Search
petani tembakau

Debu Pembangunan Jalan Tol Membunuh Senyum Bahagia Petani Tembakau

Tahun ini tidak sepenuhnya memberi kabar baik bagi para petani tembakau. Di beberapa daerah tak sedikit yang mengeluhkan persoalan gagal panen yang dialami. Seperti yang terjadi di Pulau Lombok misalnya. Hujan lebat dalam satu bulan terakhir membuat sebagian besar tanaman tembakau mengalami kerusakan dan gagal panen, hanya sedikit petani yang bisa memetik dan menikmati panen tembakau.

Hal itulah di antaranya yang membuat hasil panen tahun ini menurun drastis dibanding tahun sebelumnya. Seperti yang diungkapkan Sufardi, petani sekaligus pengomprong (pengering tembakau) dari Desa Kabar, Kabupaten Lombok Timur. “Hasil panen tembakau pada musim tanam tahun ini sedikit, karena hampir sebagian besar tanaman tembakau mengalami kerusakan akibat hujan. Itulah sebabnya harga tembakau basah lumayan mahal pada panen tahun ini,” ungkapnya.

Kondisi sekarang sebetulnya hampir serupa terjadi dengan musim tanam tahun lalu, banyak di antara petani tembakau harus merugi akibat gagal panen. Persoalan cuaca yang tak menentu menjadi salah satu penyebabnya. Meski ada pula beberapa faktor lain di luar perkara cuaca.

Penyebab yang paling ekstrim adalah yang dialami petani tembakau di Desa Wungurejo, Kabupaten Kendal, Kecamatan Ringinarum, Jawa Tengah. Ketika puluhan hektar tanaman tembakau di desa itu mati, tanpa ada yang bisa terselamatkan. Kabar tidak baik ini sangat berkebalikan dengan penyebab gagal panen yang dialami petani tembakau di Lombok yang sedikitnya masih bisa tersenyum.

Matinya puluhan hektar tanaman tembakau di desa ini akibat tertutup debu dari proyek pembangunan jalan tol Semarang—Batang. Meski para petani tembakau di desa Wungurejo sudah berusaha meminimalisir kerugian dengan menyemprot daun-daun tembakaunya, kemalangan ini tetap tak terelakkan.

Baca Juga:  Nasi Goreng Tembakau yang Tak Kalah Lezat dari Buatan Megawati Sokarnoputri

Menurut Sugito, tanaman tembakaunya yang berusia empat bulan sebenarnya sudah memasuki masa panen. Hanya saja karena daun tembakaunya terkena debu, akhirnya tidak laku dijual. Bahkan, banyak tanaman tembakau yang mati akibat debu yang menempel di daun.

Kerugian petani dalam satu hektar ditaksir mencapai Rp.60 juta. Sama sekali tak ada yang bisa dipanen. Penghidupan para petani di desa ini selain bergantung dari tanaman tembakau juga bergantung dari tanaman jagung. Namun keduanya sama-sama mati terdampak proyek jalan tol, dan dengan terpaksa mereka tanggung sendiri kerugiannya. Para petani hanya bisa pasrah melihat tanamannya kering.

Sugito berharap agar pemerintah memperhatikan nasib petani di desanya yang mengalami kerugian tidak sedikit itu. Sudah tembakau tidak bisa dipanen nasib tanaman jagungnya pun demikian, tak ada yang terselamatkan. “Daunnya banyak debu dan berpengaruh pada proses pembuahan,” jelas Sugito.

Perkara dampak dari pembangunan jalan tol ini mungkin tak terlalu menjadi perhatian banyak pihak, terutama pemerintah yang mestinya sudah lebih cepat tanggap mengantisipasi sebelum kemalangan itu terjadi.

Hal senada diungkapkan petani tembakau bernama Warsi. Menurutnya, tembakau tak bisa dipanen karena tidak tumbuh sempurna. Tembakau yang tumbuh menjadi kerdil dan daun menggulung.

Tentu kerugian yang dialami Sugito, Warsi, dan sekian petani tembakau lainnya ini bukanlah semata perkara kerugian materil, ada beban psikologis pula yang mereka tanggung. Apalagi ketika harus dihadapkan dengan desakan kebutuhan sehari-hari. Bayangkan jika mereka tidak memiliki simpanan uang yang cukup, barangkali tak ada pilihan selain menggadaikan atau menjual beberapa barang berharga yang mereka miliki.

Baca Juga:  Merokok dengan Baik

Sementara sampai sekarang belum satu pun kabar mengemuka di berbagai media daring, terkait sikap pemerintah daerah maupun provinsi dalam menyikapi kondisi yang tak baik tersebut. Apa solusi yang mereka ambil? Jika kemudian yang muncul hanya sebatas menyedap-nyedapkan perasaan petani. Itu jelas tak membuat dampak serupa tak berulang di masa datang. Karena faktanya dari waktu ke waktu lahan pertanian kerap dikalahkan oleh kepentingan pembangunan yang tidak bijak. Yang tidak berpihak terhadap sektor produktif pertanian.

Dan di kepala banyak orang, terutama mereka yang kerap menstigmatisasi asap rokok sebagai biang kerusakan. Tidakkah mereka melihat adanya fakta ini, bahwa pembangunan yang kerap digadang-gadang sebagai indikator majunya sebuah kota justru membawa dampak kerugian yang nyata terhadap petani juga lingkungan. Arogansi pembangunan semacam inilah yang mestinya turut dikritisi oleh para pihak, bahwa debu pembangunan adalah musuh nyata yang membunuh senyum bahagia di wajah petani, juga di wajah saya manusia kota.

Indi Hikami