Press ESC to close

Membedah Sesat Pikir Tulus Abadi

Sesat, itulah kesimpulan Tulus Abadi sebagai Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia terhadap pernyataan Menteri ESDM Ignatius Jonan terkait Freeport dan kretek. Tulus Abadi, sebagai salah satu panglima pengendalian tembakau di Indonesia tidak terima dengan pembandingan setoran cukai kretek dan pajak Freeport. Menurut Tulus, pernyataan Jonan terlalu berlebih dan menyesatkan.

Padahal, jika kita membaca apa yang disampaikan Tulus, pernyataan Tulus lah yang menyesatkan publik. Tiga poin utama penjelasannya, terutama terkait pajak, malah memperlihatkan kalau Tulus Abadi tidak memahami persoalan ini. Memperlihatkan, kalau apa yang Ia sampaikan hanya sekadar ucapan kebakaran jenggot. Tidak percaya, mari kita bedah satu persatu.

Pertama soal ucapannya kalau cukai itu dibayarkan oleh konsumen, bukan oleh industri. Memang benar cukai rokok dibebankan pada konsumen dalam setiap pembelian kretek. Tapi memang setiap industri dan perusahaan membebankan pajak konsumsinya pada konsumen.

Setiap orang yang makan di restoran, pasti dibebankan pajak saat membayar. Beli sepatu, ada pajak. Beli pakaian pun dikenakan pajak. Hanya, hal itu memang tidak banyak diketahui konsumen karena tak adanya transparansi yang jelas terhadap konsumen. Beda dengan kretek yang cukainya tertera di kemasan.

Lalu pernyataan Tulus yang seakan meniadakan peran industri kretek dalam penerimaan negara juga menyesatkan. Padahal kalau industrinya tidak ada, tidak mungkin negara bisa menarik pungutan terhadap kretek. Seakan-akan pajak itu akan ada sekalipun tanpa produk.

Baca Juga:  Afo, Cengkeh Tertua dan Pertama di Dunia

Kedua, soal industri kretek yang rewel dan bandel, bahkan lebih dari Freeport. Tulus mengatakan kalau industri ini adalah yang paling bandel karena tidak mau diatur pemerintah. Bahwa industri rokok besar di Indonesia acap melakukan perlawanan dan pembangkangan terhadap regulasi dan kebijakan pemerintah.

Padahal, jika kita kita mau melihat secara jernih, tak ada industri yang lebih tabah dan menerima kebijakan regulasi ketimbang industri kretek. Sudah dihajar regulasi yang tidak mau memperhatikan kondisi industri, tetapi tetap memberi kontribusi yang tidak sedikit pada negara.

Lagipula, tak ada industri yang lebih diperas dari industri kretek. Bayangkan saja, sudah dikenakan tiga macam pajak dalam satu produknya, Ia juga masih membayar pajak perusahaan dan pajak lainnya. Apa ada industri yang sebaik ini pada negara selain industri kretek?

Dan yang terakhir, soal dampak sosial ekonomi akibat rokok. Tulus menyatakan seolah ada banyak hal yang tak melulu diakibatkan rokok, namun selalu rokok yang menjadi kambing hitamnya. Selama ini rokok selalu dikatakan membebani anggaran kesehatan, padahal ya anggaran kesehatan dalam APBN tak ada seberapanya cukai rokok.

Baca Juga:  Mengapresiasi Realisasi Pengadaan Ruang Merokok di Malang

Lalu selalu dikatakan kalau rokok membebani BPJS untuk mengobati pasien penyakit Jantung atau Kanker. Padahal, kedua penyakit tadi tidak melulu disebabkan oleh rokok. Tapi ya karena buta hati dan kebencian orang-orang setipe Tulus Abadi ini, mereka selalu menjadikan rokok sebagai kambing hitam.

Tak hanya itu, Ia juga mengatakan kalau negara sebenarnya bisa menerima cukai lebih dari 300 triliun dengan asumsi, berapapun tingginya cukai pasti akan dibeli dan memberi pemasukan tinggi. Padahal, dengan kenaikan cukai yang tinggi pada tahun 2006, untuk pertamakalinya dalam 10 tahun terakhir target penerimaan cukai tembakau tidak tecapai. Kalau mau dibuat semakin tinggi, bukan tidak mungkin industri kretek lokal akan musnah dan penerimaan cukai menjadi tak seberapa.

Kalau sudah begini, bukankah Tulus Abadi lebih menyesatkan publik?Ω

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd