Press ESC to close

Toko Tembakau Wiwoho

Penggemar tembakau linting tentu merasa berada di surga saat berada di kota Yogyakarta. Karena di setiap sudut kota, terdapat begitu banyak pedagang tembakau yang menyediakan tidak hanya tembakau rajangan, tetapi juga cerutu dan berbagai merk rokok yang jarang ditemui di kota lain. Di pasar Beringharjo saja terdapat setidaknya 8 los khusus penjual tembakau. Di Kota Gede, dan pasar Bantul juga banyak ibu ibu yang menggelar tembakau sebagai dagangannya. Jika kretekus berkesempatan berkunjung ke Yogyakarta sempatkanlah berkeliling sekedar mencicip tembakau khas dari setiap sentra tembakau di negeri ini, dijajakan di toko dan warung warung tersebut.

Namun, bila kretekus enggan memasuki pasar, di beberapa sudut kota juga terdapat warung tembakau yang memajang berderet deret toples berisi rajangan tembakau dari beberapa daerah. Di jalan Nyi Ahmad Dahlan terdapat Warung Mbako Arum, dan di sudut selatan Jokteng kulon, tepatnya di belakang pos jaga Polantas, terdapat juga warung rokok dan tembakau yang menjajakan bermacam macam tembakau dan rokok. Di jalan Malioboro, di samping toko Megaria, ada juga toko tembakau yang lumayan komplit menjajakan tembakau linting.

Di perempatan Tugu Yogyakarta yang legendaris terdapat toko Tembakau dan Cerutu yang sangat popular dikalangan kretekus. Toko tembakau ini oleh kretekus Yogyakarta dianggap paling komplit menyediakan segala kebutuhan para kretekus. Mulai dari tembakau Djarum, Samsu, Marlboro, Wismilak, Boyolali, Mole, Madura, Kedu, Ngawen, hingga tembakau Trowono, dan Temanggungan. Toko WIWOHO  selain menyediakan tembakau dan cerutu serta rokok berbagai merk juga menyediakan kertas linting dan segala hal perlengkapan melinting tembakau, mulai dari cengkeh, wur, klembak, dan kemenyan. Letaknya? Jika kretekus berada di jalan Malioboro, lurus saja terus ke utara, menuju perempatan Tugu yang legendaris itu.

Baca Juga:  Bob Marjinal dan Pengalaman Merokoknya di Jepang

Saya datang ke toko tembakau yang berada di sudut barat laut perempatan Tugu Yogyakarta pada jam 11 siang. Beberapa pembeli nampak berdiri di depan etalase. Ada yang sudah menghadap tumpukan bungkusan tembakau dan rokok berbagai merk, serta kertas linting. Ada juga yang hanya membeli wur dan cengkeh. Di dalam toko, berdiri rak rak panjang yang tingginya nyaris ke plafon. Rak rak kayu tersebut berisi kemasan tembakau juga rokok dalam kotak kardus. Di sisi timur dan barat tembok juga terpajang rak lebih pendek juga berisi berbagai macam tembakau rajangan yang dibungkus oleh kertas berwarna coklat.

Di depan toko, etalase panjang berdiri memisahkan para pembeli dan pedagang, juga berisi kemasan rokok dan cerutu dari berbagai merk. Sementara di atas etalase berderet toples berisi rajangan tembakau dari berbagai daerah. Di setiap toples terdapat tulisan nama jenis jenis dari mana tembakau itu berasal. Misalnya toples yang nomer 2 dari kanan bertuliskan Mbako Kedu Rp 17.000,- per ons.

Ada 3 orang yang melayani pembeli. Seorang lelaki setengah baya bernama Mangun, dan dua wanita yang rambutnya sudah memutih, yakni Setyawati (73 tahun) dan Irawati (72 tahun).  Mangun, yang lupa berapa tahun usianya, adalah pekerja di toko ini sejak 2004. Sedangkan Irawati adalah keponakan dari Hyiap Ho Tik, pendiri toko ini. Saya memilih tembakau dalam toples dan dilayani oleh Setyawati, menantu dari Hyiap Ho Tik.

Toko tembakau dan cerutu ini pertama kali dibuka oleh Hyiap Ho Tik bersama istrinya Tan Kwi Wa pada tahun 1919. Pasangan ini mempunyai anak tunggal bernama Wiwaha. Sehingga untuk mengabadikan nama tokonya Hyiap Ho Tik menggunakan nama anaknya. Pada tahun 1962 Wiwaha menikah dengan Setyawati. Hyiap Ho Tik dan Tan Kwi Wa meninggal pada tahun 1977. Sejak itu pengelolaan toko dipegang oleh Setyawati.

Baca Juga:  SKM Mild, Jenis Rokok Paling Laris Saat Ini

Menurut Setyawati, tembakau yang ada di tokonya merupakan hasil suplai dari juragan tembakau dari beberapa daerah. Pada awal membuka toko tembakau, Hyiap Ho Tik, kulakan pada juragan tembakau di pasar Beringharjo. Karena tokonya berkembang pesat para jurgan tembakau dari beberapa sentra tembakau kemudian menyuplai langsung ke tokonya. Dulu, setiap kulakan berapapun tembakau selalu habis karena rokok pabrikan masih jarang dan penggemar lintingan memang banyak.

Sekarang merk rokok banyak bertebaran di setiap warung. Dan yang membuat pedagang tembakau semakin sepi adalah peringatan pemerintah yang melarang orang untuk merokok. Larangan pemerintah itu mematikan usaha pedagang tembakau, kata Setyawati.

Pemerintah memang bermuka dua. Di satu sisi menerima cukai hasil tembakau tapi di sisi yang lain melakukan penekanan pada pelaku industri tembakau.

Saya memilih tembakau Boyolali dan Kedu, serta dua bungkus cengkeh, berikut kertas penggulungnya. Setyawati mempersilahkan, saat saya hendak memotretnya. Ia sangat ramah kepada siapapun. Itu terbukti saat menyapa beberapa pembeli yang dengan sabar menunggu di belakang saya.