Search
prevalensi perokok

Benarkah Malioboro Telah Siap Menjadi Kawasan Tanpa Rokok?

Sejak dulu saya adalah orang yang amat mendukung keberadaan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok. Perlu diingat, bahwa keberadaan Perda ini penting untuk melindungi hak setiap warga negara. Baik itu yang tidak merokok, pun dengan yang merokok.

Patut disadari bahwa rokok adalah barang konsumsi yang bisa membuat kenyamanan orang terganggu. Karenanya, perlu dibuat satu aturan agar kenyamanan, dari setiap orang yang merokok pun tidak dapat terjamin. Hanya saja, sialnya, aturan-aturan yang dibuat kebanyakan justru mendiskriminasi masyarakat yang merokok.

Pun dengan segala ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menjalankan aturannya. Banyak dari mereka hanya salin tempel aturan, sehingga tidak benar-benar memahami inti dari diperlukannya aturan ini: menjamin hak setiap warga negara. Sayangnya, ketidakadilan justru dirasakan perokok karena aturan ini tidak pernah benar-benar menjamin hak-hak mereka.

Seperti apa yang terjadi di Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogya telah meluncurkan Perda Nomor 2 tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penerapan aturan ini telah berlangsung sejak awal tahun 2018. Sialnya, perintah pemerintah untuk melarang aktivitas merokok di sembarang tempat tidak disertai dengan upaya menyediakan fasilitas ruang merokok di tempat umum.

Perkara tadi belum selesai, kini Pemkot Yogya tengah mempersiapkan kawasan Malioboro untuk dijadikan wilayah KTR. Artinya, semua orang yang merokok di wilayah Malioboro bakal dikenakan sanksi apabila tidak melakukan aktivitas tersebut di ruang merokok yang (baru akan) disediakan. Jika sudah begitu, timbul dua pertanyaan penting: sudah siapkah Malioboro mengubah wajahnya? Dan apakah Malioboro telah siap menjadi kawasan tanpa rokok?

Baca Juga:  Ketika WHO Membantah Pernyataan WHO Terkait Rokok sebagai Penyebab Utama Kematian

Selama ini kita ketahui bahwa Malioboro adalah tempat yang berhati nyaman. Semua orang bisa menemukan kegembiraan di tempat ini. Ragam jajanan kuliner, pasar seni, landmark, juga pusat keramaian. Tempat ini adalah salah satu destinasi utama ketika orang-orang mau berwisata ke daerah istimewa.

Di sepanjang area ini, secara kultural, orang-orang telah bisa saling menghargai dalam perkara rokok. Tanpa perlu diajari, mereka telah bisa sedikit menyingkir apabila ada orang yang terganggu asap rokok. Pun mereka yang baru selesai makan, bisa dengan santai merokok di kisaran warung tempatnya bersantap.

Jika pun ada orang-orang yang merasa terganggu, kan tinggal diberikan arahan untuk geser sedikit. Tanpa perlu mengusir mbah-mbah yang merokok di Pasar Beringharjo, saya kira hati nyaman yang dimiliki orang-orang Yogya telah bisa mengurus segala polemik soal rokok. itu pun, kalau memang Malioboro tetap ingin berhati nyaman.

Okelah, kalau memang Malioboro benar-benar harus dipaksakan menjadi wilayah KTR, pertanyaan paling mendasarnya, apakah Ia benar-benar sudah siap dengan segala fasilitas yang harus disediakan? Inilah masalah penting yang belum diselesaikan pemerintah Yogya.

Baca Juga:  Keikutsertaan Kepala Daerah Antirokok dalam Pembentukan Perda KTR

Sejauh kabar memberitakan, Pemkot Yogya baru mau “mempersiapkan” ruang merokok di Malioboro. Itu pun kita tidak tahu, berapa banyak ruang merokok yang “disiapkan” untuk area Malioboro yang panjang dan luas. Jangan sampai, untuk area sebesar itu, Pemkot hanya menyediakan satu-dua-tiga titik untuk orang merokok.

Belum lagi terkait kelayakan fasilitas, apakah pemerintah bisa menyediakan ruang merokok yang layak bagi orang yang merokok? Jangan nantinya hanya menyediakan ruang merokok berbasis kotak pengap tanpa sirkulasi udara. Atau malah, area yang disediakan hanya bermodal cat atau papan penanda di ujung atau pojokan Malioboro. Jangan sampai deh.

 

Aditia Purnomo