Press ESC to close

Mengenal Pita Cukai dan Kenapa Harus Ada di Bungkus Rokok?

Pita cukai menjadi salah satu komponen penting dalam setiap bungkus rokok. Bungkus rokok yang memiliki pita cukai berarti sudah didaftarkan ke Bea Cukai dan sudah pasti legal. Untuk setiap bungkus rokok yang terjual, pemerintah akan mendapatkan pemasukan dengan nominal tergantung dari jenis dan golongan cukai yang tertempel pada bungkus rokok.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu menurut ketentuan undang-undang. Beberapa karakteristik tersebut adalah konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Rokok termasuk dalam kategori ini sehingga wajib memiliki cukai yang dalam prakteknya kemudian dibuat dalam bentuk pita cukai.

Cukai termasuk dalam salah satu bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Berbeda dengan pajak, cukai dibebankan kepada konsumen/perokok alih-alih produsen rokok. Cukai ini juga yang jadi salah satu komponen terbesar yang memengaruhi harga jual rokok. Maka tak heran saat tarif cukai naik, harga rokok di pasaran ikut naik gila-gilaan, khususnya tahun 2023 ini.

Secara umum, pita cukai pada rokok memiliki desain yang sama. Ada beberapa komponen penting pada pita cukai untuk mengidentifikasi keasliannya. Misalnya lambang Negara Republik Indonesia, lambang Dirjen Bea dan Cukai, dan stiker hologram. Masih ada beberapa komponen lain yang berbeda-berbeda untuk setiap jenis dan golongan rokok.

Ada beberapa jenis rokok yang umum ditemui di Indonesia misalnya Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Tangan (SPT), dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Dari masing-masing jenis tersebut masih dibagi lagi tiga golongan tergantung dari kapasitas produksinya. Golongan I dengan kapasitas produksi terbanyak hingga golongan III dengan kapasitas produksi tersedikit. Dari kombinasi variabel-variabel tersebut kemudian akan ditentukan tarif cukainya berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku. Tarifnya berubah-ubah setiap tahunnya, cenderung naik. Tarif cukai yang sudah ditentukan itu nantinya akan tertera pada pita cukai. Selain itu, golongan cukai juga bisa teridentifikasi dari warna pita.

Baca Juga:  Memperingati Hari Petani Tembakau dengan Pameran Kartun

Masih ada lagi komponen pita cukai yang tak kalah penting yaitu kode personalisasi. Kode personalisasi biasanya terdiri dari 8 digit huruf inisial produsen dan 2 digit angka di belakangnya. Kode ini hanya dimiliki oleh perusahaan rokok yang telah mendaftarkan produknya ke Dirjen Bea dan Cukai. Kode ini spesifik untuk masing-masing produsen rokok, jadi tidak ada lebih dari satu produsen rokok yang memiliki kode personalisasi yang sama. Kode personalisasi ini tertera di atas tarif cukai pada cukai. Kurang lebih itulah pita cukai pada kemasan rokok di Indonesia.

Cukai tidak terbatas hanya pada rokok saja. Produk hasil tembakau lain juga ada yang diwajibkan memiliki pita cukai misalnya tembakau iris (TIS) dan liquid rokok elektrik. Ketentuannya sedikit berbeda dengan rokok. Untuk TIS Hanya tembakau iris yang sudah dikemas dan dilabeli termasuk dalam barang kena cukai. Untuk tembakau iris yang tidak dikemas seperti yang dijual di pasar-pasar tradisional untuk tingwe tidak wajib memakai cukai. Kemudian untuk liquid rokok elektrik, hanya liquid yang mengandung essence atau konsentrat tembakau yang masuk ke dalam kategori barang kena cukai.

Baca Juga:  Soekarno pun Pernah Menghapus Cukai Rokok

Dari semua penjelasan di atas, kemudian muncul pertanyaan. Kenapa harus ada pita cukai di bungkus rokok atau hasil olahan tembakau lainnya? Jawaban sederhananya, karena sudah begitu aturannya. Tapi sebagai perokok yang bijak, sebaiknya kita tidak boleh puas hanya dengan jawaban itu. Jawaban lengkapnya adalah karena cukai adalah bentuk nyata kontribusi perokok pada pemasukan negara. Pada tahun 2022 saja, negara mendapat pemasukan sebesar Rp198 Triliun dari cukai rokok. Dana sebesar itu yang kemudian akan dialokasikan kembali oleh negara untuk kesejahteraan masyarakat dalam bentuk yang beragama. Misalnya untuk pembangunan fasilitas kesehatan atau yang paling sering kita dengar, untuk menutup defisit BPJS kesehatan.

Begitu besar manfaat yang bisa diperoleh dari cukai rokok. Maka dari itu sebagai perokok yang bijak sebaiknya kita hanya mengonsumsi rokok dengan pita cukai. Hindari rokok ilegal meskipun harganya jauh lebih murah. Kalau memang keuangan sedang mepet, sudah banyak rokok golongan III yang rasanya tidak kalah enak dengan rokok golongan I yang mudah ditemui di pasaran. Atau kalau mau mencoba rasa yang unik namun tetap ramah di kantong, tidak ada salahnya untuk mencoba tingwe. Salam sebat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *