Press ESC to close

Industri Tembakau Deli, Dulu dan Kini

Tembakau Deli, lagi-lagi salah satu tembakau yang dikenal punya kekuatan citarasa yang tidak kalah hebat dari hasil kebun di sepanjang Jawa Timur hingga Jawa Tengah. Harumnya Tembakau membuat Tanah Deli terkenal. Masyarakat Deli kala itu sangat bangga dengan hasil bumi Tanah Deli yakni tembakau.

Begitu melekatnya Tembakau Deli bagi masyarakat Deli kemudian dijadikan simbol-simbol publik. Satu dari banyak simbol publik itu yang sampai kini masih ada yakni klub sepakbola Persatuan Sepakbola Medan Sekitarnya (PSMS) yang berlambang daun tembakau.

Klub PSMS dengan warna kaos utama Hijau itu berdiri tahun 1930 dengan nama Medansche Voetbal Club (MSV) yang merupakan cikal bakal dari klub PSMS Medan dan nama PSMS Medan secara resmi pada 21 April 1950.

Lambang klub yang biasanya terpasang di dada kiri kaos tim bergambar enam helai daun tembakau. Konon kabarnya PSMS Medan awalnya didirikan oleh enam klub sepakbola di wilayah Medan dan sekitarnya.

Klub tersebut adalah Medan Sport, Deli MIJ, Sahata, Alwatan, PO. Polisi, dan Indian Football Team. Warna dasar lambang putih melambangkan jiwa sportifitas, sementara tulisan hijau melambangkan perkebunan di Medan.

Bukan saja lambang klub PSMS Medan memiliki lambang daun tembakau, juga Universitas Sumatera Utara (USU) menggunakan daun tembakau sebagai lambang universitas yang awal berdiri dalam bentuk Yayasan Universitet Sumatera Utara pada 4 Juni 1952. Fakultas pertama didirikan adalah Fakultas Kedokteran pada 20 Agustus 1952 yang kemudian diperingati sebagai hari jadi USU dan Presiden Soekarno meresmikan pada 20 November 1957.

Logo psms medan

Lambang Universitas itu memiliki makna ada bintang berwarna kuning emas melambangkan ketinggian ilmu berdasarkan iman dan takwa, rangkaian kembang melati berwarna putih melambangkan budi luhur, rangkaian padi berwarna kuning melambangkan kian berilmu kian merunduk, dan rangkaian daun tembakau berwarna hijau melambangkan Tembakau Deli, hasil daerah lokasi universitas itu berada.

Kini di Kota Medan ada rumah sakit menggunakan tembakau sebagai bagian dari lambangnya, nama rumah sakit itu Rumah Sakit Tembakau Deli yang usianya lebih dari satu abad dibangun Jacobus Nienhuis, seorang pengusaha perkebunan tembakau di Sumatera yang membawahi sekitar 75 daerah perkebunan di Sumatera Timur terintegrasi dengan perusahaan Deli Maatschappij.

Daun Tembakau juga menjadi lambang Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dengan ibukotanya Medan. Lambangnya terdiri dari padi dan kapas, perisai berbentuk jantung yang di dalamnya terdapat lukisan bintang bersudut lima, bukit barisan berpuncak lima, pelabuhan, dan pabrik. Di bagian tengah perisai terdapat gambar seorang yang sedang menanam padi yang dikelilingi tanaman sawit, karet, ikan, dan daun tembakau.

Kisah Masa Lalu Tembakau Deli

tembakau deli masa jaya

Di Kepulauan Sumatra, tembakau telah tumbuh subur sejak abad ke-19. Hal ini masih terkait dengan suksesnya pembukaan lahan perkebunan tembakau di Sumatra Timur yang digarap oleh seorang Belanda bernama Jacob Nienhuis. Ia mampu menjual daun tembakau di Benua Eropa dengan harga yang tinggi dan memiliki kualitas yang baik.

Kepopuleran tembakau Deli ini begitu terkenal di pasar tembakau Eropa sebagai pembungkus cerutu terbaik di dunia. Bahkan, tembakau Deli mampu mengubah gelombang perekonomian di wilayah Sumatera Timur. Maraknya lahan-lahan perkebunan tembakau dengan cepat mengubah aktivitas ekonomi di Sumatera Timur menjadi sibuk dengan kegiatan ekspor. Tak ayal jika di abad ke-19 menjadi batu loncatan ekonomi yang signifikan.

Melansir dari artikel “Perkebunan Tembakau dan Kapitalisasi Ekonomi Sumatera Timur 1863-1930” karya Allan Akbar, wilayah Sumatra Timur merupakan sebuah wilayah dataran rendah yang ditumbuhi hutan belantara. Sumatera Timur sendiri meliputi Kabupaten Aceh, Langkat, Deli Serdang, Asahan sampai Labuhan Batu.

Baca Juga:  GG Shiver, Salah Satu Kesuksesan Gudang Garam

Masyarakat asli Deli sendiri memanfaatkan tanah yang subur untuk bercocok tanam sebagai sumber penghasilan utamanya seperti padi, cabai dan tembakau. Meski memiliki tanah yang subur, masyarakat lokal pun hanya menanam sebagian kecil komoditas pertaniannya, sehingga tidak memberikan keuntungan yang besar.

Pada tahun 1863, seorang saudagar Arab bernama Syaid Abdullah Ibn Umar Bilsagih sangat tertarik untuk membuka lahan tembakau di Deli, namun ia tidak memiliki modal yang cukup sehingga mengajak saudagar dari Belanda untuk membeli tanah. Salah satu saudagar Belanda itu bernama Jacob Nienhuis.

Pada tahun 1864, Jacob Nienhuis mendapatkan izin dari Sultan Deli untuk menanam tembakau di wilayahnya. Ia mendapatkan jatah tanah dari Sultan Deli tanpa menggunakan uang sewa seluas 4.000 bau yang jika dihitung dalam satu bau setara dengan 7.096 meter persegi.

Jacob yang cukup ahli dalam dunia tembakau menilai jika tanah di Deli sangat cocok ditanami tembakau. Dari situlah, dia mulai menanam secara mandiri setelah mendapat konsesi dari Sultan Deli. Setelah mendapat penghasilan yang sangat besar dalam beberapa tahun, Jacob mendirikan Deli Maatschappij.

Belanda menanam tembakau di Sumatera Timur dengan Badan Usaha Dagang Belanda (Nederlandsche Handel Maatschappij) milik Raja Willem I menanam saham pada perkebunan Nienhuis tahun 1869. Akibatnya, perkembangan perkebunan di Sumatera Timur membutuhkan tenaga kerja karena daerah tidak mampu menyediakannya sehingga didatangkan dari luar Sumatera Timur yakni pekerja dari Cina dan Jawa.

Medan Kota Multikultural

medan di masa kini

Melihat peluang keuntungan yang sangat masif dari hasil tembakau, pada abad ke-19 pihak Hindia Belanda mulai “mengizinkan” para pemilik modal dari berbagai bangsa untuk masuk ke Hindia Belanda.

Wilayah Sumatra Timur seketika menjadi sibuk, lantaran banyak pengusaha asing yang tertarik dan berlomba-lomba untuk membuka lahan perkebunan tembakau langsung daripada membeli dari pedagang lokal. Peristiwa ini tentunya tak lepas dari peran Jacob Nienhuis yang membuka jalan untuk menanam modal di wilayah tersebut.

Permintaan yang tinggi membuat investasi berkembang pesat di Sumatra Timur. Jan Breman dalam buku berjudul Menjinakkan Sang Kuli menulis pada 1873 jumlah kebun tembakau baru 13 dan pada 1876 menjadi 40 kebun.

Sementara Ann Laura Stoler dalam buku Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatra 1870-1979 melaporkan sudah ada 179 kebun tembakau besar dan kecil tumbuh di Sumatra Timur pada tahun 1889.

Ribuan warga China, India, Jawa berbondong-bondong datang ke Medan untuk menjadi tenaga kerja penyokong industri tembakau ini. Berbagai bangsa kemudian bermukim dan berketurunan di kota tersebut.

Bahkan banyak catatan yang menuliskannya Medan saat itu sudah menjadi kota multikultural. Tidak aneh, jelas Breman, pada suatu perjamuan akan terisi dengan beragam bangsa yang saling berbincang.

Fase Kemunduran Industri Tembakau Deli

Kemunduran tembakau deli

Melansir dari pemkomedan.go.id, kemunduran pasar tembakau terjadi pada tahun 1891 di mana pasar dunia mengalami peningkatan penawaran karena kenaikan produksi tembakau Deli. Lalu UU tarif bea masuk impor tembakau ke negeri Paman Sam, Amerika Serikat dinaikkan.

Faktor itu kemudian menjadi momok kemunduran eksistensi tembakau Deli dan akhirnya beberapa lahan mulai tutup sebagian. Pada tahun 1890 sampai 1894, sebanyak 25 perusahaan tembakau ditutup. Namun, tak berhenti di situ, rupanya ada peluang yang baik di pasar dunia seperti tembakau yaitu komoditas karet. Pada tahun 1906, telah terjadi penanaman karet secara masif di daerah Serdang. Hal ini disebabkan sudah mulai berkurangnya lahan tanaman tembakau.

Baca Juga:  "Merokok Mempercepat Kematian," Ucap Orang yang Tak Mampu Berpikir Jauh dan Adil

Beberapa faktor penyebab kemunduran industri itu membuat krisis eksistensi perkebunan tembakau di Deli dan akhirnya mulai tutup sebagian. Hal itu terjadi tahun 1890 sampai tahun 1894 tercatat tidak kurang dari 25 perusahaan tembakau yang memiliki banyak perkebunan ditutup.

Walau terus merugi, perkebunanan tidak ditutup karena tembakau Deli adalah tanaman yang bernilai sejarah. Kerugian terjadi karena biaya produksi yang tinggi akibat beban tenaga kerja yang besar sedangkan perusahaan tidak bisa menentukan harga jual.

Lebih dari seratus tahun berjaya, tembakau deli kini tinggal sisa. Warisan yang tersisa kini bisa terlihat dari tata kota Medan yang mengikuti letak kebun tembakau di Padang Bulan, Tanjung Sari, Polonia, Sei Sikambing hingga Pancing. Lalu penamaan wilayah yang tetap mengacu pada investasi asing yang pernah ada di Medan seperti Polonia dari Polandia, Mareland dari Maryland, Helvetia dari Confoederatio Helvetica atau negara Swiss.

Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Sumatera Utara Lies Handayani Siregar mengatakan, upaya yang dilakukan pihaknya saat ini adalah mempertahankan nilai historis tembakau Deli. “Tugas kami adalah mempertahankan agar tembakau Deli tidak hilang dari bumi. Tembakau Deli ini sangat sensitif sekali dan butuh treatment khusus,” katanya.

Lies menjelaskan, saat ini lahan produksi tembakau di Sumatera Utara semakin menipis. Hanya terdapat enam daerah lagi yang memiliki area untuk tanaman tersebut. “Kalau untuk kembali seperti dulu, saya rasa tidak bisa. Tapi yang bisa dilakukan hanya dengan melestarikan sejarahnya,” kata Lies.

Menurut Manager SEVP Operation PTPN II Edy Marlon, satu di antara tantangan lain untuk mengembalikan kejayaan tembakau Deli adalah proses produksinya. Tembakau Deli butuh perlakuan istimewa agar dapat tumbuh maksimal.

Komoditas ini dikenal sensitif. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi kondisi tanah dan iklim. Senada dengan Lies, Edy juga sepakat bahwa upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah melestarikan nilai sejarah tembakau Deli. “Tembakau Deli butuh treatment khusus, mulai dari proses pembibitan sampai panen, mulai dari tanah hingga pekerjanya. Di sinilah keterbatasan dan tantangan dalam pengembangan tembakau ini,” ujar Edy.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman menyatakan dukungan penuh upaya untuk mengembalikan kejayaan tembakau Deli. “Tak bisa dipungkiri tembakau Deli adalah bagian erat dari sejarah Medan dan Sumatera Utara. Saya secara pribadi siap berjuang, siap membangun perekonomian Sumatera Utara, harus kita hidupkan kembali tembakau Deli,” kata Aulia.

Aulia mengatakan, pemerintah dapat mengemas nama besar tembakau Deli untuk mendongkrak perekonomian Sumatera Utara. Satu diantaranya dengan membentuk destinasi wisata khusus tembakau ini. “Salah satu caranya bisa kita buat adalah kawasan atau destinasi khusus wisata tembakau di Medan. Bisa kita bangun lokasi khusus untuk melihat proses dan produk jadi tembakau Deli di Medan,” ujar Aulia.

Semoga salah satu tembakau terbaik di Indonesia ini bisa tetap ada dan dinikmati siapapun. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *