Press ESC to close

Saya Merokok, Saya Menabung, Saya Bisa Beli barang Mahal

Saya merokok hampir setiap hari. Ngisepnya sih nggak sampai sebungkus, tapi berhubung hidup bareng rakyat banyak sehari bisa beli sampai 2 atau 3 bungkus. Ya nggak apalah, namanya hidup komunal, yang kayak gitu emang wajar. Buat saya, semakin sering kita keluarin yang semakin sering juga uang yang masuk. Kalau terlampau pelit malah nantinya rezeki kesumbat.

Setiap bulan saya punya target pengeluaran. Ingat, bukan target pemasukan. Soalnya kalau biaya yang harus saya keluarkan udah ketahuan, ya jelas sudah berapa pemasukan yang haris saya perjuangkan. Nah di target pengeluaran itu ada sisihan biaya kalau saya mau beli-beli sesuatu yang harganya lumayan.

Misal, bulan ini saya ganti kedua ponsel yang saya miliki. Yang satu diganti iPhone 7 Plus, yang satu diganti Samsung J7 Prime. Total yang dikeluarkan ya lumayan. Cukuplah buat beli 1 motor matic baru.

Pertanyaannya, apa betul uang dan pemasukan saya sebesar itu? Jawabannya ya nggak juga. Kerjain proyek sana-sini, dari kantor pajak satu ke kementerian yang lain. Tiap bulan saya juga harus alokasikan uang untuk biaya rumah serta biaya sekolah dan kuliah adik saya. Ya saya juga harus alokasikan untuk biaya mobilitas saya setiap harinya. Apalagi saya tipikal orang yang gampang banget ngeluarin duit. Gampang jajan, maksudnya.

Misal, kalau ketemu action figure bagus di lelangan fesbuk atau tokol ya saya usahain beli. Kalau harganya kelewat mahal, ya hitung-hitungan dulu. Itu barang seberapa susah dapetnya dan layak atau tidak dimahar mahal. Belum ya kalau lagi ketemu ama teman, makan atau ngopi ya kadang saya yang bayar. Tapi ya ikutin prinsip saya tadi, semakin lancar pengeluaran (insyaallah) pemasukan nggak tersumbat.

Baca Juga:  Pendukung Tim Unggulan Jangan Banyak Berfilsafat, Nyebats Saja!

Nah soal beli hape, saya emang udah niat dari awal barang itu dirilis. Dari bulan November udah niat pengen beli ponsel itu. Makanya ya ada anggaran yang emang dialokasikan buat tersisih di rekening khusus simpanan, biar nantinya hape mahal itu bisa kebeli. Lah alhamdulillah awal bulan kemarin bisa kebeli, dua sekaligus malah.

Apakah saya bikin tulisan ini buat riya? Nggak juga. Saya bikin tulisan kayak gini karena liat status soal rokok dan nabung. Seorang kawan membagi status yang bilang kalau situ berhenti merokok maka situ bakal punya banyak uang. Halah, logika dari mana itu.

Dari cerita soal rokok dan dapat uang itu, ada satu hal yang sebenarnya menjadi kunci si orang yang berhenti merokok itu bisa punya banyak uang; nabung. Ya karena menabunglah dia bisa mempunyai uang yang bisa buat beli motor. Kalau situ berhenti merokok tapi duitnya nggak ditabung ya mana bisa punya duit banyak.

Yang merokok dan nabung juga banyak kok. Misalnya ya saya. Orang lain juga ada. Mereka yang hidupnya ya sebenarnya pas-pasan, merokok, tapi bisa nabung buat umroh, naik haji, atau beli-beli sesuatu juga ada. Jadi intinya mah di niat buat nabung aja. Dia punya duit bukan gegara ngerokok atau nggak ngerokok.

Baca Juga:  Kontribusi Dibalas Diskriminasi

Jadi, menurut saya mah, nggak ada hubungan antara beli rokok sama nggak punya uang. Persoalan kalian berhenti merokok ya bagus, ditambah kalian bisa nabung ya lebih bagus. Tapi menyederhanakan kalau uang rokok dipotong atau ditiadakan, lalu kalian bisa punya banyak uang ya nggak bisa juga. Toh saya yang beli rokok tiap hari masih bisa beli apa-apa yang saya mau.

Kalau emang kalian mau beli sesuatu atau punya uang banyak, jalannya ada dua: kerja keras dan nabung. Kalau kalian malas atau kesulitan melakukan kedua hal itu, saya kasih saran ketiga: makan Indomie goreng setiap hari selama setahun.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit