Search
aktivis anti rokok

Apa Guna Perdes KTR di Kebumen?

Semakin hari aturan tentang rokok kian mengada-ada. Setelah mengupayakan pelarangan iklan, melarang display bagi para penjual rokok, dan kini: membuat peraturan desa tentang Kawasan Tanpa Rokok. Satu hal, yang lagi-lagi, terlalu dipaksakan dan memaksakan masyarakat.

Seperti biasa, kebijakan semacam ini memang selalu didorong oleh kelompok-kelompok antirokok demi mewujudkan tujuan mereka: mengendalikan tembakau di Indonesia. Dan kali ini, aktornya adalah Muhammadiyah Tobacco Control Center yang mendorong Pemerintah Kabupaten Kebumen untuk mengeluarkan peraturan terkait.

Ada beberapa hal yang kiranya patut menjadi perhatian dari kebijakan tersebut. Yang paling utama tentu saja, apa guna Perdes KTR bagi masyarakat? Sejauh bangsa ini berdiri, masyarakat desa telah mampu menjalankan kehidupan bermasyarakat dengan amat baik. Mereka tak perlu diajari (atau diatur) oleh orang lain yang tidak memahami bagaimana kehidupan bermasyarakat di desa mereka.

Asal tahu saja, masyarakat desa lebih memiliki sikap saling menghargai dan menghormati ketimbang orang-orang yang antirokok. Dalam perkara ini, masyarakat desa tahu dimana ruang-ruang yang tepat untuk merokok dan tidak merokok. Apalagi secara kultural, ada kebiasaan-kebiasaan mereka yang amat lekat dengan rokok.

Baca Juga:  Rokok Ilegal dan Upaya Pemberantasan yang Semu

Masih jamak dilakukan oleh masyarakat desa pemberian sebungkus rokok sebagai tanda atas undangan pernikahan. Atau yang lebih jamak lagi, jika ada acara tasyakuran atau selametan para undangan disajikan gelas-gelas berisi rokok sebagai bentuk penghormatan. Semua itu telah dilakukan selama puluhan tahun tanpa ada masalah, sebelum negara api antirokok menyerang.

Lagipula, segala aktivitas tadi dilakukan dalam batas-batas yang masih diterima oleh kesantunan masyarakat. Biasanya, dalam selamatan, anak-anak yang belum berusia 18 tahun tidak diberi kesempatan merokok. Pun biasanya, yang hadir dalam agenda tersebut adalah para bapak-bapak atau pria dewasa. Anak-anak punya pengajiannya sendiri.

Kalaupun persoalan rokok ini harus dilembagakan dalam regulasi, toh pemerintah kabupaten telah memiliki Perda KTR yang mengikat bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat desa. Bahwa kemudian, dalam pelayanan, aparatur desa tidak boleh merokok di dalam ruang harus ditegakkan. Namun tidak berarti desa harus punya aturan sendiri. Nantinya malah aturan yang ada saling tumpang tindih.

Apalagi, dalam kasus Kebumen, Peraturan Desa KTR ini dibuat bukan oleh aparatur desa beserta masyarakat, melainkan dibuatkan langsung oleh pemerintah kabupaten dengan nasehat langsung MTCC. Artinya, peraturan ini adalah sebuah bentuk intervensi pemerintah daerah terhadap pemerintahan desa. Karena, secara hukum, peraturan desa harusnya dibuat oleh pejabat setingkat beserta masyarakat.

Baca Juga:  Ketika Vape Dianggap Berbahaya Bagi Kesehatan

Jika memang masyarakat merasa perlu dibuat satu aturan, musyawarahkanlah bersama. Tidak perlu pemerintah memaksakan kehendak dengan semena-mena membuat aturan tersebut. Saya kira, masyarakat desa lebih tahu regulasi apa yang mereka butuhkan ketimbang mengurusi hal seperti-seperti ini. Ingat, masyarakat desa telah hidup puluhan bahkan ratusan tahun dengan rokok tanpa ada masalah yang berarti. Kalaupun ada masalah yang dibuat-buat, itu pun hanya setelah negara api antirokok menyerang kedaulatan mereka.

Aditia Purnomo