Press ESC to close

Jadi, Apa yang Tidak Media Katakan Soal Rokok?

Hampir semua hal yang dikatakan media tentang rokok adalah perkara buruk saja. Entah itu adalah sebuah kebenaran atau kebohongan, batasnya amatlah tipis. Toh, apapun itu, masyarakat telah dengan mudah mempercayai banyak hal tidak benar soal rokok yang membuat mereka jadi membenci produk ini.

Perlu diingat, memang itulah target dari segala kampanye negatif terhadap rokok di Indonesia. Membuat orang-orang jadi membenci, hingga kemudian memusuhi orang lain yang mengonsumsi rokok. Segala upaya ini pula yang turut dilakukan melalui media, dengan memberikan framing yang hampir selalu buruk pada rokok.

Karenanya, ketika Remotivi membuat konten tentang rokok di rubrik ‘Yang Tidak Media Katakan’ pada kanal Youtube mereka, saya jadi bertanya: Apa sih Yang Tidak Media Katakan Soal Rokok? Jujur, saya gagal paham apa hal yang ingin disampaikan Remotivi (juga Komnas Pengendalian Tembakau tentu saja) pada video tersebut.

Jika yang dimaksud Remotivi adalah media tidak mengatakan pada publik tentang apa yang mereka tampilkan di youtube, saya kira Remotivi salah besar. Seperti yang sudah saya bahas tadi, tidak ada media yang tidak menggambarkan rokok dengan cara yang paling negatif. Bahkan, rokok pernah disebut (oleh media) mengandung darah babi, meski MUI (sebagai lembaga yang otoritatif) sendiri kemudian membantah hal tersebut.

Rokok yang disebut memiliki ribuan zat berbahaya adalah hal lama dalam kampanye negatif soal rokok. Saya sendiri bingung, bagaimana cara mereka menemukan ribuan zat tersebut. Padahal, kretek yang dibuat di Indonesia hanyalah berisi campuran tembakau dan cengkeh, kemudian dicampuri saus perisa. Entah riset siapa yang dicomot, tapi hal tersebut tidak pernah dapat dibuktikan di Indonesia.

Baca Juga:  Bahaya Laten Anak Merokok

Toh hal tersebut juga sudah teramat banyak dibahas media. Lah media cuma terima rilis, tanya komentar orang kesehatan, ya hal-hal macam itu sudah amat sering dikatakan sama media.

Kemudian, jika yang dimaksud media adalah iklan, saya kira adalah hal wajar jika iklan tidak bakal membahas hal-hal seperti itu. Namanya iklan, bos. Gituaja kagak paham. Tapi jika hanya karena iklan kemudian Remotivi menyatakan media tidak mengatakan hal-hal yang diinginkan Komnas Pengendalian Tembakau, kok ya bisa levelnya Remotivi sebatas itu saja.

Lagipula, satu hal yang membuat saya heran, kok bisa lembaga sekelas Remotivi membahas perkara rokok. Iya, perkara rokok. Jika kemudian produk ini mencuri frekuensi publik, membuat kebohongan di media, atau melanggar regulasi penyiaran ya nggak masalah sih dibahas. Lah ini yang dibahas bukan pelanggaran iklan. Hadeeeeh.

Satu hal yang perlu kita garisbawahi, iklan rokok selama ini sudah banyak nurut dan patuh kepada aturan yang ada. Jadi, apa sih yang patut dipersalahkan dari iklan rokok, atau bahkan rokoknya?

Kalau memang Remotivi telah mengubah fondasinya, dari lembaga kajian media ke arah lembaga antirokok, ya nggak apa sih. Itu hak Remotivi kok. Tapi kalau memang Remotivi beserta lembaga yang bekerjasama dengan mereka benar-benar serius mau dorong pelarangan iklan rokok di media, saya mau kasih usul aja.

Baca Juga:  Harga Rokok Naik, Begini Cara Mengakalinya

Jika perlindungan anak dan perlindungan kesehatan masyarakat maka iklan rokok harus ditiadakan, saya kira itu tidak bakal menyelesaikan masalah. Lebih baik, jika memang benar-benar serius mengurusi hal tadi, mending Remotivi dan lembaga lain yang membenci rokok mendorong pengilegalan rokok di Indonesia. Tutup semua pabrik rokok, larang tembakau ditanam di Indonesia. Begitu lebih clear sih.

Tapi ya itu kalau memang Remotivi mau mengubah fondasinya. Tapi kalau mau tetap fokus pada kajian media, ya fokus aja sama hal itu. Diseriusin gitu kajiannya, biar orang-orang kayak saya nggak bakal lagi bertanya dan bingung sama konten yang kalian bikin. Ya kayak kebingungan saya pada konten kalian soal bujuk rayu rokok itu. Jadi, apa sih yang tidak media katakan soal rokok?

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit