Press ESC to close

Sebuah Upaya Agar Tembakau Siap Dijual

Senin lalu (11/9), saya dan dua teman diajak salah satu petani di Temanggung, Sugito untuk melihat proses pemetikan di ladangnya yang berada pada ketinggian 1500 mdpl di Gunung Sumbing. Waktu yang ditempuh untuk sampai di ladang milik Sugito sekitar setengah jam. Selama di perjalanan selain menikmati indahnya puncak Gunung Sumbing, kami melihat hamparan tembakau yang begitu luas.

Sesampainya di ladang, banyak pemahaman yang saya dapat. Sugito dengan ramah menjelaskan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang kami lontarkan. Salah satunya selain membedakan mana daun yang layak petik, Sugito mempraktikkan cara memetik yang baik.

Ciri dari daun tembakau yang telah masak, kata Sugito, adalah yang sudah mulai berwarna hijau kekuningan dengan sebagian ujung dan tepi daun berwarna coklat. Warna tangkai daun hijau kuning keputih-putihan, posisi tulang daun mendatar, dan kadang-kadang pada lembaran daun ada bintik-bintik coklat sebagai ciri kalau daun tersebut sudah terlalu tua.

Daun-daun yang sudah dipetik kemudian disusun dan dimasukkan ke keranjang untuk dipikul ke bawah. Rata-rata para pemikul ini sanggup mengangkat beban 40-50 kilo. Untuk urusan beban pikulan, Sugito pernah mengenang masa mudanya yang kala itu sanggup memikul beban sampai 90 kilo. “Sejak kaki saya kecelakaan dan sempat beberapa bulan tidak ke ladang, ya sekarang sudah tidak kuat lagi mengangkat pikulan seberat itu,” kenangnya diiringi tawa.

Proses pemetikan ini dilakukan secara bertahap, bisa 5 sampai 8 kali. Tergantung kemasakan dan jumlah daun. Di Temanggung, proses pemetikan biasanya dimulai apabila sudah ada berita tentang dimulainya pembelian tembakau rajangan ketika gudang-gudang mulai buka. Menurut keterangan Sugito, gudang-gudang terbesar di Temanggung dimiliki dua pabrikan besar yakni Djarum dan Gudang Garam.

Panen tembakau biasanya dilakukan 10-15 hari sebelum awal pembelian tembakau rajangan. Waktu pemetikan dilakukan pagi hari setelah matahari menguapkan embun yang ada di daun. Apabila waktu panen turun hujan, maka daun yang cukup matang segera dipetik atau ditunda 6-8 hari. Daun yang telah dipetik kemudian diproses dan diolah menjadi tembakau rajangan. Tapi sebelum itu, jika grade-nya A-D ada proses ‘minali’ atau memisahkan daun yang matang dan tidak.

Ada 3 tahap kegiatan dalam proses pascapanen, yakni pemeraman, perajangan, dan penjemuran.

Baca Juga:  Kesaksian W.S. Rendra pada Rokok Kretek

Waktu yang dibutuhkan untuk pemeraman bisa memakan waktu 5-6 hari bahkan ada yang bisa memakan waktu sampai 8 hari tergantung kematangannya. Proses pemeraman dilakukan dengan suhu antara 30-37 derajat.

Proses rajang menggunakan mesin. Selain tidak melibatkan orang banyak, rajang menggunakan mesin lebih cepat.

Dalam proses perajangan, karena di sini kebanyakan menggunakan mesin, prosesnya tidak terlalu lama, hanya hitungan jam. Diperkirakan dalam 1 kuintal tembakau yang dirajang, bisa memakan waktu kurang dari setengah jam.

Saya sempat terkejut saat Sugito memberitahu kalau mesin rajang yang yang digunakan para petani di sini ternyata buatan dalam negeri. Ada yang membelinya dari Wonosobo, ada yang dari Muntilan, bahkan ada yang buatan dari warga Temanggung sendiri.

Untuk urusan mesin rajang sendiri, Sugito lebih memilih buatan dari Muntilan, Magelang. Katanya, alat potong yang digunakan pada mesin rajang menggunakan baja dengan kualitas yang cukup baik. “Mesin ini saya beli dari tahun 2012,” paparnya seraya menunjukkan cara penggunaannya.

Sugito tergolong salah satu petani yang baru menggunakan mesin, jauh sebelum ia membeli mesin itu, ia masih mengandalkan gotong royong tetangganya untuk merajang.

Sekarang para petani tembakau di Temanggung telah dimudahkan dengan mesin pengrajang tembakau yang super cepat. Dibandingkan dulu yang merajang dengan sistem manual layaknya seorang yang merajang sayuran. Kini dalam semalam mesin itu bisa menghasilkan berkuintal-kuintal tembakau rajangan.

Setelah proses rajang selesai, tembakau-tembakau yang sudah dirajang kemudian di tata di para-para untuk dijemur. Proses ini disebut Nganjang. Perlu ketelitian dan kerapian dalam proses ini supaya rajangan tembakau benar-benar tertata memanjang dan tidak terputus tiap irisannya. Sehingga setelah kering, hasil rajangannya mudah digulung.

Dalam proses penjemuran, selain harus dibolak-balik, para petani selalu waspada terhadap cuaca, jangan sampai pada saat penjemuran terkena air hujan. Jika rajangan yang sedang dijemu kehujanan, maka rajangan tembakaunya akan membusuk, dan tembakau tidak layak jual. Tahun lalu, Sugito sempat merasakan betul bagaimana curah hujan yang tinggi saat panen sangat merugikan. Hanya sedikit tembakaunya yang bisa dijual. Itu pun tidak bisa balik modal.

Proses penjemuran ini bisa memakan waktu tiga sampai empat hari (tiap harinya dari pagi sampai sore). Setelah itu rajangan yang sudah kering dalam para-para itu diembunkan. Tidak butuh waktu lama untuk proses ini, rata-rata memakan waktu hanya 2-3 jam. Tapi jika grade tembakaunya F, bisa sampai 5 jam untuk pengembunan. Semakin dingin cuaca maka hasil rajangan tembakau itu akan semakin baik.

Baca Juga:  4 Alasan Perokok Harus Merasa Nyaman dan Terus Memperjuangkan Haknya
Menjemur tembakau. Proses ini dilakukan setelah tembakau dirajang dan dianjang.

Setelah proses pengembunan dirasa cukup, tibalah waktunya rajangan digulung. Hasil rajangan yang digulung kemudian dikemas dalam keranjang tembakau. Proses pengemasan ini tidak sembarang, ada beberapa langkah yang harus dilakukan, seperti menata terlebih dahulu lembaran-lembaran pelepah batang pisang kering yang nantinya digunakan sebagai penutup keranjang dan sebagainya. Isi dalam satu keranjang bisa mencapai 40-60 kilo. Keranjangnya sendiri mempunyai berat kisaran 5 sampai 7 kilogram.

Setelah pengemasan selesai, tembakau siap dijual. Nantinya kualitas tembakau dapat dinilai dari upaya petani saat menanam dan menjalankan proses pascapanen yang baik. Petani bisa langsung menjual ke para tengkulak atau menjual sendiri pada gudang-gudang penerima hasil tembakau.

Saya mendapat kesempatan untuk melihat langsung proses jual beli di salah satu gudang Djarum milik Koh Yopi yang ada di Temanggung kota. Di tempat inilah para petani menjual tembakaunya. Harganya variatif, tergantung jenis grade tembakaunya.

Proses jual beli tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada proses uji kualitas tembakau. Di gudang miliknya, Koh Yopi sendiri yang melakukan pengujian. Keranjang-keranjang kemasan tembakau yang akan dijual harus dibuka kemudian mengambil sampel dari dari atas, tengah dan bawah. Cara pengujiannya dilakukan dengan cara menghirup tembakau-tembakau yang dijadikan sampel.

Proses ini bisa ditolak jika tembakaunya tidak layak atau telah memenuhi kuota. Sedangkan yang layak, akan mendapatkan harga yang sudah ditetapkan empunya gudang atau kemurahan hati si pemilik gudang.

Proses-proses inilah yang dilakukan para petani tembakau sampai selesainya masa panen. Untuk tahun ini, masa panen berjalan dengan baik, tembakau yang dihasilkan para petani cukup memuaskan.

Rizqi Jong

Sebats dulu bro...