerimaan pajak pertambahan nilai.

Dari penerimaan cukai tembakau saja Negara ini menerima lebih dari Rp 139 triliun. Itu baru dari penerimaan cukai saja, belum yang lain. Baru dari cukai saja sudah memberi kurang lebih 10% target penerimaan negara. Bahkan penerimaan ini lebih besar dari yang dihasilkan dari sektor tambang yang banyak merusak alam tentu saja.

Dari penerimaan pajak lainnya, negara menerima sekitar Rp 20 triliun pajak pertambahan nilai dan Rp 14 triliun dari pajak rokok. Itu belum dari pajak industrinya ya, baru pajak dari penjualan rokok. Dengan angka sebesar itu, jelas saja industri hasil tembakau menjadi industri yang strategis.

Penerimaan dari cukai memang besar, dan kebutuhan konsumsi rokok di Indonesia besar. Namun jangan sampai ada kesalahpahaman untuk menaikkan cukai begitu tinggi. Jangan sampai ada asumsi semakin tinggi cukai yang dikenakan maka penerimaan negara akan semakin tinggi. Jangan.

Baca Juga:  Menanggulangi Wabah COVID-19 Tak Bisa Hanya Andalkan DBHCHT

Sebagai contoh, mari lihat keadaan penerimaan cukai pada tahun ini. Pada semester pertama 2016, sebagai akibat dari kenaikan cukai sebesar 15 persen di awal tahun, volume industri tengah mengalami penurunan sebesar 4,8 persen. Hingga bulan juli lalu, penerimaan cukai tembakau baru mencapai sepertiga target yang ditetapkan.

Dengan melihat persoalan tadi, kenaikan cukai yang keterlaluan bisa saja justru menjadi titik balik penerimaan dana cukai. Bukannya bertambah pemasukan negara, malah penerimaan negara merosot drastis karena kenaikan target cukai yang berlebihan. Apalagi belakangan marak isu menaikkan harga rokok menjadi Rp 50 ribu perbungkus. Jika benar-benar terjadi, bukannya untung negara malah menjadi buntung.

Karena itulah, untuk persoalan cukai tembakau, negara diharuskan berlaku bijak pada industri yang memberikan mereka pemasukan yang tidak sedikit. Jangan sampai, penerimaan yang mencapai lebih dari sepuluh persen penerimaan negara itu justru hilang dan merugikan negara. Jangan terlalu banyak dengar kelompok anti rokok, mereka mah tidak pernah mau memikirkan kondisi keuangan negara.

Baca Juga:  Tujuh Fakta di Balik Pergub DKI Jakarta No. 88/2010
Komunitas Kretek
Latest posts by Komunitas Kretek (see all)

Komunitas Kretek

Komunitas Asyik yang Merayakan Kretek Sebagai Budaya Nusantara