Satu hal yang patut kita sesali dari segala perdebatan soal rokok adalah kebencian pada perokok yang dikondisikan untuk selalu ada bahkan berlipat ganda. Kenapa saya menyebut kebencian itu dikondisikan, karena memang hal tersebut tercipta oleh segala upaya yang terekayasa. Semua terjadi karena kebencian itu ditanamkan secara sengaja melalui segala kampanye yang dilakukan kelompok antirokok.
Kebencian terhadap perokok, bukan hanya rokoknya, kemudian membuat diskriminasi dan stigma terhadapnya begitu mengakar. Ada tindak kriminal yang dilakukan oleh perokok, seluruh orang yang merokok dianggap sebagai orang jahat. Mau pakai jaminan sosial atau BPJS, bisa jadi ke depannya kita tidak diperbolehkan menggunakan itu karena segala wacana dan kampanye agar perokok tidak lagi mendapatkan hak yang sama dengan warga lain. Selain itu, tentu saja, masih ada banyak diskriminasi yang didapat oleh perokok.
Kebanyakan orang mungkin membenci rokok karena alasan kesehatan. Tapi, utamanya, ketidaksukaan orang terhadap rokok adalah karena asapnya yang dianggap mengganggu. Karena itu, dalam berbagai kesempatan, mereka kerap menyebut bahwa tidak masalah kalau kita mau merokok, tapi asapnya ditelan saja ya. Biar tidak mengganggu. Gitu sih, katanya.
Jadi, agar segala kebencian itu bisa kita hilangkan, atau setidaknya kita minimalisir, hal yang harus dilakukan perokok adalah dengan mengutamakan upaya menghargai hak orang lain.
Lakukan upaya-upaya yang, mungkin sederhana, tapi saya kira hal ini dapat membuat pandangan negatif masyarakat  terhadap perokok berkurang. Merokok lah di tempat yang diperbolehkan. Kalau memang sulit menemukan ruang merokok, setidaknya merokok lah di tempat yang kemungkinan tidak akan mengganggu kenyamanan orang lain. Karena, sekali lagi, hal utama yang membuat masyarakat membenci kita adalah paparan asap rokok yang dianggap mengganggu kenyamanan mereka.
Selain itu, hal-hal yang dapat kita lakukan seperti: tidak merokok dekat anak kecil atau ibu hamil. Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Tidak merokok di kendaraan umum. Juga tidak merokok tatkala berkendara. Sesimpel itu sebenarnya.
Dengan menunjukkan bahwa perokok adalah orang yang beradab, memiliki kesantunan dan tata krama, saya kira pandangan negatif pada perokok bisa sedikit berkurang. Kebencian yang telah mengakar itu pun perlahan dapat dikurangi, atau malah dicabut dari akarnya.
Hal penting yang ingin kita tunjukan dari sikap ini adalah: para perokok adalah kelompok yang memikirkan hak orang lain. Kita tidak hanya menuntut segala hak yang lekat dengan perokok. Tidak cuma menuntut ruang merokok atau yang lain. Tetapi juga menghargai hak orang lain. Karena memang, tanpa menunjukkan upaya kita menghargai hak orang yang tidak merokok, jangan harap orang lain mau menghargai hak kita. Ya, itu sih yang diajarkan pelajaran kewarganegaraan saat sekolah dulu.
Mengurai kebencian memang bukan hal yang mudah. Tapi saya yakin, batu sekeras apapun dapat dihancurkan dengan upaya yang tidak kalah kerasnya. Apalagi sekarang kita tengah merayakan ibadah di bulan ramadan. Bulan yang penuh berkah, penuh ampunan. Manfaatkan momen ini untuk belajar saling menghargai satu sama lain. Setidaknya, dengan hal ini kita telah berupaya sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya.
- Melindungi Anak adalah Dalih Memberangus Sektor Kretek - 29 May 2024
- Apakah Merokok di Bulan Puasa Haram? - 20 March 2024
- Betapa Mudahnya Membeli Rokok Ilegal di Warung Madura - 23 February 2024