Dalam sebuah perang, propaganda merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha memenangkan peperangan tersebut. Hal kecil pun bisa diolah sedemikian rupa, sehingga terkesan seolah-olah menjadi isu yang sangat besar dan penting. Atau bahkan, kadangkala, sesuatu yang tidak ada, bisa diada-adakan. Dalam banyak kasus, tindakan manipulatif menjadi pilihan yang seakan sudah lazim dan dianggap lumrah.
Sebuah kebohongan dibuat menjadi sebuah kebenaran. Rekayasa itu misalnya, menyuarakan sesuatu, tidak dilakukan oleh lawan, tapi dibuat-buat seolah-olah lawannya lah yang melakukan hal tersebut. Tidakan macam ini tentu dilakukan untuk memperburuk citra lawan di mata publik. Dalam beberapa hal dilakukan untuk menciptakan kesan bahwa lawannya seolah-olah telah kalah dan mendukung kampanyenya. Karena memang itulah tujuan sebuah propaganda. Mencari simpati dihadapan publik.
Dalam sebuah peperangan, memang tidak ada parameter yang secara konsisten bisa dijadikan sebagai ukuran untuk menilai baik dan buruk. Tak ada larangan memang untuk menjelek-jelekan lawan, atau menyebar kebohongan sebagai bagian dari propaganda. Parameter atika pun tidak bisa dijadikan ukuran baku, terutama karena kebenaran etis hadir sebagai sebuah penilaian subjektif. Penilaianya tak jarang hanya dibenarkan oleh elemen yang secara perspektif seragam. Meski demikian bukan berarti tidak ada patokan etis dalam sebuah perang propaganda. Karena bagaimanapun, penilaian etis bukanlah penilaian bersumber dari tingkat pengetahuan yang bias akses, tetapi bersumber pada standart etis yang secara umum dimiliki oleh setip orang.
Contoh kebohongan propaganda perang yang paling masyhur adalah kebohongan Amerika ketika menginvasi Irak. Propaganda yang dikampanyekan oleh Amerika adalah, bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal. Klaim itulah yang digunakan Amerika sebagai pembenaran untuk secara “sah” bisa menyerang Irak. Skema ini dipakai untuk menutupi tujuan utama Amerika yang ingin menguasai minyak bumi di Irak, dan keinginan Amerika untuk memamerkan industri senjatanya. Hingga saat ini, Amerika tetap bersikukuh dengan kebenarannya itu meskipun dikemudian hari tuduhannya tidak terbukti. Senjata pemusnah masal tidak pernah ditemukan di Irak. Propaganda manipulatif Amerika berhasil. Irak sudah luluh lantah, konflik etnis berkecambuk, dan tambang-tambang minyak bumi di Irak sudah menjadi milik perusahaan Amerika.
Walau tak serupa, namun kebohongan sepertinya juga dilakukan oleh kelompok anti tembakau, dalam perang pertembakauan di Indonesia. Setelah puluhan tahun mendominasi wacana umum, 4 tahun belakangan muncul perlawanan dari kelompok yang melihat tembakau sebagai bagian penting bagi negara. Masing-masing memiliki basis kekuatan yang berbeda. Bukan pertarungan yang imbang secara kuantitas, mengingat pegiat pro kretek disokong oleh petani yang jumlahnya jauh lebih banyak. Kelompok ini secara representatif lebih mewakili kehendak masyaraka luas. Namun kalau dinilai dari kekuatan finansialnya, kelompok anti rokok jauh lebih kuat, karena sokongan dana oleh Michael Bloomberg yang jumlahnya sangat melimpah (lihat di website bloomberg initiative).
Menyadari bahwa kekuatan massanya sangat minim karena kampanyenya tidak bersumber dari rakyat, kelompok anti tembakau menggunakan berbagai cara untuk memenangkan perang tembakau. Banyak cara culas telah ditempuh, mulai dari melakukan pendekatan media, elit-elit birokrasi dan politik secara tidak sehat, sampai memanipulasi data. Tak heran bila kampanyenya secara kuat mendominasi media dan legislasi di Indonesia.
Tak cukup media konvensional, sosial media pun jadi arena kampanye anti tembakau. Berbagai akun anti rokok muncul, dan berbagai propaganda dikumandangkan. Syahdan, social media akhirnya menjadi salah satu medan pertarungan antara anti tembakau dan pro tembakau.
Salah satu akun twitter yang cukup aktif mengkampanyekan anti tembakau adalah @KerenTanparokok. Sampai tulisan ini selesai, jumlah twitnya sudah mencapai 5627, dengan jumlah follower sebanyak 2177. Namun dari sekian banyak twitnya, ada beberapa kali twitnya yang mencoba menggunakan cara-cara culas laiknya yang dilakukan Amerika, yakni menggunakan kebohongan manipulatif. Hal ini bermula dari twitwar yang terjadi antara akun tersebut dengan salah satu pegiat Komunitas Kretek, dengan akun @NamakuErda. Mungkin karena merasa terpojok dalam twitwar tersebut, tiba-tiba akun @KerenTanpaRokok meretwit akun @NamakuErda, dimana seolah-olah hal tersebut dilakukan oleh @NamakuErda.
RT @NamakuErda buat apa manfaat nya menebar asap RACUN Rokok, toh kita semua lebih #KERENTANPAROKOK
Demikian salah satu bunyi status akun @KerenTanpaRokok. Padahal status tersebut tidak dibuat oleh akun @NamakuErda, melainkan dituliskan sendiri secara manual oleh akun @KerenTanpaRokok. Tapi 2177 followernya dan publik luas pada umumnya melihat seolah-olah status tersebut dibuat oleh @NamakuErda, padahal status seperti itu tak mungkin ditulis oleh seorang pejuang tembakau. Sementara itu, akun @NamakuErda tak mampu berbuat banyak atas perlakuan tersebut, karena telah diblock oleh akun @KerenTanpaRokok.
Sah kah apa yang dilakukan oleh akun @KerenTanpaRokok dalam pertarungan propaganda dan mencari simpati publik? Dilarangkah? Etiskah? Adu strategi adalah hal yang wajar dalam sebuah peperangan. Namun bila peperangan itu menggunakan strategi yang culas, maka secara etis strategi itu tidak beisa dibenarkan. Meskipun memang dalam sebuah pertarungan pengaruh/propaganda, adalah pilihan dari setiap kubu dalam menggunakan cara demi sebuah tujuan kemenangan dan dukungan publik. Apakah akan menggunakan cara-cara yang baik, bijak dan elegan. Atau akan meniru imperialis Amerika yang menggunakan segala cara untuk menang. Kebohongan, penipuan, manipulasi, dan cara-cara kotor lainnya.
Saya sendiri memilih untuk tidak respect atas apa yang dilakuan oleh @KerenTanpaRokok. Cara yang ditempuh saja adalah cara kebohongan dan pembodohan publik. Jadi bukan tidak mungkin, status-status lainnya yang diucapkan juga bisa saja adalah sebuah kebohongan publik. Tapi itu penilaian saya, bagaimana dengan anda? Pilihan ada ditangan anda sebagai pemilik sah kemerdekaan berfikir. Apakah akan mempercayai black propaganda anti rokok atau kampanye para pejuang tembakau.
- Cukai Rokok dan Suara Konsumen - 14 December 2020
- Cukai Rokok, FCTC, dan Pengaruhnya Bagi Dunia Film - 6 March 2020
- Saya Perokok Asbak - 19 October 2016