Press ESC to close

Pelajar Perokok Butuh Edukasi, Bukan Hukuman Memakan Tembakau

Tidak ada yang bisa dibenarkan dari seorang anak kecil yang merokok. Tentu yang  dimaksud anak kecil di sini adalah anak di bawah usia 18 tahun. Jika sudah di atas itu, seseorang sudah dikategorikan sebagai insan yang dewasa dan mampu mempertanggungjawabkan tindakannya sendiri. Termasuk dalam hal merokok.

Harus diakui, kebiasaan merokok masih banyak terjadi di kalangan anak-anak. Dari fenomena ini kita belajar bahwa orang tua harus lebih proaktif dalam menjaga dan melindungi anaknya. Akan sangat sulit bagi kita menuntut pertanggungjawaban dari seorang anak yang bahkan belum mampu untuk memahami tindakannya sendiri.

Minggu lalu, sedikitnya 20 siswa MTS Darul Fikri di Desa Pasir Ipis, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi dilaporkan dihukum memakan tembakau karena kepergok merokok di sekolah. Satu diantaranya dikabarkan keracunan tembakau dan harus mendapatkan perawatan medis. Para orang tua siswa keberatan dengan hukuman yang diberikan. Kontroversi pun terjadi.

Ada pihak yang mendukung sikap Arya, sang guru yang memberi sanksi. Tak sedikit pula yang mengkritisi. Biar bagaimanapun, menurut saya, menghukum seorang anak yang merokok dengan sanksi memakan tembakau adalah hal yang tak masuk akal. Masih banyak cara yang lebih mendidik dan masuk akal jika tujuannya adalah memberi pemahaman.

Baca Juga:  Jangan Coba-coba Boikot Rokok

Alasan seorang guru menghukum siswa yang kepergok merokok kurang lebih adalah karena faktor kedisiplinan. Selain itu, faktor risiko kesehatan juga jadi alasan lain mengapa seorang pelajar dinilai belum layak untuk merokok. Masalahnya, bukankah hukuman memakan tembakau justru menimbulkan risiko yang sama dengan aktivitas merokok? Atau sang guru menganggap bahwa memakan tembakau adalah treatment ampuh menghilangkan kebiasaan merokok?

Tak hanya memakan tembakau, Arya juga memaksa muridnya untuk terus merokok hingga kapok. Ide gila macam apa ini?

“Saat itu kami ketahuan merokok, lalu kami semua dihukum untuk merokok bako tampang, dan kami dipaksa memakan bakonya hingga muntah,” jelas EG, salah satu siswa kelas IX yang mendapat hukuman.

“Katanya enggak boleh merokok, tapi malah disuruh merokok lagi di sekolah. Udah gitu, bakonya disuruh dimakan. Sampe rumah anak saya langsung sakit,” ungkap Hendra (40 tahun), orang tua salah satu siswa.

Bunyamin, Ketua Yayasan dari MTS Darul Fikri mengaku kalau hukuman yang diberikan Arya berlebihan dan semua terjadi tanpa sepengetahuannya.

Baca Juga:  Tim Pemantau Perokok Bukan Solusi

“Kami menyadari hukuman yang diberikan memang sedikit berlebihan, namun itu semua untuk menimbulkan efek jera bagi siswa,dan itu diluar sepengetahuan saya,” jelas Bunyamin.

Begini.. saya bukan hendak membela siswa yang merokok, tapi sekolah adalah hak dasar anak, jadi sekolah harus mendidik, bukan ‘menyiksa’ siswa yang jelas-jelas butuh bimbingan. Mengenai aktivitas merokok, saya lebih menyarankan agar pihak sekolah justru lebih proaktif dan serius dalam membina laku siswanya.

Alangkah lebih mulia jika guru menyadarkan para siswa yang merokok bahwa mereka bisa tetap merokok, tapi nanti, di usia 18 tahun kelak. Ingatkan mereka bahwa usianya saat ini adalah usia seorang pelajar yang memang harus fokus belajar. Tenaga pendidik harus sadar, menyiksa siswa perokok lebih keji daripada aktivitas merokok itu sendiri. Begitu kira-kira.

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd