Press ESC to close

Pentingnya Edukasi Soal Rokok Pada Anak-anak

Prevalensi anak-anak merokok di Indonesia kabarnya kian meningkat. Hal ini kemudian dianggap sebagai sebuah kondisi berbahaya, mengingat anak-anak memang belum sepantasnya merokok. Berbagai upaya dilakukan, namun hasilnya tidak memuaskan. Bisa jadi, usaha yang dilakukan memang tidak tepat secara pelaksanaan.

Selama ini upaya menekan angka prevalensi tersebut dilakukan dengan cara membatasi jam iklan rokok, iklan rokok luar ruang, juga sponsor rokok pada acara-acara tertentu. Pun dengan keberadaan gambar seram yang katanya bisa menekan perokok pemula. Selain itu, dasar hukum legalnya aktivitas merokok adalah ketika si konsumen telah berusia 18 tahun ke atas. Jadi, penjualan rokok memang terbatasi oleh usia si pembeli.

Sayangnya, segala upaya yang dilakukan ini tidak banyak berpengaruh. Angka prevalensi perokok pemula tetap sulit ditekan.

Bisa jadi, segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan pihak lainnya tidak tepat guna. Dalam arti, apa yang dilakukan itu, sebenarnya bukanlah hal yang benar-benar penting untuk dilakukan. Apalagi tambahan upaya yang tengah didorong seperti pelarangan iklan total. Palingan tidak bakal berpengaruh juga.

Hal-hal fundamental semacam tindakan tegas pada penjualan rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun tidak pernah benar-benar dibahas. Memang aturan melarang penjualan tersebut, namun kenyataannya masih ada warung-warung yang melakukannya. Hal ini bisa saja terjadi akibat minimnya edukasi buat para penjual juga karena tidak ada tindakan tegas dari pemerintah.

Baca Juga:  Inilah Alasan Kenapa Jamaah Haji yang Kedapatan Membawa Banyak Rokok Perlu Diapresiasi

Selain itu, salah satu hal penting yang juga jarang terbahas adalah edukasi bagi para anak-anak. Selama ini mereka hanya ditakut-takuti oleh cerita seram dan dilarang-larang tanpa benar-benar dijelaskan, kenapa mereka belum boleh merokok. Akibatnya, pelarangan tersebut justru mendapat tantangan balik dari anak-anak yang tak suka dikekang. Akhirnya, mereka pun mencoba merokok, yang kalaupun ketahuan dan dimarahi, jiwa rebell sudah mereka tunjukan pada orang tua.

Padahal, upaya menekan prevalensi harusnya dilakukan dengan pola-pola edukasi yang persuasif. Jika anak-anak itu hanya direpresi, mereka cuma bakal melawan. Dan sia-sialah segala upaya yang telah dilakukan untuk mencegah anak-anak merokok.

Seandainya saja cara-cara pencegahan yang diupayakan lebih bersifat persuasif juga edukatif, saya kira anak-anak bakal bisa lebih menerima hal tersebut. Jelaskan saja pada mereka, kenapa anak-anak itu belum boleh merokok. Kalau cuma dilarang, mereka bakal berontak dan balik mempertanyakan perilaku orang dewasa yang juga merokok. Tidak akan ketemu jalan keluarnya.

Jelaskan saja pada mereka, bahwa anak-anak belum boleh merokok karena tingkat kedewasaan dan mental mereka belum cukup untuk tanggung jawab yang tinggi dari perokok. Beri mereka pemahaman bahwa menjadi perokok itu berat, mereka belum kuat. Karena menjadi perokok artinya menanggung beban tanggung jawab untuk tidak mengganggu kenyamanan orang lain karena asap yang dihasilkan.

Baca Juga:  Menalar Citra Bali Ketika Aturan Terhadap Rokok Semakin Ketat

Bahwa memang rokok adalah barang konsumsi yang punya faktor risiko penyakit, juga faktor risiko mengganggu kenyamanan orang lain. Karenanya, jelaskan semua hal ini pada mereka. Kesadaran adalah kunci dari seorang perokok, jadi kedewasaan adalah hal yang penting. Pilihan merokok atau tidak adalah hak mereka ketika dewasa, tidak bisa juga kita pengaruhi.

Seandainya saja, seandainya, anak-anak diberi pemahaman semacam ini, saya kira mereka bakal lebih sadar dan tahu bahwa usia mereka belum cukup untuk merokok. Kalaupun punya keinginan merokok, pahamilah dulu risiko yang ada. Pun kalau tidak mau merokok, itu adalah haknya yang perlu dihargai. Jangan sedikit-sedikit, kita cuma mau suka memaksakan kehendak pada anak-anak tanpa mau memberi penjelasan yang bisa mereka pahami.

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit