Search
Merokok baik

Sisi Jahat Kampanye Antirokok yang Tak Boleh Dibiarkan

Sudah lama sebenarnya konten-konten kekerasan dan diskriminasi banyak dijadikan sebagai alat kampanye. Hal itu seperti sudah diamini ‘boleh’ untuk dilakukan. Terutama kampanye antirokok yang jika diperhatikan banyak menggunakan konten kekerasan dan diskriminatif. Mereka kerap kali memberi judul pada video kampanye mereka dengan istilah-istilah “Kampanye Kreatif” atau “Kampanye Lucu Bikin Ngakak”. Duh yang seperti itu kok dibilang lucu dan kreatif ya.

Terdapat video kampanye antirokok yang cukup viral, kontennya berisikan seorang reporter yang sedang mewawancarai seorang perokok. Ketika sedang mewawancarai perokok, reporter tersebut menampilkan tindakan kekerasan, dengan menonjok dan menampar perokok yang diwawancarainya. Di akhir adegan, juga terdapat perokok dipukuli ramai-ramai karena aktivitas merokoknya.

Layakkah itu menjadi tontonan publik? Jika kita sebagai bangsa Indonesia yang memegang kepada asas kemanusiaan dan kesopanan, tentu saja kampanye yang dilakukan antirokok tidak sepatutnya untuk dilakukan. Sebab di dalam video kampanye tersebut, antirokok seperti mengajarkan untuk menindak para perokok dengan kekerasan, terlihat dari adegan menonjok, menampar, dan memukuli ramai-ramai perokok.

Mempertontonkan mencela orang di hadapan publik saja sudah tidak dibenarkan. Apalagi dengan melakukan tindak kekerasan yang tentu saja disebarluaskan dan dibumbui oleh komentar-komentar membenarkan tindakan tersebut dan menyulut kebencian terhadap perokok.

Apa sih yang sebenarnya dipikirkan oleh video kampanye antirokok ini? Apakah mereka bermaksud bahwa merokok adalah perbuatan kriminal yang harus dihukum? Eits, main hakim sendiri ketika ada perbuatan kriminal saja tidak boleh dilakukan. Apalagi menindak dengan kekerasan terhadap aktivitas yang jelas-jelas legal dan diatur dalam Undang-undang.

Baca Juga:  Rokok Memperparah Persoalan Covid-19 Hanyalah Omong Kosong

Melihat fenomena kampanye antirokok yang kerap kali mengandung konten kekerasan dan diskriminatif, dan selalu diamini oleh kaum antirokok lainnya. Hal ini mengingatkan kita kepada teori ‘Banalitas Kejahatan’ yang digulirkan oleh seorang tokoh bernama Hannah Arendt.

Banalitas kejahatan adalah suatu situasi kejahatan tidak lagi dirasa sebagai kejahatan, tetapi sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, sesuatu yang wajar.

Ketika kejahatan tersebut dilakukan, para pelaku kejahatan tidaklah harus orang-orang jahat berhati kejam penuh dendam. Orang-orang biasa pun bisa melakukan kejahatan besar, ketika ia tidak memiliki imajinasi untuk membayangkan posisi orang lain, dan tidak berpikir kritis di dalam melihat keadaan secara lebih luas.

Secara tidak langsung, banalitas kejahatan akan mengendalikan alam bawah sadar kita untuk tergerak melakukan kejahatan. Proses ini tak ayal akan menabrak landasan hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sebab kejahatan dianggap sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya dalam kehidupan sehari-hari.

Terkait apa yang dilakukan oleh antirokok ini sebenarnya juga sudah diatur di dalam produk hukum Negara kita. Lihatlah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum.

Dan kampanye video antirokok yang memuat konten kekerasan dan diskriminatif tersebut jelas-jelas melanggar UU ITE perbuatan yang dilarang pada pasal 29, yang isinya “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi,”.

Baca Juga:  Jangan Jadikan Rokok Sebagai Bantalan Dari Persoalan Manajemen Pemilu yang Lemah

Tak hanya kampanye video yang berisi kekerasan saja, banyak juga yang diskriminatif, dan tentunya bertujuan untuk menakut-nakuti. Lihat saja kampanye yang selalu mengeksploitasi orang-orang sakit yang membubuhkan stigma perokok itu aktivitas negatif. Bukankah hal tersebut diskriminatif dan bertujuan untuk menakut-nakuti secara pribadi konsumen rokok? Dan itu mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Efeknya sangat mengerikan, kampanye yang diproduksi oleh antirokok ini akan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).

Maka sudah seharusnya kita menolak segala bentuk kampanye yang mengarahkan kepada tindak kekerasan dan diskriminatif. Sebab hal ini sudah sering kali menjadi pembiaran-pembiaran dan tak pernah kita katakan hal tersebut sebagai sebuah kejahatan. Apalagi kita memang memiliki produk hukum yang sudah mengatur sedemikian rupa terkait hal tersebut.

Mari kita mengingat-ingat pesan dari orang bijak yang satu ini. “Adanya kejahatan dikarenakan orang baik hanya diam ketika melihat kejahatan,”. Sepatutnya kita jangan menjadi orang baik seperti pesan orang bijak tersebut.

 

Berikut salah satu contoh iklan antirokok yang mengajak orang untuk melakukan tindakan kekerasan pada perokok https://www.youtube.com/watch?v=yBUiQpZZ-Kc

Indi Hikami