Mengawali tahun 2018, Pemkab Ponorogo memberikan bantuan kepada para petani tembakau. Pemberian dua jenis alat pertanian berupa mesin rajang dan kultivator—mesin yang lazim digunakan untuk pengolahan tanah sekunder. Tentu bagi petani mesin semacam itu amatlah berguna bagi lahan penghidupan para petani. Bupati Ponorogo, Ipong Muchlissoni, memfokuskan pemberian itu untuk meningkatkan produksi pertanian tembakau di daerahnya. Ini hal yang perlu kita apresiasi.
Di tengah gencaranya isu kesehatan terkait bahaya tembakau dan rokok, justru bupati kelahiran Lamongan ini menyatakan perhatiannya terhadap peningkatan produksi pertanian tembakau. Sikap bupati Ponorogo ini patut menjadi contoh bagi para pamong daerah lainnya. Bukan apa-apa, selama ini kita jarang sekali disuguhkan berita-berita keberpihakan pejabat daerah terhadap sektor pertembakauan. Dari kabar tentang pemberian mesin perajang dan kultivator itu sedikitnya kita bisa menangkap dua isyarat.
Isyarat pertama, adanya upaya yang dilakukan pak bupati di awal tahun 2018 ini tentu akan memberi nilai lebih bagi dirinya. Sumbangan bermanfaat itu jelas akan memberi efek psikologis yang baik bagi penerimanya. Terutama lagi untuk kelangsungan sumber penghidupan masyarakat. Seperti yang kita ketahui juga, bahwa tahun 2018-2019 digadang-gadang banyak pegamat sebagai tahun poitik. Jka pun ada kepentingan politis di baliknya, itu sah-sah saja. Toh apa yang diberikan memang tepat guna dan tepat sasaran. Terlepas beliau didukung oleh kekuatan politik mana, saya tak mau ambil peduli.
Isyarat kedua, adanya upaya beliau dalam mengejawantahkan anggaran bantuan kepada petani yang dilakukan secara langsung. Dan seperti yang kita juga tahu, bahwa setiap daerah penghasil tembakau ada persentase dana yang dialokasikan dari DBHCHT untuk peningkatan di sektor hulu Industri Hasil Tembakau. Tentu hal itu memberi dampak tersendiri bagai para pihak, yang dalam konteks ini adalah daerah-daerah penghasil tembakau lainnya.
Namun sebagai perokok, saya dan para perokok di Ponorogo tentu punya pengharapan yang tak jauh beda. Terutama soal pengadaan ruang-ruang merokok, kalau saja pak bupati bisa mewujudkannya, paling tidak di gedung pemerintahannya. Sehingga masyarakat maupun jajarannya mendapatkan satu cerminan sikap positif dan mendidik dari pemimpinnya. Yang dengan demikian pula membuktikan dua bentuk perlindungan, baik terhadap petani juga terhadap konsumen rokok yang telah berkontribusi untuk negara dan daerahnya.
Tentu pula kita tak ingin muluk-muluk dalam memandang upaya seorang pejabat daerah. Karena itu memang hal yang sudah semestinya dilakukan. Asal itu bisa dilakukan secara konsisten dan taat asas. Niscaya akan banyak pihak meneladani sikap-sikap keberpihakan pamong terhadap masyarakatnya. Syukur lagi jika proporsi kegiatan pemberian itu tidak terlalu dibebani oleh target-target politik praktis. Namun sejauh masih bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dan itu berkeadilan, maka hanya golongan masyarakat yang dirongrong rasa iri dan dengki saja yang akan merisak sikap tersebut.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024