Press ESC to close

Apa Kata Mereka Tentang Hari Tanpa Tembakau Sedunia?

Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) kerap kali dirayakan setiap tahun oleh rezim antitembakau melalui berbagai cara, yang puncak tujuannya untuk menghapus budaya merokok di masyarakat. Repetisi seputar dalih kesehatan yang selalu menempatkan rokok sebagai musuh bersama ini sebetulnya hanya mereproduksi ancaman dan ketakutan di benak publik.

Pola-polanya tak jauh berbeda dengan isu tentang komunisme di Indonesia. Ketika ada sekelempok orang menawarkan nalar kritis yang menyoal kejahatan suatu rezim, lantas saja dicap tidak bertuhan, segera saja dituding tidak pancasilais. Yang kalau kepada perokok kerap dicap sebagai orang yang anti kesehatan.

Bagaimana agenda HTTS ini bermula menjadi satu perayaan internasional yang digelar setiap tanggal 31 Mei? Begini, Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacco Day) ini digagas oleh World Health Organization (WHO). Pada tahun 1988, WHO menyerukan kepada seluruh negara anggota WHO untuk merayakan HTTS setiap tanggal 31 Mei. Tujuannya semula adalah mengajak orang untuk tidak merokok pada hari itu.

Tetapi apakah hari peringatan yang mendeskriditkan perokok itu cukup populer di masyarakat kita? Jawabannya tentu tidak. Masyarakat kita umumnya lebih mengingat hari-hari perayaan keagamaan serta hari besar nasional tertentu. Selebihnya kalau pun di kalender ada tanggal merah, masyarakat pun baru mengetahuinya setelah membaca keterangan pada kalender.

Dari beberapa orang yang saya tanya, salah satunya Aping. Ia seorang perokok perempuan yang berhasil saya mintai pandangannya pada hari Minggu lalu (27/05/2018). Kebetulan saat itu kami tengah sama-sama berada di area merokok di stasiun Gambir. Sebagai perokok, Ia sama sekali tidak tahu kalau ada peringatan HTTS sebagai sebuah perayaan internasional.

Baca Juga:  Tukang Bentor Menyoal Mati

Ketika saya tanya perihal keberadaan ruang merokok di stasiun, justru Ia menanggapi dengan antusias. Yang baginya cukup menjawab persoalan perokok macam dia. “Saya sih ngerasa sudah cukup dengan adanya penyediaan ruang merokok di stasiun.” Jelas Aping.

Merujuk pada berbagai referensi sejarah, keberadaan tembakau dan perokok kerap kali didiskriminasi. Rezim kesehatan menjadikan tembakau dan rokok sebagai musuh bersama. Hal itu bisa ditelisik sejak  kemunculan rezim antitembakau pada masa Adolf Hitler dan Nazi Jerman. Yang dengan begitu masif melariskan kampanye kebencian terhadap tembakau dan perokok.

Pada era milenial ini semua kampanye kebencian terhadap komoditas tembakau itu semakin diada-adakan dan dijadi-jadikan saja. Semangat Hitler itulah yang sangat terasa sekali dalam agenda Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Isu kesehatan hanya menjadi dalih belaka.

Pada hari Minggu sore itu pula, Pak Fitriyanto, seorang kontraktor yang juga tengah menikmati rokoknya di area merokok. Pula memberikan pandangannya terkait HTTS. Setelah saya jelaskan sebelumnya tentang apa itu HTTS, barulah dia menanggapi secara normatif, seperti orang tua pada umumnya. “Iya hari peringatan itu sah-sah saja ada, setidaknya untuk mengurangi kebiasaan kita merokok.” Pungkasnya sambil memainkan batang rokok di jemarinya.

Baca Juga:  Soal Ruang Merokok Di Mandalika Yang Diprotes Susi

Dari dua pandangan itu, sebetulnya perokok tidak ada yang begitu paham soal HTTS juga agenda di baliknya. Namun satu hal yang penting, yaitu masyarakat sangat mendapatkan manfaat atas keberadaan ruang merokok di stasiun.

Yang artinya, masyarakat tidak mau ambil pusing soal apa itu HTTS, karena bagi mereka—termasuk saya yang juga perokok—ada hal yang lebih nyata dibutuhkan dan punya andil dalam menjawab persoalan hak, baik hak perokok maupun yang bukan perokok. Sesuatu yang lebih memberi solusi, yakni ruang merokok.

Namun tentu dalam konteks menyikapi agenda rezim antitembakau, bagi saya agenda yang mendiskriminasi perokok itu harus terus dilawan. Sebab di balik agenda tersebut terdapat kepentingan dagang dari industri farmasi global dalam upaya memonopoli paten nikotin. Yang bertujuan mengalihkan konsumsi perokok kepada produk-produk pengentas yang diproduksi oleh industri yang memodali munculnya agenda HTTS.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah