Press ESC to close

Ancaman Perda KTR Yogyakarta dan Alasan Mengapa Semua Itu Tidak Bakal Efektif

Setelah disahkan sejak awal tahun 2017, akhirnya Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok Yogyakarta disahkan oleh pemerintah Kota Yogyakarta. Sorak dan kecaman terdengar seiring dengan berlakunya Perda tersebut. Tentu saja, yang bersorak kelompok penentang tembakau, dan hanya orang waras yang mengkritik keberadaan Perda tersebut.

Pada satu sisi, semua orang agaknya sepakat dengan keberadaan regulasi yang mengatur rokok. Pun dengan Perda KTR. Hanya saja, kebanyakan Perda KTR dibuat tanpa memandang kepentingan seluruh pihak. Seperti yang terjadi di Yogyakarta.

Dari sekian banyak poin penting yang hadir dalam Perda KTR, lebih banyak yang membahas tentang sanksi kepada para pelanggar Perda. Apalagi, dalam banyak bentuk sosialisasi sebagai amanat Perda, lebih banyak yang memuat ancaman bagi para perokok agar takut melanggar aturan.

Untuk urusan ini, tentu saja kehadiran baliho-baliho besar yang memakan banyak biaya untuk belanja iklan amat mendiskreditkan hak perokok. Seakan para perokok yang ada di Yogyakarta bakal melanggar regulasi yang berlaku. Padahal, dalam konteks pelanggaran, harusnya pemerintah kota Yogyakarta juga memuatkan peringatan bagi para pengelola tempat umum.

Baca Juga:  Memangnya Ada yang Buka Puasa Dengan Merokok?

Menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Yogyakarta, Antonius Fokki Ardiyanto, harusnya berbagai spanduk sosialisasi yang beredar dibuat dengan asas kesetaraan dengan memuat ‘ancaman’ sanksi bagi pengelola tempat umum. Mengingat sanksi yang diberikan kepada pelanggar KTR bukan hanya menyasar perokok, tapi juga pengelola tempat umum yang tidak menyediakan ruang merokok.

Memang, aturan sanksi bagi para pengelola tempat umum terdapat dalam berbagai Perda KTR di berbagai tempat, termasuk Yogyakarta. Karenanya, jika memang pemerintah Kota Yogyakarta benar-benar berniat menegakkan aturan, mereka harus berani memberikan sanksi pada pengelola tempat umum seperti mall atau kantor pemerintahan yang tidak menyediakan tempat merokok.

Karenanya, ancaman sanksi bagi perokok ini menjadi bermasalah ketika ruang merokok sebagai konsekuensi keberadaan Perda KTR malah tidak disediakan oleh si pembuat kebijakan. Bagaimana bisa seseorang dikatakan merokok di sembarang tempat, ketika ruang merokok yang menjadi satu-satunya tempat untuk merokok tidak tersedia. Itu sama saja dengan memaksa perokok untuk tidak mengisap rokoknya di semua tempat. Satu cacat yang harus segera dibenahi pemerintah.

Selain itu, hampir seluruh bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah terkait rokok dibuat dalam bentuk ancaman atau segala hal menakutkan. Padahal, perokok juga masyarakat, yang lebih membutuhkan ajakan ketimbang ancaman. Tanpa ada kemauan untuk mengajak perokok untuk menaati aturan, percayalah, semenyeramkanapapun aturannya, tetap bakal ada orang yang melanggar KTR sepanjang hak mereka tidak disediakan.

Baca Juga:  Ramadhan di Tengah Pandemi dan Pelajaran Saling Menghargai

Terakhir, kepada seluruh pemerintah daerah yang ingin perkara rokok ini segera selesai, tirulah apa yang selama ini kami lakukan di Komunitas Kretek. Lakukan sosialisasi etik pada para perokok. Ajak mereka menghargai hak masyarakat dengan tidak merokok di kawasan yang dilarang. Tentu semua itu bakal terwujud dengan satu catatan: pemerintah mau waras dan mengakomodir kepentingan perokok lewat ketersediaan ruang merokok.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit