Press ESC to close

Cacat Bahasa pada Penyebutan Perokok Pasif

Kata pasif sering kali kita gunakan sebagai frasa tambahan dalam membentuk makna tertentu. Dalam glosarium ekonomi, kita mengenal istilah modal pasif. Pada ranah kebahasaan terdapat pula istilah kalimat pasif. Kedua istilah tersebut memiliki antonimnya masing-masing, yang mengacu dari dikotomi kata pasif dan aktif. Jika ada modal pasif maka ada yang disebut modal aktif, begitu pula lawan kata dari kalimat pasif, yakni kalimat aktif. Lalu bagaimana dengan istilah perokok pasif?

Merujuk pengertian yang disediakan Wikipedia, “perokok pasif” adalah orang yang menghirup asap rokok dari perokok aktif. Istilah ini ada sejak era Hitler—Nazi yang dicetuskan oleh tokoh gerakan anti tembakau pada masa itu yang bernama Fritz Lickint.

Ada hal yang perlu dikritisi di sini, terkait logika dalam dikotomi perokok pasif dan perokok aktif. Aktif dan pasif yang menjadi frasa tambahan pada kata perokok, kemudian digunakan sebagai predikat untuk menggolongkan masyarakat A dan B. Masyarakat yang diidentifikasi berdasar paradigma; das sollen das sein, sehingga mucul golongan bermoral dan amoral. Penggolongan ini demikian lazim  terjadi pada bangsa-bangsa yang masih memelihara watak kolonialiasme. Gegar bahasa dan keserampangan memaknai suatu kebaruan menjadi panorama bahasa kita sehari-hari, tak terelakkan.

Baca Juga:  Mengkritisi Perda KTR

Politik bahasa yang demikian oleh kolonialisme selain digunakan untuk mengidentifikasi kelas juga menjadi cara untuk memecah persatuan. Persatuan adalah modal sosial yang ditakuti kaum penjajah, di lini mana pun itu. Karena persatuan dipandang sebagai satu kekuatan yang mengancam kepentingan. Sehingga tak tak terelakkan kata ganti (orang ketiga) “kami dan mereka” dalam keseharian kita demikian lazim terlontar, yang merupakan hasil dari konstruksi kepentingan. Penggolongan kami-mereka ini kerap mengacu pada laku hidup dan hal-hal yang dianggap absurd oleh tata nilai yang dibangun oleh rezim penjajah.

Jika kata pasif dan aktif merujuk pada pengertian aktivitas, yang mesti kita tinjau terlebih dahulu adalah produk yang dikonsumsi sehingga memunculkan predikat perokok. Kenapa bisa disebut perokok, iya karena ada rokok yang dikonsumsi.

Aktivitas merokok terjadi ketika seseorang membakar rokok lalu dikonsumsi, bukan semata komponen asap yang didapat dan memang bukan melulu asap yang ingin didapatkan. Melainkan ada aspek fungsional (aspek nilai) dari benda yang digunakan dalam aktivitas merokok. Karena itulah mereka yang membakar dan mengisap rokok kemudian disebut perokok.

Baca Juga:  Dampak Aksesi FCTC bagi Konsumen Rokok

Sementara predikat “perokok pasif”, orang yang disebut perokoknya sama sekali tidak menggunakan benda yang bernama rokok. Jika hanya merujuk pada asap yang ditimbulkan dari perokok lantas terhirup itu namanya bukan aktivitas merokok. Dari sisi itu saja jelas sudah ngawur logikanya. Maka istilah “perokok pasif” merupakan salah satu cacat bahasa yang sengaja dipopulerkan sebagai alat untuk melanggengkan watak penjajah dalam dunia bahasa kita.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah