Tembakau adalah salah satu komoditas yang sulit dipisahkan dalam kehidupan masyarakat. Entah itu dalam urusan ekonomi, politik, budaya, soial, ataupun olahraga. Suka tidak suka, memang tembakau adalah salah satu komoditas penting yang menunjang jalannya berbagai hal dalam banyak sekali bidang.
Pada urusan olahraga, saya kira, Indonesia tidak akan mengenal istilah kejayaan bulu tangkis apabila tidak ada Djarum yang membangun satu klub profesional dan mendidik banyak atlet dari klub tersebut. Bahkan, dalam banyak gelaran turnamen, Djarum terlibat sebagai salah satu penyumbang terbesar dana yang digunakan.
Selain olahraga, tentu saja tembakau juga teribat dalam banyak masalah lain. Meski dianggap kontroversial, tetap saja tembakau memiliki banyak manfaat pada bidang yang lain. Ini adalah satu hal yang, suka tidak suka, harus diakui oleh masyarakat.
Karenanya ketika seorang Nirwan Arsuka memberi pernyataan soal kegiatan ‘dagang’ seorang penjual tembakau, saya agak menyayangkan pandangan dari aktivis pustaka bergerak tersebut. Menurut Nirwan, urusan literasi harusnya dipisahkan dari tembakau. Katanya, dunia literasi banyak melibatkan anak-anak, yang harusnya terpisah dari tembakau.
Saya amat memahami bahwa anak-anak memang harus dijauhkan dari urusan rokok. Tentu saja dijauhkan dari barang dan produknya. Tapi tidak manfaatnya. Bahwa kemudian yang berurusan dengan hal-hal positif, saya rasa tidak ada masalah jika dilakukan. Toh tujuannya membawa kebaikan.
Entah ada berapa banyak anak yang dibiayai oleh beasiswa dari perusahaan rokok. Apakah itu strategi agar anak-anak yang diberi beasiswa untuk merokok? Tentu saja tidak. Saya mengenal satu orang yang benci terhadap rokok, tapi biasa saja ketika menerima beasiswa dari perusahaan rokok. Tidak ada masalah kan?
Memang, saya mengakui ada kebodohan pemikiran dari si pedagang tembakau yang menyatakan, bahwa tidak ada masalah jika ada anak yang merokok. Kalau ini yang mau dikritisi, silakan saja. Toh masih banyak orang yang tidak sadar bahwa anak-anak memang harus dijauhkan dari perkara rokok dan merokok.
Hanya saja, kegiatan mendonasikan buku dari hasil penjualan tembakau bukanlah satu hal yang perlu dipermasalahkan oleh seorang Nirwan Arsuka. Sebagai seorang yang tengah aktif dalam kegiatan literasi, saya berutang banyak pada gagasan serta pemikiran Nirwan. Tapi dalam urusan ini, saya kira bang Nirwan berada dalam posisi yang kurang tepat.
Program dan kegiatan yang dilakukan di Bandung itu, sekalipun ada pada konteks urusan dagang, sah-sah saja dilakukan. Toh ada banyak barang dagang yang menarik minat pembeli dengan mengadakan program serupa. Satu kemasan pasta gigi untuk satu santap sahur atau dua botol air mineral untuk 1 dukungan pendidikan, saya kira tidak ada bedanya.
Donasi, apapun bentuknya, tidak mengenal latar belakang. Siapapun anda, tidak bisa dilarang untuk memberikan donasi. Aneh rasanya jika kita mengkotak-kotakan upaya seseorang untuk membantu yang lain. Dan tidak benar rasanya, jika ada seseorang yang mau membantu donasi malah dilarang-larang.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024