Search
Mempertanyakan FCTC dan Antirokok

Jika FCTC Tidak Ditelurkan, Antirokok di Indonesia Telurkan Apa?

Bagi Armand Maulana dan Dewi Gita, 11 Januari merupakan tanggal yang istimewa. Sebab pada tanggal itulah awal keduanya jadian. Kabarnya, kerap dirayakan secara khusus.

Lain halnya dengan The Beatles, pada 11 Januari 1963 group asal Inggris itu merekam acara TV nasional pertama mereka; Thank Your Lucky Stars. Selain itu, single mereka yang berjudul “Please Please Me” juga dirilis pada hari yang sama— yang tiga tahun setelahnya berencana memberi nama album mereka Everest.

Nama Everest terinspirasi dari bungkus rokok bermerek Everest, rokok yang diproduksi di Belgia, Prancis, dan Afrika Selatan—jenis rokok putih (baca: rokok tanpa cengkeh). Everest juga dikenal sebagai merk rokok yang dikirimkan untuk tentara Amerika Serikat yang berperang di Vietnam.

Rencana tinggallah rencana, walaupun akhirnya album The Beatles yang ke 11 itu menjadi bertajuk “Abbey Road”. Secara umum, pemerhati musik menyebutkan bahwa album tersebut terbilang fenomenal, dan banyak merebut perhatian dunia.

11 Januari adalah kunci, tanggal yang menjadi cikal bakal munculnya wacana perang terhadap rokok di Amerika pada 1964 yang kala itu Surgeon General yang membawahi lembaga kesehatan publik Amerika Serikat. Dr. Luther Terry yang juga seorang ahli bedah—yang pada 53 tahun lalu itu—untuk pertama kalinya merilis laporan terkait penyakit kanker paru-paru dan Bronkitis Kronis. Sang dokter menyebut kedua penyakit itu disebabkan oleh rokok.

Baca Juga:  Panen Cengkeh di Tengah Pandemi

Laporan setebal 387 halaman itu diterbitkan pada hari Sabtu untuk menekan efek negatif pada pasar saham Amerika. Sekaligus untuk memaksimalkan cakupan pada koran minggu.

Memasuki 1965, bungkus rokok di Amerika diwajibkan menyertakan peringatan bahaya tembakau. Di Indonesia, pada tahun yang sama tercatat sebagai tahun tragedi berdarah. Terjadi pada bulan September yang merupakan skenario Central Intelligence Agency (CIA) dalam upaya penyingkiran Sukarno, yang kemudian menjadi pintu masuk modal asing bermain di Indonesia.

Empat tahun setelahnya, pada 1969, Amerika mengeluarkan undang-undang larangan iklan rokok di TV dan radio, yang praktiknya baru dilaksanakan pada 1971. Kemudian disusul dengan adanya  pengumuman pada 1972 oleh Sergeon General yang menyatakan bahwa perokok pasif sama beresikonya dengan perokok aktif, bisa terkena kanker dan gangguan janin.

Sampai pada muaranya, kemudian organisasi kesehatan dunia (WHO) menelurkan traktak pengendalian tembakau yang dikenal dengan Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC). Tentu bagi Armand dan Gita, juga The Beatles, traktat ini tidak terlalu menjadi sorotan mereka. Apalagi soal Amerika yang belum juga meratifikasi traktat (FCTC) tersebut.

Baca Juga:  Cacat Logika Pemerintah Dalam Menaikkan Tarif Cukai Rokok

Lebih jauh lagi soal kenapa belum meratifikasi juga, sementara pemerintah AS sejak jauh tahun sudah mencetuskan perang terhadap rokok. Brengseknya, di Indonesia, desakan untuk meratifikasi FCTC terus saja digelorakan oleh antirokok, yang jelas-jelas kita ketahui gerakannya didanai industri farmasi asing.

Hal itulah yang memantik pertanyaan penulis. Jika tidak ada hasil laporan Luther Terry pada 53 tahun silam, tepatnya 11 Januari 1964, apakah ada suara dari antirokok yang melulu mengait-ngaitkan rokok dengan bahaya kesehatan? Terus, kalau tidak ada hasil penelitian dari luar dan tidak adanya badan kesehatan dunia yang menelurkan FCTC, apa coba yang mereka telurkan? Taik?