Komedian legendaris Indro Warkop wajar saja tidak terima dengan beredarnya meme dan poster yang mengaitkan kematian istrinya dengan label perokok pasif. Diberitakan lewat berbagai media, bahwa Istri Indro Warkop meninggal akibat kanker paru yang dideritanya. Namun fakta itu justru diframing oleh pihak antirokok sebagai alat kampanye kesehatan.
Hal tragis itulah yang membuat Indro melancarkan klarifikasinya ke dalam video singkat melalui akun instagram. Siapa pun orangnya tentu akan sangat jengkel jika kematian orang-orang tercinta dipolitisir demi ‘keuntungan’ tertentu, dalam video tersebut Indro sendiri mengakui bahwa dirinya mendukung pula gerakan berhenti merokok, namun yang disesali adalah cara-cara yang tidak etik yang mengaitkan kematian istrinya dengan kebiasaan mereka merokok di masa lalu. Sesuatu yang absurd pada perkara itu terasa sekali.
Tak mengherankan memang, tak sedikit orang memilih hijrah dari kondisi lama ke kondisi yang berkebalikan lantas menjadi sosok yang merasa jauh lebih baik dari lainnya. Bukan hanya itu, biasanya malah mengafirmasi kenyataan dari masa lalunya sebagai sebuah kebodohan, bahkan mengutukinya demi pamrih tertentu, sehingga orang lain tergugah mengamini kebodohan yang sama.
Sebagai orang yang pasca berhenti merokok lantas menjadi pembenci rokok, Indro sendiri tampak seperti kena bumerang oleh gerakan yang gencar mendiskreditkan rokok. Dari sini dapat kita tengarai ada persoalan gagal paham dari pihak yang dimanfaatkan oleh gerakan semacam itu.
Artinya, boleh jadi komedian legendaris itu tidak sepenuhnya memahami peta politik kepentingan di balik kampanye kesehatan yang kian absurd saja. Bahkan kemungkinan bisa sebaliknya. Justru karena paham hidup ini tak lebih dari panggung sandiwara, ketika terjadi manuver yang menyimpang dari skenario yang diketahui para pelakon—yang dalam seni pertunjukan disebut improvisasi; sebagai upaya menyiasati kecelakaan dalam pertunjukan—maka terjadilah interupsi pelakon terhadap pengumpan manuver tersebut.
Pesohor seperti Indro Warkop bukanlah satu-satunya yang berhasil dimanfaatkan oleh gerakan antirokok, selain Indro Warkop ada juga Fuad Baradja, pula memiliki kecenderungan yang sama. Hijrah dari merokok untuk kemudian membenci rokok.
Fuad Baradja yang dikenal dulu sebagai pemain sinetron dikabarkan banting setir menjadi terapis ‘tobat’ merokok. Sebut saja menjadi die hard pilih tanding dalam gerakan antirokok yang bernaung di dalam Komnas Pengendalian tembakau.
Beda halnya dari Indro, pemain sinetron yang menjadi ‘pemain’ dalam gerakan pengendalian tembakau ini justru mendulang keuntungan lain di luar yang pernah di dapatnya dari sinetron Jin dan Jun. Usaha yang dilakoninya sebagai terapis kekinian memang bersesuai dengan skenario kepentingan yang contohnya sudah berlaku di Barat, bersesuai dengan peta dagang yang dirancang industri farmasi. Yakni menjadikan balai-balai pengentas kecanduan merokok sebagai ruang untuk melariskan produk pengalihnya.
Iya bukan tidak mungkin apa yang terjadi pada Indro Warkop akan terjadi pula pada pesohor lainnya nanti. Bukan tidak mungkin mereka memang disetel menjadi montir sosial untuk mengondisikan alur pikir publik melalui berbagai rekayasa sosial. Absurdnya agenda kampanye kesehatan ini kerap kali pula bias kepentingan. Alih-alih ingin mendidik masyarakat tetapi justru menistakan nilai-nilai pendidikan itu sendiri. Salah satu yang paling generik cotohnya adalah dengan menggunakan tanda gambar maupun pesan yang menakut-nakuti masyarakat. Selain itu politisasi label kerap dilancarkan kepada masyarakat lain yang tidak merokok, yakni dengan label perokok pasif. Berapa juta orang sudah yang meninggal, yang penyebab kematiannya diklaim sebagai angka perokok pasif. Keji betul.
Sejarah mencatat, bahwa mendiang Endang Rahayu Sedyaningsih, seorang menteri kesehatan yang menjabat pada masa pemerintahan SBY harus berpulang ke hadirat penciptanya setelah didera kanker paru. Meski sudah berobat ke China sampai akhirnya di RSCM. Tak satu pun media yang memframing kematiannya secara serampangan. Karena tentu ada asas kemanusiaan yang harus dimuliakan.
Sebagai makhluk beriman yang meyakini adanya takdir dan rejeki telah diatur oleh yang Maha Penyayang. Maka amatlah tidak terpuji jika ada segolongan pihak yang sampai tega mempolitisir penyebab kematian seseorang secara serampangan, sebagaimana yang dialami almarhumah Nita Octobijhanty, istri Indro Warkop yang dilabelkan sebagai perokok pasif yang terpapar asap rokok. Doa terbaik selalu untuk beliau.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024