Search
lebaran perokok

Kegilaan Antirokok Memanfaatkan Kematian Orang Lain

Dunia hiburan Tanah Air kembali berduka. Salah satu talenta lawak legendaris Indonesia, Margono alias Gogon Srimulat, meninggal dunia di Rumah Sakit (RS) Kota Bumi, Lampung, Selasa (15/5/2018) pukul 05.15 WIB. Sehari usai manggung bersama Kadir dan Didi Kempot, Gogon tumbang dan dibawa ke rumah sakit hingga mengembuskan napas terakhir di usia 58 tahun.

Sebelumnya, Gogon terlibat dalam satu acara kampanye Calon Bupati Petahana di Lampung. Selesai mengisi acara, Gogon kembali ke hotel dan beristirahat. Pengakuan Kadir, selama acara memang Gogon tampak tak seperti biasanya, wajahnya pucat dan nafasnya berat. “Kemarin itu main sama saya di Lampung. Tapi ya gitulah napasnya sudah berat banget,” ungkap Kadir pada awak media.

Almarhum Gogon dikenal sebagai seorang perokok. Tarzan, sahabat Gogon yang juga pernah bersama di Srimulat, mengaku kerap memperingatkan Gogon untuk berhenti merokok, namun Gogon lebih sering menanggapi santai. “Ya kalau saya berhenti ngerokok, nanti pegawai pabrik rokok kan kasihan,” ungkap Tarzan meniru gaya bicara Gogon.

Sialnya, fakta ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum brengsek yang tega memanfaatkan kematian Gogon untuk mengkampanyekan kepentingannya. Framing pemberitaan di beberapa media mengaitkan kematian Gogon dengan aktivitas merokoknya meski tak pernah terbukti apa benar rokok yang ‘membunuh’ Gogon.

Baca Juga:  Naifnya Pemkot Malang Menghadapi Gelombang PHK Pabrik Rokok

Di portal berita detikcom, judul berita yang dipakai adalah “Perokok Berat, Gogon Srimulat Sempat Diperingatkan Tarzan” namun isi berita justru berbeda dengan judul. Tarzan jelas-jelas menyebut bahwa almarhum memang perokok, namun Ia tidak menyebutnya sebagai perokok berat. “Ya pokoknya perokok saja. Soal berat ringan saya kan nggak pernah ngukur,” ujar Tarzan.

Apa alasan menyusupkan frasa “perokok berat” dalam judul berita kematian Gogon? Ya, jelas. Pembaca diharapkan takut untuk merokok karena diposisikan berhadap-hadapan dengan risiko kematian. Entah logika apa yang digunakan para anti rokok hingga tega mencari kesempatan dalam suasana duka. Para antirokok yang saya maksud jelas, yaitu mereka yang kerap kempanye hitam tentang bahaya rokok sambil terus mengeruk pundi-pundi uang dari lembaga yang berkepentingan mengendalikan tembakau. Suasana duka, dengan alasan apapun, tak sepantasnya disusupi kepentingan bisnis.

Bak gayung bersambut, media-media lain turut merilis artikel atau berita kematian Gogon dengan disertai tips-tips ‘sehat’ dimana salah satunya adalah berhenti merokok. Begini, semua orang pasti mati, siapapun mereka, perokok atau bukan. Kita bisa menemukan banyak orang berumur panjang meski tak pernah menghentikan aktivitas merokok. Pun sebaliknya, kita bisa menemukan orang yang tidak pernah merokok namun meninggal pada usia muda. Hidup dan mati seseorang tidak ditentukan oleh statusnya seorang perokok atau bukan.

Baca Juga:  Menelanjangi Perda KTR Bogor yang Tertutup Tirai Diskriminasi

Maaf untuk narasi yang agak emosional ini. Seringkali orang-orang kesehatan memberi stigma bahwa perokok adalah kaum pesakitan, padahal, bicara kesehatan bukan cuma perkara rokok. Stigma-stigma semacam ini justru kontraproduktif dalam upaya mempersatukan masyarakat. Ke depannya, lebih baik kelompok yang mengaku membela kesehatan masyarakat ini belajar adil sejak dalam pikiran.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)