Press ESC to close

Tidak Ada Varietas Tembakau Bernama Gorilla

Bapak saya adalah seorang petani tembakau. Bukan petani besar, memang. Lahannya tidak seberapa. Tapi tetap saja, saya adalah anak yang tumbuh dan besar dengan melihat bapak memperjuangkan kehidupan keluarga dari tanaman yang satu ini.

Sepanjang saya melihat bapak menanam tembakau, saya belajar cukup banyak soal budidaya tanaman ini. Misal soal tembakau yang tidak bisa terlalu banyak disiram hujan, karenanya kami memulai musim tanam tembakau di pengujung musim hujan, atau soal pemupukan yang harus teratur agar tanaman berkembang baik.

Dari kultur menanam tembakau ini juga lah, saya mengetahui bahwa ada banyak jenis tembakau yang ditanam di Indonesia. Mulai dari tembakau lokal macam kemloko atau ulir kuning, hingga tembakau dengan kualitas oke macam Srinthil di Temanggung atau Ico dari Bugis.

Memang, dari sekian banyak jenis tembakau yang diproduksi, ada beberapa jenis tembakau yang masih kurang produksinya di Indonesia seperti Virginia atau WhiteBurley. Kedua tembakau tadi memang adalah jenis tembakau yang cukup sulit dibudidayakan di Indonesia. Cuma Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat yang mampu menghasilkan tembakau jenis tadi dengan cukup baik.

Dari sekian banyak tembakau itu, tidak ada satupun tembakau yang tidak memberi manfaat bagi orang-orang seperti kami. Entah itu Srinthil yang harganya begitu tinggi (hingga jutaan rupiah perkilo) atau tembakau Virginia, yang meski murah tapi dibutuhkan oleh pasar. Semua memberi manfaat bagi kami para petani juga keluarganya.

Baca Juga:  Ahok, Susi, dan Bahasa Lenong tentang Rokok

Sayang, beberapa tahun terakhir ini muncul satu jenis barang ilegal yang mencatut nama tembakau di depannya, dan kemudian membuat citra tembakau menjadi buruk. Dikenal dengan nama tembakau gorilla, meski kita sama-sama tahu bahwa tidak ada jenis tembakau yang dinamai gorilla di Indonesia. Memang sih, barang ini dibuat dengan bahan dasar tembakau. Tapi barang ini bukanlah produk olahan atau hasil tembakau yang memberi manfaat bagi banyak pihak.

Katanya sih, barang ini disebut gorilla karena si konsumen yang baru saja memakainya bakal kleyengan seperti ditimpa gorilla. Beuh, ngeri juga ya. Si gorilla itu kini masuk dalam jenis narkotika golongan 1 yang dapat membuat penggunanya diancam hukuman pidana.

Betul, bahwa barang ini dibuat dari bahan dasar tembakau yang disuntik atau disemprot oleh cairan entah apa namanya. Tapi tetap saja, penyebutan si gorilla ini sebagai tembakau tidak tepat guna karena memang tidak ada jenis tembakau yang disebut gorilla. Tidak pernah ada yang begitu.

Apalagi gorilla ini kemudian dianggap sebagai sebuah barang yang tidak diperkenankan peredarannya. Bertambahlah musuh bagi tanaman tembakau ini. Padahal ya tembakaunya tidak salah sama sekali. Hanya karena ada orang-orang tidak bertanggungjawab yang mencampur tembakau dengan zat psikotropika, nama baik tembakau sekali lagi dirusak di hadapan masyarakat.

Baca Juga:  Kerugian Negara Akibat Rokok Ilegal Bisa Digunakan untuk Membangun Puluhan Rumah Sakit

Padahal harus kita pahami jika gorilla sama sekali bukanlah jenis tembakau. Ia adalah produk narkotika yang kebetulan saja menggunakan tembakau sebagai mediumnya. Sama seperti orang-orang yang menggunakan tablet sebagai bentuk untuk narkotika bernama ekstasi. Masa iya orang-orang harus memusuhi semua obat berbentuk tablet cuma karena mediumnya sama.

Bahwa kemudian kretek sebagai produk olahan tembakau memiliki paparan asap terhadap orang lain, ya itu saja yang diatur agar tidak ada orang yang haknya terganggu. Jangan malah, hanya karena hal-hal macam begini masyarakat makin membenci tembakau. Kan nggak adil kalau begitu.

Ibil S Widodo

Ibil S Widodo

Manusia bodoh yang tak kunjung pandai