Press ESC to close

Tak Ada Kretek Kalau Tak Ada Asap

Orang merokok itu menikmati asap. Komposisi kretek menentukan jenis, sifat, dan rasa asap. Itulah sebabnya, bukan semata harga rokok yang menentukan orang memilih rokok apa untuk menjadi kebiasaannya, tapi juga rasa asap. Rasa asap itu berbeda-beda. Ada rasa asap yang pahit, manis, sedikit pedas dan nyegrak, mungkin ada juga yang seperti tak ada rasanya.

Terlepas berbagai alasan seseorang menjadi perokok, sebelum jadi perokok, orang bisa berganti-ganti rokok. Dalam prose situ ia sedang menyeleksi rasa asap. Ada rokok yang membuat dia batuk, ada rokok yang membuat dia mual atau pusing, tetapi ada rokok yang langsung disuka rasanya. Artinya, apakah rasa asap rokok menentukan selera dan kecocokan dengan seseorang atau sebaliknya, orang menentukan rasa asap rokok yang dipilihnya. Mungkin hal kedua lebih dekat.

Jika seseorang telah menjadi perokok, dalam rentang waktu yang lama dia akan setia dengan rokok itu. Tidak mudah berpindah-pindah (rasa asap) rokok. Memang banyak cerita kondisi keuangan menentukan jenis pilihan rokok murahan atau agak mahal. Tapi dalam kenyataannya, bagi perokok kondisi itu tidak terlalu menentukan. Kenyataannya, banyak rokok agak mahal rasa asapnya kok ya bagaimana gitu…

Namun, bukan saja rasa asap yang menentukan mengapa orang merokok. keberadaan asap juga sangat penting. Saya tidak bisa membayangkan kalau rokok dan merokok tidak ada asapnya. Menurut beberapa cerita, asaplah yang mempertahankan orang merokok, dalam arti ketika merokok orang menikmati asap yang berterbangan. Menurut salah satu riset yang pernah saya baca, perokok hampir tidak pernah merokok di tempat gelap yang asapnya tidak kelihatan. Saya juga tidak tahu, katanya, orang yang tidak bisa melihat (buta) juga tidak merokok.

Itu pula sebabnya, banyak perokok yang “tidak biasa” merokok dalam keadaan sangat berangin. Ketika asap dengan sangat mudah hilang berterbangan, biasanya perokok tidak menikmati rokoknya karena tidak bisa menikmati asapnya. Di tempat yang tenang, yang tidak begitu berangin, rokok lebih dinikmati oleh perokok.

Baca Juga:  Betapa Pentingnya PT Djarum Bagi Pembangunan Kudus

Ada waktu-waktu tertentu kapan perokok paling menikmati rokoknya. Berdasarkan pengalaman saya, saat paling nikmat adalah pagi hari bangun tidur, dan ditemani secangkir kopi atau teh panas. Kenapa pagi, karena daya serap tenggorokan menikmati asap lebih segar dan kuat. Saat kedua yang paling  dinikmati adalah sehabis makan dan/atau setelah berolahraga. Hal itu dengan alasan yang sama yakni karena tenggorokan seperti dalam kondisi “baru” dan siap menerima asap secara maksimal.

Jadi, asap itu penting. Komposisi kretek (rokok) juga menentukan jenis asap. Walaupun tergantung daya sedot seseorang ketika merokok, tetapi ada asap yang agak “pekat”, dan asap yang agak “cair” dan gampang terurai. Perokok lebih suka asap yang tidak gampang terurai. Kadang dia menikmati dan memainkan asapnya dalam berbagai bentuk, terutama dalam bentuk lingkaran asap. Kemampuan ini tidak banyak yang bisa. Yang paling istimewa ada perokok yang bisa mengeluarkan asap dalam bentuk hati (simbol cinta). Tapi kemampuan itu sangat sedikit yang bisa, perlu keterampilan dalam latihan khusus.

Saya tidak ingin mengataka bahwa harga rokok menentukan rasa asap. Tapi beberapa rokok yang harganya murah, rasa asap rokoknya sangat berbeda. Tapi saya ingin mengatakan bahwa jangan-jangan jenis asap rokok yang agak murah lebih berbahaya daripada rokok yang harganya mahal. Saya perlu dukungan riset untuk hal ini.

Ada beberapa pengalaman lain soal asap rokok. Suatu ketika, dalam suatu pertemuan di ruang ber-ac, Ngarso Dalem merokok. Dan, kita tahu rokok Ngarso Dalem adalah cerutu (pasti cerutu mahal). Saya sempat mencium aroma asap rokok Sultan kita itu. Baunya wangi dan menyegarkan. Saya mencuri-curi aroma asapnya karena hanya itu yang bisa saya lakukan. Saya suka banget, tapi saya tidak bisa membelinya karena terlal mahal buat saya.

Baca Juga:  Kejahatan Jenis Baru: Pencuri Rokok

Ada juga cerita lain, ketika ada orang yang mengalami sakit yang berkaitan dengan pernapasan, maka oleh dokter dia malah disuruh merokok. dan terbukti orang itu sehat dan hingga kini menjadi perokok. Ada juga terapi abu rokok, yakni abu tadi dioleskan ke tubuh orang yang sedang sakit itu. Saya juga ingin ada (dukungan) riset yang berkaitan dengan ini.

Para perokok memang mendapat informasi bahwa merokok itu berbahaya. Saya agak menghindar dari perdebatan ini. perdebatan ini sudah puluhan tahun, dan para perokok terus bertambah, dan para pembenci rokok juga bertambah. Tapi yang pasti, dalam ancaman impotensi dan kematian para perokok telah menyumbangkan uangnya. Dalam sumbangan yang besar itu, para perokok telah menyangga secara sangat-sangat signifikan perekonomian Indonesia.

Saya tidak ingin mengatakan bahwa dalam hal ini Negara bersifat munafik dan mendua. Di satu sisi, Negara ikut mengancam para perokok dengan ancaman yang menakutkan, tetapi di sisi lain Negara dengan senang hati menerima pajak atau cukai rokok yang sangat besar itu. Para perokok juga telah menyelamatkan perekonomian jutaan orang Indonesia. Dengan tetap ada perokok, dia mmeberi kehidupan dan menyejahterakan jutaan orang Indonesia. untuk itu, kasihani dan hormati perokok.

 

Sumber Foto: Eko Susanto (Flickr)

Aprinus Salam
Latest posts by Aprinus Salam (see all)

Aprinus Salam

Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM dan Dosen Pasca Sarjana FIB. Yogyakarta.