Search
batang rokok

Penyederhanaan Golongan Cukai Rokok Hanya Menguntungkan Perusahaan Rokok Putih

Dari tahun ke tahun, dorongan untuk membuat cukai rokok tinggi kian masif. Entah itu didorong dengan hoax, diwacanakan agar harganya tinggi, atau dipaksakan naik tinggi dari kemampuan industri. Semua dilakukan dengan satu dalih: melindungi kesehatan masyarakat.

Keberadaan cukai rokok sendiri memang dibuat dengan maksud membatasi konsumsi masyarakat. Mengingat kehadirannya sebagai barang konsumsi yang memiliki faktor risiko terhadap penyakit tertentu. Sederhananya sih begitu.

Beragam upaya menaikkan harga cukai rokok dilakukan, salah satunya adalah mendorong penyederhanaan golongan cukai rokok. Mungkin, penyederhanaan didorong dengan anggapan agar penghitungan tarif cukai lebih mudah. Agar semua jenis rokok diberi tarif yang sama, agar harganya sama-sama tinggi.

Namun perlu diingat, banyaknya golongan cukai rokok di Indonesia juga disebabkan beragamnya level industri rokok yang ada. Selain itu, ragam jenis produk rokok di Indonesia juga banyak. Ada kretek tangan, kretek mesin, juga rokok putih. Tentu saja berbeda dengan banyak negara lain yang hanya mengenal rokok putih.

Sebenarnya, pembagian golongan tarif cukai di Indonesia sudah diperhitungkan dengan matang. Dengan pembagian golongan, perusahaan rokok kecil tidak akan membayar tarif cukai yang sama dengan perusahaan besar. Asas keadilan seperti ini telah diperhitungkan dengan tujuan: agar perusahaan rokok kecil tetap bisa bersaing dan beroperasi.

Baca Juga:  Menata Kembali Pertanian Tembakau Adalah Hal yang Harus Segera Dilakukan

Namun, dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 146/2017 tentang penyederhanaan layer tarif cukai rokok hal-hal penting dan mendasar seperti di atas tidak bakal berlaku lagi. Penyederhanaan ini bakal dilakukan bertahap, yang akan dimulai dengan 10 golongan cukai pada tahun ini.  Targetnya, pada tahun 2021, golongan tarif cukai hanya akan tersisa 5 dan bakal memberatkan perusahaan rokok kecil.

Coba bayangkan, dengan jumlah produksi rokok yang juga tidak besar-besar amat, mereka harus membayar tarif cukai yang sama dengan perusahaan besar. Sudah susah bersaing, perusahaan rokok kecil juga dipaksakan membayar uang besar yang tidak mereka punya. Ingat, walau dibebankan pada konsumen, pembelian pita cukai itu dilakukan dengan dana talangan dari perusahaan. Kalau tidak mampu bayar, ya tidak bisa berproduksi.

Kebangkrutan massal bakal terjadi apabila kebijakan ini benar-benar diterapkan. Dengan beban yang sekarang ada saja, sudah banyak perusahaan rokok yang bertumbangan. Apalagi nanti, jika penyederhanaan golongan tinggal menyisakan 5 layar yang tidak lagi membedakan kemampuan perusahaan rokok besar dan kecil.

Saya yakin, pasti orang-orang bakal mengira bahwa perusahaan rokok besar yang diuntungkan dengan hal ini. Tanpa perlu usaha yang lebih keras untuk promosi, mereka sudah terbantu dengan tumbangnya saingan dagang mereka. Ingat, ancaman terbesar dari kebijakan ini adalah tumbangnya industri kretek di Indonesia.

Baca Juga:  Punahnya Balai Penelitian Tembakau dan Kementerian Pertanian yang Dianggap Gagal Fokus

Padahal, pihak yang sebenarnya diuntungkan dari kebijakan tolol seperti ini adalah perusahaan rokok putih yang nontabenenya adalah perusahaan asing. Iya, memang ada satu dua perusahaan kretek yang sudah dikuasai modal asing. Tapi itu hanya 2 diantara sekian ratus perusahaan nasional yang ada.

Kalau sudah begini, nantinya harga rokok putih bakal sama dengan harga-harga rokok kretek. Jika harga sudah sama, perusahaan rokok putih bakal lebih mudah menyasar konsumen kretek karena harga yang diberikan sudah setara dengan harga kretek. Dengan begitu, pasar kretek yang khas nusantara bakal jatuh, dan keuntungan paling besar akhirnya diraih oleh perusahaan rokok putih.

Pada akhirnya, kita hanya tinggal menunggu waktu saja kematian industri kretek yang dibasmi oleh kebijakan keblinger dari regulasi sial penyederhanaan cukai.

 

Aditia Purnomo