Search
Kretek dan Benyamin

Kretek dalam Memoar Bang Bens

“Di sedot sedot diisep isep ngebul

itu yang namanya rokok

itu yangg namanya rokok

isep rokok memang seger udah pendek semakin leker

mantavs mantabs

abus abis”

Begitulah penggalan lirik ceplas-ceplos menyoal rokok dari maestro Betawi, Benyamin Sueb atau yang akrab disapa Bang Bens. Meski terkesan ceplas-ceplos, gubahan lagu tersebut turut menghiasi belantika musik tanah air, yang pada tahun 70-80an terkenal garang dan disebut-sebut sebagai masa keemasan dunia hiburan tanah air.

Pada masa itu ada satu alasan yang membuat lagu-lagu gubahan Bang Bens diterima oleh khalayak masyarakat Indonesia, yakni mewakili kaum pinggiran yang memang terbiasa menghadapi kejamnya keterpinggiran dengan humor.

Lahir dengan nama Bunjamin Suaeb, di Jakarta pada 5 Maret 1939, Bens merupakan anak bontot dari delapan bersaudara. Bapaknya, Suaeb, berdarah Jawa sedangkan emaknya, Siti Aisyah, Betawi asli. Haji Ung, kakek Bens dari garis ibu, merupakan tokoh terpandang di Kemayoran. Kabarnya, dia merupakan keturunan Si Jago, seorang pendekar Betawi terkenal yang namanya diabadikan sebagai nama tempat: Bendungan Jago.

Melihat Bang Bens dalam dunia hiburan, sepertinya Bang Bens dilahirkan untuk menghibur. Berangkat dari lingkungan Betawi yang tak pernah lepas dari guyonan dan keceriaan, potret sosial masyarakat Betawi yang banyak memberinya pelajaran.

Bang Bens melawak bukan sekadar pelawak yang melucu untuk popularitas dan uang. Dia orang Betawi. Dalam keseharian masyarakat Betawi, terdapat nilai-nilai yang menjadi falsafah hidup atau semacam folkways, bahwa hidup harus dihadapi dengan riang. Jika orang Amerika bilang melihat potret orang Amerika melalui folk-nya Bob Dylan, maka orang Betawi dapat dilihat potretnya melalui folk-nya Bang Bens.

Baca Juga:  Penjualan Cengkeh Lesu Akibat Wabah

Bagi orang Betawi, humor bukan sekedar penyegar sulitnya kehidupan, tapi juga suara dari realitas kaum yang terpinggirkan. Dan Bang Bens adalah realitas tersebut. Sebuah bentuk respons orang Betawi terhadap sebuah zaman yang menjadikan pembangunan seakan-akan tiang peradaban, sementara itu masyarakat justru terasing dari pembangunan itu sendiri.

Tak hanya humor, merokok juga elemen penting dari kebiasaan rembuk
 orang-orang Betawi. Bang Bens pasti tahu itu. Tak heran jika elemen humor selalu melekat dalam ruh ke-aktoran Bang Bens sepanjang kariernya di dunia hiburan. Dan merokok, berkali-kali Bang Bens selipkan pada beberapa adegan-adegan film yang di perankannya, meskipun jika boleh ditafsirkan, terdapat tafsiran nyeleneh dari adegan-adegan merokok yang acapkali dipertontonkannya.

Pertama, rokok adalah aktivitas yang dapat dilakukan semua kalangan (kecuali anak di bawah umur). Kedua, merokok adalah sikap perjuangan kaum pinggiran untuk terus bertahan menghadapi keterpinggiran dari pembangunan.

Lihat saja pada film Bang Bens yang berjudul “Musuh Bebuyutan” yang mana pada adegan Bang Bens terpaksa harus menjadi kenek truk angkut gudang tepung karena tak kunjung dapat pekerjaan. Di atas truk saat perjalanan menuju gudang tepung, bersama kenek angkut lainnya Bang Bens merokok bareng sambil bernyanyi “syala lala yang penting kerja, yang penting bisa ngudud”. Dengan nyanyian tersebut, Bang Bens ingin mengatakan bahwa orang pinggiran kehidupannya sangat sulit, namun itu harus dia jalani, meski hanya sekedar beli makan dan beli rokok. Hanya itu harapan dari orang pinggiran.

Baca Juga:  Sajak Sebatang Lisong

Merokok dan humor adalah cara orang Betawi menertawakan pembangunan yang tak berkeadilan bagi masyarakatnya.

Dan orang Betawi yang memang terpinggirkan dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah. Humoris, ceplas-ceplos, doyan ngebul ketika rembuk. Dan memoar Bang Bens akan selalu terkenang ketika orang Betawi berembuk. Sambi ngejepit sebatang rokok, memoarnya kira-kira begini :

Maret ini, 78 tahun yang lalu Bang Bens dilahirkan, sebuah nama yang kemudian mengalir seperti sungai yang membelah kampungnya di Kemayoran. Tak selalu lancer mengalir, terkadang berkelok, berarus, kadang hening, dan berakhir di muara kesuksesan. Dan siapa sangke ternyata kelak dia jadi seniman Besar Betawi, disejajarkan dengan nama Bang MH Thamrin, pejuang kemerdekaan dari Kaum Betawi.