Press ESC to close

Merokok di Malioboro Bikin Terkenal?

Kini ada cara baru jika ingin sekadar jadi perokok terkenal, cukup dengan merokok di Malioboro. Tanpa perlu repot harus berpose kece. Cukup dengan modal merokok sembarangan di destinasi wisata itu, foto wajah perokok akan tersebar sebagai pelanggar KTR. Bukan main.

Terobosan yang disebut sebagai bentuk sanksi sosial ini absurd banget sih. Coba pikir deh, tanpa mempertimbang privasi orang yang haknya jelas-jelas dilindungi secara konstitusi. Pihak Pemkot justru akan mempublikasikan wajah kece perokok sebagai makhluk yang bersalah.

Layaknya kita mendapati info orang hilang pada secarik kertas yang tertempel di ruang publik. Foto perokok yang merokok tidak pada tempatnya akan dipermalukan seperti bandit yang buron dari aksi kriminal.

Mari kita tilik, apa urgensinya sih sanksi sosial yang melecehkan kewarasan publik itu diwacanakan. Jadi gini, sejak berlakunya Perda Nomor 2 Tahun 2017 tentang KTR, Malioboro termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Sejak Malioboro beranjak mengubah wajahnya, aturan tentang KTR pun kian menampakkan wujud konyolnya.

Untuk menunjang terlaksananya aturan KTR tersebut, Pemkot Yogya juga menyediakan 5 titik tempat khusus merokok. Sayangnya, dari kelima titik tersebut tidak semua disediakan secara manusiawi, semisal area merokok yang terdapat di utara Ramayana. Sekadar menyediakan bangku tanpa atap pelindung, posisinya dekat tempat sampah di samping Ramayana.

Para perokok, terutama pelancong, akan kesulitan untuk mendapati tempat-tempat yang sudah ditetapkan itu, lantaran tiadanya tanda arah yang menuntun ke area itu. Ini satu hal yang potensial bikin perokok merasa kecarian, bisa jadi malah malas untuk mengaksesnya. Satu-satunya cara untuk tahu, paling bertanya ke petugas atau pedagang.

Baca Juga:  Ketika Jawaban Moeldoko Tak Sesuai Harap Komnas PT

Pada beberapa baliho berisi peringatan KTR, tercantum keterangan ancaman atas tindak pelanggaran KTR. Berupa sanksi denda yang sangat lebay sekali angkanya. Disertai juga keterangan ancaman kurungan penjara 1 bulan bagi pelanggar.

Walaupun belum sepenuhnya diterapkan, dengan alasan masih masa pandemi. Ancaman sanksi semacam itu jelas membuktikan, betapa lebaynya kampanye antirokok dalam upaya mengkriminalisasi perokok.

Lantas bentuk ancaman sanksi denda dan kurungan penjara itu disiasati dengan mewacanakan sanksi sosial. Dengan cara mempublikasikan foto pelanggar KTR. Cara-cara ini jelas bertentangan dengan amanat konstitusi, setiap orang punya hak yang dilindungi terkait info diri maupun identitasnya.

Lagipun, sejatinya semangat KTR ini kan untuk melindungi masyarakat, memberi rasa keadilan bagi semua lapisan, kok yang menguat justru upaya melecehkan harkat kemanusiaan. Konyol sih.

Mestinya, jika asas KTR adalah untuk memberi rasa nyaman bagi semua lapisan masyarakat. Sanksi sosial itu jelas tidak perlu diada-adakan dan dijadi-jadikan. Sebagai perokok, kita sepakat adanya KTR sebagai upaya berbagi ruang, tetapi kalau sudah disertai ancaman sanksi denda bahkan kurungan penjara. Ini jelas kelewatan. Sampai disiasati dengan penyebarluasan identitas pelanggar pula. Gile aje!

Lagian kan yang kedapatan melanggar sudah jelas tuh terlihat mata, pikir deh pakai nalar sehat, buat apa pula disebarluaskan fotonya. Jelas banget ini mau mendiskreditkan perokok sebagai pesakitan. Terus bagaimana dengan orang yang membuang sampah sembarangan, meskipun berupa sampah tisu atau bungkus permen, kenapa tidak diperlakukan serupa? Iya memang, rokok produk bercukai, ada perputaran uang di situ. Tapi, kok ya jadi konyol banget upaya-upaya yang ditampakkan dalam penyelenggaraan KTR.

Baca Juga:  Cukai Sudah Dipakai Tambal Defisit, BPJS Masih Saja Menista Perokok

Bagi perokok santun, kesadaran untuk merokok pada tempatnya akan senantiasa dijunjung. Meski dalam konteks penyediaan tempat merokok tak melulu memadai. Tapi, akan lain bagi perokok bandel yang merokok di Malioboro, bisa saja main kucing-kucingan dengan petugas. Jadi tidak efektif juga kan aturan KTR dan sanksi sosial dibuat.

Biar efektif, mestinya infrastruktur KTR ini dipersiapkan dengan matang. Terlebih, soal penyediaan area merokok yang merupakan amanat konstitusi, perokok jangan dibikin kesulitan mengaksesnya. Hadirkan ruang yang manusiawi, bukan ruang yang bikin orang jadi kapok bahkan terkesan memarjinalkan penyumbang devisa. Bukan berarti perokok ingin diistimewakan lohya, setidaknya, perlakukan dengan bersetara layaknya manusia lain mengonsumsi produk legal. Itu sudah.

Komunitas Kretek
Latest posts by Komunitas Kretek (see all)

Komunitas Kretek

Komunitas Asyik yang Merayakan Kretek Sebagai Budaya Nusantara