Press ESC to close

Pancasila di Negeri Kretek

“Saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita, ahli bahasa saya, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.” – Ir. Soekarno

Kutipan di atas adalah salah satu potongan pidato Soekarno dalam rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 1 Juni 1945. Saat itu banyak orang yang ragu kemerdekaan Indonesia akan tercapai karena bangsa ini belum mempunyai dasar negara. Maka para pendiri bangsa merumuskan dasar negara Indonesia demi tercapainya cita-cita kemerdekaan.

Soekarno mengusulkan dasar republik Indonesia yang di dalamnya dapat merangkul berbagai macam suku dan agama. Dia menamai fondasi itu; Pancasila. Hasilnya, semua orang sepakat dengan usul Soekarno yang dianggap tepat untuk merumuskan dasar-dasar Negara.

Soekarno juga berpidato di hadapan peserta sidang BPUPKI untuk berjuang untuk Indonesia, untuk merebut kemerdekaan. “Sebagaimana tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia semua buat semua!”

Baca Juga:  Tradisi Sembogo: Meniupkan Asap Rokok ke Pengantin Perempuan

1 Juni 1945 adalah cikal bakal lahirnya Pancasila. Maka, hari itu ditetapkan menjadi hari lahirnya Pancasila.

Yang menarik dalam pidato Soekarno saat itu, disebutkan beberapa tokoh yang berperan untuk Indonesia. Tersebut Nitisemito yang kaya. Seorang pengusaha asli Indonesia yang sukses kala itu.

Nama Nitisemito tersohor kala itu berkat usahanya membuat bisnis yang jarang dipikirkan kebanyakan orang saat itu. Dia membuat perusahaan rokok yang sukses di pasar. Barang yang ditawarkan pun bukanlah barang biasa. Dia menjual hasil racikan istrinya dari tembakau dan cengkeh. Saat itu, rokok jenis ini adalah barang baru.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa Nitisemito adalah pengusaha pribumi terkaya saat itu. Kesuksesannya menjadi pengusaha kaya tak membuat dia acuh terhadap perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Dia sering mengucurkan dana untuk para pejuang. Maka tak heran jika namanya disebut oleh Soekarno karena Nitisemito berperan penting.

Namun, sebagaimana pidato Soekarno di atas, ‘bukan Nitisemito yang kaya buat indonesia, tapi Indonesia buat Indonesia’, Indonesia lahir bukanlah dari satu orang atau satu golongan. Indonesia lahir karena rakyat Indonesia itu sendiri. Nitisemito dan pekerjanya adalah salah satu unsur dari sila ketiga: Persatuan Indonesia.

Baca Juga:  Vaksin Corona dari Tembakau Siap Diujicobakan

Nitisemito bukanlah satu-satunya pengusaha kretek saat itu. Pada tahun 1928, ada 50 perusahaan kretek di Kudus. Jumlah yang cukup banyak mengingat masa itu adalah masa penjajahan Belanda. Dia layaknya fondasi bagi pengusaha kretek untuk tetap berperan dalam membangun bangsa.

Industri kretek tetap bertahan walaupun mengalami pasang surut akibat beberapa kebijakan pemerintah kala itu. salah satunya, berlaku pajak yang sangat tinggi mencapai 20 persen untuk hasil tembakau pabrik.

Hingga saat ini industri kretek tetap konsisten menyumbang dana untuk negara walaupun pemerintahnya sendiri sering acuh terhadap sektor ekonomi yang menjanjikan ini. Mulai dari kontribusinya terhadap APBN hingga penopang hidup petani dan pekerja. Yah, setidaknya di negeri masih hidup ‘kretek’ kebanggaan Indonesia walaupun banyak orang yang sudah melupakan pidato Soekarno, “Semua buat semua, Indonesia buat Indonesia”.

Furqon Nazali

Bergembira sebelum negara api menyerang