Press ESC to close

Menjadi Pekerja di Ladang Tembakau

Pagi itu saya bangun terlambat. Saya sudah bangun jam setengah enam pagi, namun karena merasa perlu menuntaskan hajat di perut, saya baru berangkat ke loteng jam 6. Ketika keluar rumah tempat saya menginap di Temanggung, saya melihat orang-orang sudah mulai menjemur tembakau rajangan. Saya melewati proses merajang tembakau pada hari pertama kami di Temanggung.

Saya dan beberapa teman dari Komunitas Kretek tengah berada di Temanggung, untuk belajar lebih dalam lagi tentang persoalan pertembakauan. Beruntung, kami dapat menumpang tinggal di rumah salah satu petani terbaik yang ada di Desa Tlilir. Seorang petani bernama Sugito yang dikenal seantero Temanggung karena kualitas tembakau dari ladangnya. Soal ini akan saya ulas lebih serius pada tulisan yang lain.

Dalam kerja-kerja yang dilakukan para petani tembakau, beberapa dari mereka mempekerjakan orang lain untuk membantu kerjanya di ladang dan rumah. Di ladang untuk merawat tanaman dan memanen, di rumah untuk melakukan proses pasca panen. Jadi hampir dalam seluruh fase budidaya tembakau dibutuhkan pekerja yang siap membantu para petani.

Umumnya, masyarakat Temanggung hidup dari tembakau. Karenanya mereka biasa memanfaatkan musim tembakau sebagai ladang penghasilan untuk hidupnya dan keluarga. Hal semacam inilah yang mendasari Mugiat untuk ikut bekerja di ladang tembakau Sugito.

Mugiat adalah seseorang yang memiliki ladang tembakau, walau memang tidak seberapa besar. Hanya sekitar setengah hektar. Karena itulah Ia memutuskan untuk ikut bekerja bersama petani lain sebagai upaya menambah penghasilan dari musim tembakau. Seperti namanya, Ia bekerja dengan giat ketika musim tembakau tiba.

Biasanya ketika masuk musim tanam, Ia lebih dulu mengurus lahannya bersama anak dan istri. Ketika pembibitan dan menyiapkan tanah untuk ditanami, Ia akan ada di ladangnya dulu. Nanti setelah lahannya ditanami dan bisa ditinggal, Ia menyerahkan nasib ladangnya kepada istri dan anaknya yang sudah dewasa.

Di tempat Sugito, Giat mengerjakan semua hal yang dilakukan dari fase menyiapkan tanah hingga pascapanen tembakau. Ia membantu Sugito dari saat pembibitan hingga mengangkut keranjang tembakau siap jual ke mobil untuk dibawa ke gudang. Semua dikerjakan Giat sebagai seorang pekerja di ladang.

Baca Juga:  PP Tembakau dan Pembangkangan Sipil

Ketika awal musim, Ia beserta pekerja lainnya menyiapkan tanah untuk ditanami. Setelah bibit siap, Ia tanami dengan tembakau. Masuk masa perawatan tanaman Ia juga memberikan pupuk, memangkas tangkai bunga yang tumbuh disela batang dan daun, juga memastikan penanganan seandainya tembakau diserang hama wereng.

Hal ini Giat lakukan hampir di sepanjang dua-tiga bulan masa tanam tembakau. Setidaknya ketika Ia tidak mengharuskan diri untuk bekerja di ladang sendiri. Ada masanya di mana Ia perlu membantu keluarganya mengurus lahan. Biasanya hal semacam ini dilakukan ketika pekerjaan di ladang Sugito sedang tidak terlalu banyak.

Namun saat panen, hampir seluruh waktunya disita oleh pekerjaan di ladang Sugito. Maklum, Sugito memiliki sekitar 1,5 hektar lahan yang ditanami tembakau. Dengan mengandalkan tenaga Sugito sendiri beserta dua pekerjanya, mereka hampir tidak memiliki waktu beristirahat. Itu saja mereka telah dibantu oleh tenaga pemetik yang hanya bekerja saat pemetikan.

Ah iya, pada masa panen biasanya hadir pekerja tambahan untuk membantu proses pemetikan. Mereka datang hanya untuk membantu memetik daun tembakau sedari jam 9 pagi hingga jam 2 siang. Begitu selesai memetik dan panen telah diangkut ke mobil, kerja mereka hari itu telah selesai.

Noto Mbako
Noto Mbako

Berbeda dengan Giat dan pekerja lainnya. Mereka yang bekerja penuh akan ikut terlibat dalam proses pascapanen, mulai dari menata tembakau untuk diperam, merajang tembakau setelah daun tembakau matang keseluruhan, menjemur daun rajangan, hingga menggulung tembakau rajangan yang telah kering. Semua kerja ini mereka akhiri dengan menaikkan keranjang berisi tembakau siap jual ke mobil untuk dibawa ke gudang.

Tentu saja, pekerja seperti Giat yang bekerja penuh mendapat bayaran berbeda dari pada pekerja yang hanya memetik saja. Biasanya, para pekerja penuh seperti Giat dibayar pada kisaran Rp40 ribu hingga Rp50 ribu per hari. Itu angka yang diberikan ketika musim tembakau belum tiba. Oh iya, musim tembakau di sini diartikan sebagai masa panen dan petik tiba. Ketika musim tembakau, mereka dibayar pada kisaran angka Rp50 ribu hingga Rp70 ribu. Itu belum masuk bonus yang diberikan ya.

Baca Juga:  Pentingnya Keberadaan Pabrik Rokok Lokal Bagi Masyarakat Sekitar

Sementara para pemetik dibayar pada kisaran Rp35 ribu hingga Rp50 ribu per hari. Jumlah yang mereka terima bergantung pada hasil kerja yang mereka lakukan. Nantinya upah akan dibayar sesuai kehendak pemetik. Jika mau diambil harian bisa, diambil sekalian pun bisa. Tergantung kebutuhan pemetiknya.

Jika menghitung musim tanam tembakau dan panen, Giat bisa bekerja selama 3 bulan saat masa merawat tembakau. Lama tersebut bisa dikurangi waktu ketika para pekerja mengurus ladangnya sendiri. Sementara pada saat masa panen tembakau, mereka bisa bekerja selama dua bulan penuh.

Kalau mau diratakan, upah yang diterima saat merawat tanaman sebesar Rp40 ribu dan yang diterima saat panen sebesar Rp60 ribu, lalu dihitung waktu bekerja saat merawat tanaman selama tiga bulan dan masa panen dua bulan, mereka bisa membawa pulang uang sekitar Rp7 juta. Itu belum termasuk bonus-bonus yang bisa mencapai angka Rp1 juta rupiah tergantung musimnya sedang bagus atau tidak. Angka yang lumayan besar jika dibandingkan upah minimum kabupaten Temanggung yang sebesar Rp1,4 juta.

Lagipula, angka di atas adalah hasil dari kerja sampingan yang dilakukan untuk menambah pemasukan saja. Belum termasuk uang yang dihasilkan dari ladang-ladang yang mereka miliki di rumah. Maklum, pada musim tanam tembakau tambahan penghasilan seperti ini harus dimaksimalkan. Semua kesempatan untuk mendapatkan penghasilan haruslah dimanfaatkan.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit