Search

Omong Kosong Soal Pengendalian Rokok

Sebenarnya, jika kita mau berbicara soal rokok, ada satu hal yang terlebih dahulu perlu kita selesaikan. Yakni dalam persoalan, apakah kita mau memandang perkara rokok hanya dalam sudut pandang kesehatan atau pada banyak dimensi. Jika hanya kesehatan, ya mari bahas perkara kesehatan. Jika banyak dimensi, mari bahas perkara ekonomi, sosial, kesehatan, juga budaya.

Apabila untuk menyelesaikan persoalan ini pendekatan yang pertama, hanya membahas faktor kesehatan yang kita pilih, maka selesailah sudah semua perkara. Rokok itu punya potensi risiko terhadap penyakit berat macam jantung atau kanker. Dalam sudut pandang yang lebih ekstrem, rokok adalah pembunuh. Karena itu rokok berbahaya dan perlu dimusnahkan. Titik.

Kalau sudah begitu pikirannya, maka sudah jelas satu-satunya jalan agar kesehatan masyarakat tetap terjaga adalah dengan membuat rokok menjadi barang ilegal. Bahwa rokok tak lagi boleh diproduksi, dikonsumsi, dan diperjualbelikan. Tembakau pun, sebagai bahan bakunya, harus dilarang total. Petani tak lagi boleh menanam, selayaknya rokok yang dilarang berada di bumi nusantara ini. Begitu kira-kira.

Sialnya, mereka yang berbicara perkara rokok dengan dalih kesehatan ini tidak pernah mendorong hal tersebut. Mereka selalu menggunakan dalih kesehatan sebatas untuk pengendalian. Hanya untuk mengendalikan peredaran rokok saja. Tidak lebih. Bahwa rokok tetap jadi barang legal, dan tentu saja masih dianggap berbahaya untuk kesehatan.

Di sinilah letak ketidakadilan kelompok penentang rokok. Hanya dengan mengendalikan peredaran, mereka tidak benar-benar sedang memperjuangkan kesehatan rakyat. Kalau rokok memang dianggap berbahaya dan membunuh, sudah sepantasnya mereka mendorong agar rokok dijadikan barang ilegal dan dilarang peredarannya. Tapi sekali lagi, mereka tidak pernah mendorong itu.

Baca Juga:  Potret Perempuan-Perempuan Tangguh Pembuat Rokok

Kesehatan masyarakat, yang jadi dalih dan barang dagangan dalam kampanye antirokok, hanya menjadi kedok cerita kepahlawanan mereka. Toh dalih kesehatan yang melulu mereka bahas akhirnya dikombinasikan dengan faktor-faktor lain, yang jujur saja selalu mereka abaikan. Kalau memang mau bahas perkara rokok dalam dimensi yang beragam, mari kita coba berpikir dengan adil.

Jalan keluar dari persoalan ini tentu saja tidak bakal mengabulkan semua keinginan dari masing-masing pihak. Bahwa kesehatan masyarakat, dalam hal ini orang yang tak merokok, memang harus kita hargai. Tapi hak hidup dan nasib para petani tembakau, cengkeh, juga buruh pabrik rokok dan pekerja lainnya yang berhubungan dengan industri ini harus diperhatikan. Dan satu lagi yang kerap dilupakan, hak konsumen kretek pun harus dipikirkan.

Karena itulah semua pihak, harus dengan sadar, memahami bahwa hak kelompok lain pun harus diperhatikan. Tak bisa mencari jalan keluar dengan harap menang sendiri. Kalau negara tidak mampu menanggung nasib dan hidup jutaan orang yang bergantung pada industri kretek, ya buat aturan yang seadil-adilnya.

Persoalannya, bagaimana sih kiranya kebijakan yang adil itu? Nah, kalau sudah ada pertanyaan macam ini tentu jawaban paling baiknya adalah kebijakan yang memperhatikan nasib setiap golongan dan berkepentingan dalam isu terkait. Dalam urusan rokok tentu saja adalah perokok, petani, buruh, negara, dan masyarakat.

Baca Juga:  Man City Juara, Pep Guardiola Merokok

Kalau memang negara masih berharap pemasukan dari cukai rokok yang besar itu, perhatikan nasib pabrikan lokal yang sulit bersaing dengan perusahaan bermodal besar dan multinasional itu. Dengan membuat kebijakan yang memperhatikan pabrik, maka nasib buruh bakal lebih terjamin dan hasil panen petani bakal terserap secara pasti.

Nah, untuk dua pihak terakhir; masyarakat dan perokok, satu-satunya jalan keluar terbaik adalah ketersediaan ruang merokok layak di semua tempat umum atau ruang publik. Hal ini jelas penting agar hak masyarakat yang tidak merokok terlindungi. Risiko mereka terpapar asap rokok bakal diminimalisir karena perokok sudah melakukan aktivitas udud di ruang merokok. Kalau itu tidak disediakan, ya yang kena risiko dan merugi pastilah orang yang nggak merokok.

Itu kalau memang kita mau membahas perkara rokok dalam beragam perspektif ya. Kalau tidak mau, dan cuma memfokuskan bahasan pada faktor kesehatan, ya sudah. Bubarkan industri rokok dan buat rokok jadi barang ilegal dulu sana, jangan omong kosong doang. Gitu aja kok repot.

Aditia Purnomo