Press ESC to close

Ada Bloomberg Dibalik Kenaikan Cukai yang Tinggi

Kenaikan tarif cukai yang drastis untuk tahun depan memang membuat kita semua menggelengkan kepala. Tidak hanya berdampak signifikan buat konsumen rokok, tapi juga pada seluruh stakeholder kretek termasuk petani dan buruk kretek. Penolakan demi penolakan hadir, meski begitu pemerintah tetap saja menaikkan tarif cukai di angka yang memberatkan.

Alasan dari kenaikan tarif cukai tahun ini terbilang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Selama empat tahun rezim Jokowi berjalan, tidak pernah alasan pengendalian konsumsi agar mengurangi prevalensi perokok di bawah umur menjadi yang utama. Ya alasan itu ada, tapi selalu dibarengi dalih pertumbuhan ekonomi, nasib pekerja dan serapan bagi petani, juga kemampuan industri.

Karena itulah, kita semua kemudian kecewa pada kenaikan tarif yang setinggi ini. Belum pernah, setidaknya dalam 1 dekade terakhir, presentase mencapai angka kepala dua. Dan baru kali ini juga, pemerintah seakan tidak memperhatikan pandangan stakeholder kretek, juga tidak mau peduli nasib industri prioritas negara yang menghidupi jutaan masyarakat kita.

Barulah kemudian ada satu alasan masuk akal yang menjawab semua keheranan kita hadir. Melalui sebuah pengumuman di situs resmi Bloomberg Initiative, nyatanya ada nama Sri Mulyani di dalam sebuah satuan tugas lembaga donor untuk kelompok antirokok tersebut. Ya, nama Sri Mulyani hadir di Satuan Tugas Kebijakan Fiskal untuk Kesehatan (Task Force on Fiscal Policy for Health) dari Bloomberg Initiative.

Baca Juga:  Kontroversi Todung Mulya Lubis, Pengacara yang Antirokok Penyambi Jabatan Duta Besar

Akhirnya, ketahuan juga kenapa Sri Mulyani ngotot dan keras kepala ingin menaikan tairf cukai setinggi itu. Sebagai orang yang paham ekonomi, Sri Mulyani sebenarnya paham bagaimana dampak kenaikan tarif signifikan untuk masyarakat. Namun, berhubung punya jabatan di satuan tugas itu, pada akhirnya Sri Mulyani tidak peduli dengan dampak tersebut.

Keberadaan nama Michael Bloomberg dibalik kebijakan tarif cukai ini mungin mengejutkan, tapi ya tidak mengherankan. Sejak dulu memang ada beberapa pejabat negara yang secara tegas menunjukan prinsip ke-antirokokan-nya. Misal, mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi yang kini menjadi plt Ketua Komnas Pengendalian Tembakau. Ya memang sejak awal dia antirokok sih, ada di kelompok itu.

Bloomberg Initative sebagai sebuah kelompok antirokok memang memiliki banyak cara untuk merangkul berbagai pihak untuk terlibat dalam kampanye pengendalian tembakau. Dengan dana besar yang mungkin tidak terbatas, mereka bisa merangkul pihak-pihak tersebut untuk ikut menghajar rokok di Indonesia. Bahkan, sekitar 1 dekade lalu, sebuah organisasi masyarakat muslim besar di Indonesia juga mengeluarkan fatwa rokok haram setelah mendapatkan dana dari Bloomberg.

Baca Juga:  Kretek Bukan Rokok

Tidak berlebihan sebenarnya jika kita menganggap keberadaan nama Bloomberg dibalik kenaikan tarif cukai ini menjadi bukti nyata betapa kepentingan masyarakat justru kalah oleh kepentingan asing. Segala penolakan tidak didengar, pendapat pun tidak diminta. Kita yang hidup di negara dan berinteraksi langsung dengan sektor ini tidak dipedulikan. Justru, Menteri Keuangan kita yang terhormat secara tidak langsung mengakomodir kepentingan asing melalui kebijakan kenaikan tarif cukai yang signifikan.

Kalau sudah begini, masih pantaskah kita berharap pada negara?

Komunitas Kretek
Latest posts by Komunitas Kretek (see all)

Komunitas Kretek

Komunitas Asyik yang Merayakan Kretek Sebagai Budaya Nusantara