Search
Warung rokok

Sweeping Warung Adalah Sikap Lebay Antirokok

Kawasan sekolah memang harus steril dari iklan rokok dan penjualannya. Produk hukum kita sudah mengatur soal pelarangan iklan rokok dan penjualannya di areal sekolah. Semua pihak dari mulai masyarakat, pembuat kebijakan, industri rokok, hingga warung penjual rokok pun sepakat akan hal tersebut.

Akhir-akhir ini, persoalan iklan rokok di kawasan sekolah ramai dibicarakan, hingga dilakukannya sweeping spanduk-spanduk kecil iklan rokok yang ada di warung-warung yang dianggap “menghasut dan menyerang” anak-anak sekolah untuk mengonsumsi rokok. Tidakkah itu terlalu lebay?

Berbicara soal larangan iklan rokok dan penjualan rokok di areal sekolah, produk hukum kita sudah ketat dalam pengaturannya. Ada PP 109 tahun 2012 dan Permendikbud nomor 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di sekolah mengatur sangat jelas larangan adanya penjualan dan iklan rokok di areal sekolah.

Sudah tidak ada lagi warung atau kantin yang berada di dalam areal sekolah menjual rokok, apalagi iklan di dalam areal sekolah. Adapun yang dimaksud terdapat iklan rokok berupa spanduk di warung-warung secara keberadaannya terdapat di luar daripada areal sekolah. Jika ada iklan rokok dan warung yang menjual rokok berada di areal sekolah, jelas harus ditindak, namun bukan berarti kita dapat main hakim sendiri.

Rokok sebagai produk legal yang boleh diperjual-belikan dan dikonsumsi masyarakat, tidak boleh ditindak dengan main hakim sendiri. Sweeping warung  yang akhir-akhir ini dilakukan oleh anak-anak sekolah (tentu saja dipelopori oleh antirokok) bukanlah perbuatan yang diperbolehkan oleh hukum kita. Penindakan tentu saja hanya boleh dilakukan oleh pihak yang berwenang. Melakukan main hakim sendiri adalah tindakan di luar hukum.

Baca Juga:  Bahaya Anti Kretek

Apalagi jika keberadaan warung yang menjual rokok keberadaannya tidak di areal-areal yang dilarang oleh produk hukum kita. Jika melihat fenomena sweeping spanduk iklan rokok di warung-warung yang di klaim sebagai areal sekolah, sebenarnya tidak jelas juga apakah benar warung tersebut berada di areal sekolah.

Bagaimana dengan sekolah yang berdekatan dengan pemukiman warga? Lantas warung yang sebenarnya diperuntukkan untuk kebutuhan konsumsi warga yang bermukim juga harus di sweeping? Karena tidak ada satu pun peraturan yang mengatakan apakah warung yang berada di luar gerbang sekolah termasuk daripada areal sekolah.

Pada radius berapakah yang dapat dikatakan sebagai areal sekolah? Jika mau adil, apabila terdapat spanduk iklan yang memiliki faktor risiko kesehatan di areal sekolah juga seharusnya diturunkan. Dan harus dilihat seberapa jauh radiusnya dengan sekolah.

Terlepas dari hal tersebut, sepakat atau tidak, beriklan bagi pelaku usaha adalah kegiatan yang legal, dan sudah memiliki peraturan tersendiri. Jika terdapat pelanggaran, sudah ada peraturan yang memuat sanksi di dalamnya. Kalau kita sebagai masyarakat dirugikan, maka prosesnya pun bukan main hakim sendiri. Laporkan dan biarkan prosedur hukum yang berjalan.

Baca Juga:  Memerangi Corona Lebih Penting dari Sekadar Mengevaluasi Perda KTR

Hal ini tak ada bedanya dengan kelompok-kelompok intoleran yang melakukan sweeping warung makan ketika bulan puasa. Tindakan main hakim sendiri dengan menyuruh paksa orang untuk tidak melakukan kegiatan usaha adalah perbuatan melanggar hukum. Padahal seharusnya kita juga menghormati hak orang-orang yang tidak menjalankan ibadah puasa. Dan membuka warung makan ketika bulan puasa jelas-jelas tidak melanggar hukum.

Sungguh ironis jika ada sekelompok pihak yang menghasut pihak lain untuk membenarkan tindakan sweeping untuk kepentingan golongan. Bukankah banyak cara yang elegan? Seperti misalnya memberikan edukasi kepada masyarakat dengan cara yang terdidik. Atau jika memang itu melanggar hukum, silakan laporkan kepada pihak yang berwajib untuk segera ditindak sesuai dengan perundang-undangan.

Terakhir, pesan untuk antirokok, jangan lebay dalam mengampanyekan kepentingan FCTC. Apalagi dengan menggunakan anak-anak untuk menyukseskan kampanye mereka. Sudahlah, kampanye yang wajar-wajar saja.