Press ESC to close

4 Diskriminasi yang Kerap Dialami Perokok

Tak ada yang salah jika Anda tak menyukai rokok. Karena merokok memang persoalan selera dan pilihan. Hal ini kemudian menjadi salah ketika ketidaksukaan terhadap rokok membuat Anda membenci perokok. Bukan hanya membenci bahkan, Anda mulai melakukan diskriminasi terhadap perokok.

Diskriminasi terhadap perokok terjadi dari beberapa hal sederhana hingga menjadi hal struktural. Mulai dari menganggap semua perokok jahat hingga pencabutan hak-hak yang melekat kepadanya. Berikut adalah beberapa contoh diskriminasi yang kerap dialami perokok.

  1. Semua Perokok Jahat

Ini hal paling sederhana yang kerap dialami oleh perokok, dianggap sebagai biang kejahatan. Karena ada beberapa pelaku kejahatan yang merokok, semua orang yang merokok dianggap sebagai penjahat. Biang kejahatan. Padahal, banyak orang baik (juga hebat) yang merokok. Sebut saja Jendral Soedirman, Bung Karno, hingga Agus Salim.

Apakah mereka juga dianggap jahat karena merokok?

  1. Perokok Tak Perlu Diberikan Jaminan Kesehatan

Diskriminasi ini juga klasik. Karena perokok dianggap sebagai sumber penyakit dan tukang mencari penyakit, maka tak perlu perokok diberikan jaminan kesehatan. Jika kebencian sudah merasuki diri Anda, mungkin hal ini akan dirasa tepat.

Tapi ingat, jaminan kesehatan adalah hak seluruh warga negara. Tanpa terkecuali. Merupakan kewajiban negara untuk menjamin hak dan akses masyarakat terhadap kesehatan. Kecuali memang pemerintah mau mangkir dari tanggung jawab, saya rasa hal semacam ini tak boleh diwacanakan oleh aparatur negara.

  1. Pelajar yang Orang tuanya Merokok Tak Perlu Diberikan Bantuan Pendidikan
Baca Juga:  Memangkas Mata Rantai Dagang Tembakau

Sama seperti poin sebelumnya, ini adalah kejahatan struktural. Pemerintah harusnya sadar bahwa mencerdaskan anak bangsa bukan sekadar slogan, tapi menjadi amanat konstitusi. Maka bantuan pendidikan menjadi hak semua anak bangsa tanpa terkecuali.

Karenanya kebodohan semacam ini tak boleh lagi dilakukan pemerintah. Pernyataan-pernyataan yang kontraproduktif dengan upaya mencerdaskan anak bangsa seperti ini tak boleh lagi dikeluarkan. Tak boleh hanya karena orang tuanya merokok, seorang anak kehilangan haknya atas bantuan pendidikan.

Kalau memang negara mau mangkir dari urusan ini, ada baiknya memang negara ini saja yang dibubarkan. Buat apa punya pemerintah kalau tak mau mengurusi rakyatnya?

  1. Membuat Peraturan KTR, Tapi Mengabaikan Keberadaan Ruang Merokok

Ini adalah kejahatan paling nyata yang dialami perokok. Tidak tersedianya ruang merokok di tempat publik. Sekalipun kita tahu, bahwa keberadaan KTR harus diikuti dengan ketersediaan ruang merokok, namun hal ini masih jarang dilakukan oleh pembuat kebijakan.

Ruang merokok adalah wajib hukumnya untuk disediakan di tempat umum. Ini adalah amanat Undang-undang dan sesuatu yang harus diturunkan pada peraturan daerah soal KTR.  Karenanya, ketika membuat perda soal KTR pemerintah daerah juga harus siap menyediakan ruang merokok sebagai konsekuensi pembuatan regulasi tersebut.

Baca Juga:  Deretan Merek yang Disebut Sebagai Rokok Pemula

Jika memang pemerintah daerah hendak membuat perda KTR, harusnya mereka juga siap menyediakan ruang merokok. Jangan mau dapat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau saja tak mau buat fasilitasnya. Buat masyarakat kok menganggap remeh, padahal ya banyak juga warganya yang merokok.

Itulah beberapa bentuk diskriminasi yang kerap dialami perokok. Jika Anda adalah perokok dan mengalami diskriminasi tersebut, jangan takut untuk melawan hal tersebut. Ingat, Anda adalah warga negara yang punya hak sama seperti warga lainnya.

Dan jika Anda tidak merokok, jangan melakukan diskriminasi terhadap perokok. Karena sebagian besar uang yang digunakan untuk pembangunan fasilitas publik itu bersumber dari cukai, dari orang-orang yang Anda anggap jahat itu.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit