Kretek sebagai produk budaya memiliki konten khas di luar pemaknaan rokok pada umumnya. Selain berbahan baku tembakau, pada produk kretek terdapat unsur cengkeh yang membuatnya berbeda dari rokok putih yang kontennya hanya tembakau saja. Pemahaman akan hal ini jelas sangat mendasar sekali.
Namun tak sedikit orang yang keliru memahami perbedaan yang khas dari kretek. Sebagaimana tembakau, cengkeh juga mengandung manfaat yang telah berbilang abad memberi andil bagi sejarah dan peradaban manusia. Selain untuk kebutuhan bumbu masak, di dunia medis kandungan cengkeh juga berkhasiat bagi kesehatan.
Cengkeh memiliki sifat antibakteri yang mampu menghentikan infeksi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa minyak esensial (atsiri) cengkeh efektif membunuh bakteri E. Coli yang dapat menyebabkan kram perut, diare, hingga problem kelelahan. Di samping itu kandungan yang terdapat pada cengkeh menjadi nutrisi bagi tubuh sekaligus viagra alami.
Celakanya, ada sebagian masyarakat yang terlanjur percaya bahkan enggan mengakui manfaat cengkeh, terlebih ketika Ia ada pada produk kretek. Bahkan pada level tertentu, penyangkalan secara berlebihan yang menilai buruknya cengkeh pada kretek masih saja terjadi. Apa sebab? Karena kretek disetarakan dengan rokok. Artinya secara serampangan kerap dimaknai negatif.
Kretek adalah bagian dari identitas bangsa serta telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat banyak. Terdapat catatan sejarah-budaya yang panjang menyoal sektor kretek yang telah hidup-menghidupi negeri ini. Beragam jenis kretek yang diproduksi baik secara tradisional maupun modern turut membentuk nilai-nilai sosial dan kemanusiaan di Indonesia. Berkat produk legal itu pula negara diuntungkan melalui pajak-cukainya yang menghasilkan trilyunan pertahun.
Di belahan dunia lain, pada level tertentu seseorang dapat mengenali kita Indonesia dari aroma kretek yang kita konsumsi. Di samping itu, berbagai literatur telah banyak menjelaskan tentang komoditas Indonesia yang khas ini. Di dalam buku Mark Hanusz (Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes) di antaranya, dijelaskan; however, is more than simply an exotic cigarette and economic phenomenon, it is an integral part of Indonesia integral part of Indonesias cultural tradition.
Kretek sering kali dipahami sebagai rokok nonfilter. Iya wajar memang, bukan hanya kalangan pembenci rokok yang umumnya berasal dari kalangan akademisi, bahkan yang perokok pun masih juga ada yang keliru memahami. Masyarakat umum terlanjur mengenal produk kretek yang berfilter bukanlah kretek. Padahal jika kita lihat dan ketika tercium aromanya, pada produk yang berfilter itu pun terdapat unsur cengkeh. Lain halnya dengan rokok putih yang non cengkeh.
Secara umum industri kretek terbagi ke dalam beberapa golongan. Ada yang diproduksi secara manual, karena itulah digolongkan sebagai Kretek Sigaret Tangan (SKT). Sementara yang diproduksi dengan mesin disebut Sigaret Kretek Mesin (SKM). Pada produk lainnya ada yang tergolong Sigaret Putih Mesin (SPM), itulah yang disebut-sebut sebagai rokok putih (non cengkeh). Penggolongan SKT, SKM, dan SPM ini tertera pada bagian pita cukai rokok.
Seturut perkembangannya, produk kretek juga menyelaraskan tuntutan zamannya. Muncul kategori-kategori baru, dengan sebutan mild, dan yang belakangan ini kategori bold. Pandangan buruk terhadap unsur filter pada kretek pun tak luput dari pergunjingan di masyarakat. Informasi yang kerap dijejali biasanya seputar unsur selulosa pada filter (gabus rokok), yang sebetulnya berfungsi mengeliminir kadar residu (tar) serta menyaring kadar nikotin. Salah kaprah terkait filter pada kretek ini terus saja menjadi amunisi yang diulang-ulang bunyinya oleh kelompok yang selalu memakai dalih kesehatan sebagai alat pembenaran. Pada konteks ini bukan berarti tak ada produk konsumsi yang tak memiliki faktor risiko. Namun yang kerap kita sesalkan adalah betapa tidak berimbangnya informasi yang disampaikan lewat berbagai media. Terutama soal komoditas kretek.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024