Press ESC to close

Dilema Pertarungan Soal Tembakau

Tembakau dan rokok selalu menjadi pembicaraan hangat. Kedua hal ini seakan menjadi topik yang tidak pernah mati untuk diperbincangkan. Menguntungkan atau merugikan, berbagai golongan dengan latar belakang berbeda selalu beradu perspektif akan hal ini.

Sayangnya, banyak di antara yang terlibat dalam perdebatan tentang tembakau ini tak mengerti apa yang mereka bela. Misalnya, mereka yang anti tembakau, tak jarang pengetahuannya soal tembakau terbatas atau mereka yang mendukung tembakau pun ternyata hanya memiliki secuil informasi mengenai manfaatnya.

Di Indonesia tembakau sudah menjadi bagian dari budaya. Sebagian masyarakat Indonesia bisa akrab dengan saling berbagi lintingan tembakau. Berbagai acara adat pun menggunakan lintingan tembakau sebagai sajian.

Kualitas tembakau asal negeri ini pun sudah tak diragukan lagi. Seluruh dunia tertarik dengan tembakau asli Indonesia. Tak bisa kita pungkiri bahwa tembakau merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Tembakau pula yang menjadi penyumbang cukai terbesar melalui salah satu produknya, rokok. Secara ekonomi seharusnya tembakau menguntungkan bangsa ini.

Di sisi lain, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa rokok yang mengandung nikotin dan tar itu berdampak bagi kesehatan. Pada beberapa kasus, rokok menjadi faktor risiko penyakit tidak menular seperti kanker. Hal ini yang menjadi dasar kenapa orang-orang kesehatan menentang rokok.

Baca Juga:  Penjualan Cengkeh Lesu Akibat Wabah

Pertarungan pun semakin sengit dengan adanya beberapa penelitian tandingan yang menyebutkan rokok tak berpengaruh terhadap kesehatan. Tak sedikit penelitian itu yang tercantum di jurnal internasional. Namun, perlu digarisbawahi sejak awal rokok disebutkan sebagai salah satu faktor risiko, bukan satu-satunya penyebab.

Kampanye anti rokok pun tak pernah berhenti dilakukan. Bahkan, tanggal 31 Mei diperingati sebagai hari tanpa tembakau sedunia. Kampanye yang menyebabkan banyak orang berpikir tembakau sama sekali tak ada gunanya.

Mungkin ini juga yang menjadikan banyak orang berlomba-lomba meneriakan anti tembakau tanpa tahu dasar dan alasannya yang jelas. Setiap orang yang masuk ke dunia kesehatan pasti akan dijejali dengan berbagai macam efek samping rokok. Namun, silahkan tanya pada mereka, berapa jurnal atau buku yang sudah mereka baca terkait rokok dan tembakau?

Hal ini yang membuat saya merasa miris. Argumentasi orang-orang tanpa ilmu yang cukup seperti itu hanya akan menguap di udara. Jika anda ingin berbicara mengenai anti rokok atau semacamnya, harusnya anda sudah membekali diri dengan ilmu yang banyak, argumentasi kuat, bukan hanya omong kosong.

Bukan hanya yang anti rokok, pro rokok pun banyak yang hanya membawa argumentasi kosong. Berbicara soal merokok adalah hak tanpa menghargai hak yang bukan perokok. Masalah ini, terutama di Indonesia, tak bisa hanya dipandang dari satu kacamata. Melihatnya dari berbagai perspektif dengan argumentasi rasional tentu sebuah langkah yang lebih bijak.

Baca Juga:  Yang Luput Dari Razia Perokok

Kita tak bisa menyamakan negeri ini dengan Amerika Serikat yang dengan mudah bisa menerima kampanye anti rokok. Bangsa ini sudah lama bersahabat dengan tembakau, bahkan jutaan orang hidup bergantung pada tanaman ini.

Mungkin pendapat seperti itu terdengar naif, tapi inilah kenyataannya kita terlalu sibuk dengan kepentingan sendiri sehingga lupa dengan hak orang lain. Perokok dan bukan perokok tak seharusnya menjadi musuh.

Merokok atau tidak merokok itu adalah hak. Di sini yang harus diperbaiki adalah bagaimana kita sebagai sesama manusia saling menghargai hak orang lain. Kita harus memandang manusia sebagai manusia, agar bisa sepenuhnya juga menghargai haknya.

 

Erika Hidayanti

Erika Hidayanti

Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta. Aktif di lembaga pers mahasiswa dan akun @erikaekaa