Press ESC to close

Perempuan Perokok di Dunia Hiburan Terbelenggu Moralitas Umum

Di Indonesia, menjadi perempuan perokok itu begitu dilematis. Yang pertama, rokok selalu identik dengan perilaku laki-laki (machoisme), kedua, rokok dicap biang penyakit yang mematikan, ketiga, rokok menjadi indikator moralitas. Apabila Anda melihat masyarakat umum yang merokok, apakah rokok itu lebih banyak dihisap laki-laki atau perempuan? Saya yakin jawabannya adalah laki-laki. Hal ini membuktikan, perempuan perokok masih dianggap tidak umum, karena oleh keumuman perempuan yang merokok dicap tidak bermoral.

Oleh sebab itu, tidak banyak perempuan yang  berani merokok di muka umum. Alasannya ya tadi itu, anggapan masyarakat umum yang sangat moralis dan bias gender. Sehingga, banyak perempuan menjadi malu mengekspresikan aktivitas merokoknya di depan publik. Atas rasa malu yang dikonstruksi masyarakat (keumuman) itulah banyak perempuan yang merokok secara sembunyi, memilih tempat yang lebih bebas dari stigma negatif terhadap perokok. Seperti di kafe, biliard, diskotik, atau di tempat wisata malam lainnya. Namun, pilihan seperti itu malah tidak menyelamatkan perempuan dari setreotipe masyarakat, perempuan perokok justru terjebak pada asumsi masyarakat yang lebih ganas lagi, karena aktivitas malam inilah perempuan perokok sering disebut perempuan nakal, liar, bahkan lacur.

Ketika perempuan perokok berusaha bersahabat dengan lingkungan, dan menempatkan etiket dirinya pada kawasan bebas merokok, yakni denga tidak merokok, hal ini tetap saja menjadi bahan hujatan orang-orang antirokok, juga berbagai aturan-aturan yang diskriminatif dan telah merebak luas dimana-mana.

Dalam ranah media hiburan pun perempuan dan rokok selalu jadi bahan sorotan negatif. Pada waktu lalu, isu rokok yang digemborkan oleh artis Ariel Tatum soal pakaiannya yang bolong karena rokok, telah ia unggah di InstaStory pribadinya. Ia mengatakan tidak sengaja terunggah ke publik, tadinya hanya untuk teman-teman dekatnya saja. Ariel Tatum lalu meminta maaf pada publik karena sudah terekspos bahwa ia adalah seorang perokok. Sebelumnya ia mendapat berbagai hujatan dari netizen, karena seorang artis perempuan merokok itu bagai mengumbar aib.

Baca Juga:  Senjakala Pengasong Rokok

Kasus Ariel Tatum dan rokok ini adalah bagian dari fenomena sosial perempuan dan rokok  yang cukup problematis. Bagaimana rokok bagi perempuan masih dianggap tabu, aib dan amoral. Maka tidak banyak artis perempuan yang berani mengumbar rokok maupun aktivitas merokoknya di depan publik. Jika hal itu terekspos media, akan berakibat fatal. Hujatan masyarakat menjadi ancaman besar, kelak bisa menjatuhkan status dan citranya sebagai figur publik.

Permintaan maaf pada netizen atas unggahan yang dilakukan Ariel Tatum karena merokok itu, sebetulnya tidak perlu dilakukan. Apa yang dilakukannya seolah-olah ia berada pada kendali netizen, bahwa menjadi artis itu harus perfeksionis. Keberadaan perempuan pada dunia hiburan, penggunaan tubuh perempuan sebagai ‘ilustrasi’ pada industri kecantikan dan kemolekan yang menonjol itulah yang sangat dipuja-puji dibanding sisi kehidupannya yang lebih realistis sebagai dirinya. Ingat loh, manusia itu makhluk yang unik, bukan makhluk satu dimensi.

Merokok dan mengonsumsi alkohol di kalangan artis dinilai sebagai ekspresi budaya yang buruk, dianggap memberi petaka bagi penggemarnya. Kemudian budaya malu dipaksa melekat dalam kehidupan artis ini, untuk menutupi citra yang sudah diciptakan oleh media. Namun tidaklah demikian bagi artis laki-laki yang perokok, justru dianggap lumrah karena rokok yang sifatnya menunjang maskulinitas.

Tampilan perempuan dapat menjadi penanda bagi posisi gendernya di dalam media hiburan.  Perempuan merokok menjadi indikator yang mencirikan apakah seorang  perempuan itu nakal, agresif, tidak bermoral dan sebagainya.  Berbeda  dengan artis-artis barat yang malah berkebalikan. Diantaranya Lana Del Rey seorang aktris perempuan yang berani unjuk rokok di depan publik.

Baca Juga:  Merokok di Dalam Stadion Saat Piala Dunia, Maradona Tak Sepenuhnya Bersalah

Ia mengaku dirinya adalah seorang perokok sejak usia 17 tahun. Bahkan ketika dirinya melakukan performa di atas panggung ketika konser, ia tak bisa lepas dari rokok. Karya-karya lagunya pun di berbagai video klip yang ia perankan kerap menunjukkan tentang perlawanan seorang perempuan yang ingin lepas dari belenggu stigma, bersama rokok di tangannya itu menjadi penanda aktif kebebasannya, menjadi pendobrak yang subyektif melawan kuasa patriarki.

Lana Del Rey menempatkan dirinya pada posisi ‘liberal-pluralist’ seorang perempuan yang membangun citra dirinya sendiri, seorang perempuan yang membuat keputusannya sendiri, menentukan ideologi visualnya sendiri. Dalam videoklipnya berjudul ‘Ride’  ia memadukan sajak-sajak dan lagunya tentang mimpi dan kebebasan seorang gadis—seniman muda. Dia mengendalikan tubuh dan pikirannya dengan semangatnya yang liberal.

Budaya malu, rasa takut dan tidak percaya diri bagi perempuan perokok nampaknya perlulah diubah dari sekarang. Perlawanan masif yang dibangun oleh Lana Del Rey patut menjadi acuan untuk merekontruksi citra perempuan perokok yang terjebak fenomena liar. Berbagai tekanan sosial atas citra perempuan yang dijejali mitos-mitos kecantikan, keluguan dan isyarat-isyarat feminim, telah meminggirkan perempuan secara psikis. Hal ini, menempatkan perempuan perokok pada posisi yang lagi-lagi sebagai ‘obyek’—mensubordinasi perempuan pada posisi yang sekunder.

Pinot Sity

Pinot Sity

Penjual buku bertemakan gender, sangat bergairah membicarakan seks sambil ngiseup roko dan kopi. Bisa disapa di @Ratukerang