Press ESC to close

Juul, Produk Tembakau Alternatif yang Menjadi Tantangan Baru Bagi Kretek

Ada banyak kelompok yang menilai bahwa produk alternatif tembakau adalah solusi untuk menanggulangi bahaya yang ditimbulkan akibat dari konsumsi rokok. Mereka (baca: anti-rokok) kian gencar mengkampanyekan bahwa rokok sudah sepatutnya ditinggalkan dan beralih ke produk alternatif sambil tetap mendapatkan sensasi nikotin tanpa harus terancam penyakit-penyakit yang mengerikan.

Beberapa produk alternatif tembakau yang beredar di masyarakat di antaranya nikotin tempel yang seperti koyo, tembakau halus dalam kantong seperti teh celup (snuff), dan tembakau kunyah (snus). Namun, di antara beragam olahan tembakau tersebut, produk alternatif yang paling populer di Indonesia adalah vape atau vapor. Kemunculan vape adalah titik awal perkembangan produk tembakau altrrnatif di Indonesia.

Vape sebetulnya bukanlah produk baru yang tengah bertarung di pasar perokok dengan menggunakan dalih kesehatan. Sebelumnya sudah ada berbagai jenis rokok elektronik yang memiliki bentuk menyerupai rokok, bedanya ia elektrik. Menggunakan baterai, tak dibakar api. Sebagian besar penggunanya meyakini bahwa menjadi vapers atau konsumen berbagai produk alternatif lainnya, merupakan salah satu solusi berhenti mengonsumsi rokok konvensional. Pada titik tertentu, vape perlahan mulai merebut pasar perokok.

Meski keberadaannya kini mulai diregulasi, produk tembakau alternatif tak kunjung surut. Bukan hanya vape, produk alternatif baru bernama Juul kini siap meramaikan pasar rokok elektrik di Indonesia.

Juul merupakan salah satu jenis rokok elektronik yang mendominasi di dunia. Menurut Wells Fargo, Juul saat ini menguasai hampir 75 persen pasar rokok elektronik, naik 13,6 persen dari awal tahun 2017 lalu. Angka tersebut jelas menunjukan ambisi Juul untuk menembus pasar Indonesia yang memang seksi namun belum tersentuh.

Baca Juga:  Kretek Tidak Pernah dan Tidak Akan Mati!

Mengetahui keterikatan masyarakat Indonesia dengan rokok, Juul mulai menjajaki kemungkinan berdagang di negeri kretek ini. Komunikasi sudah dijalin dengan pihak pemerintah, meski belum ada kesepakatan apapun soal penjualan Juul di Indonesia.

Produk alternatif yang bermarkas di San Fransisco ini mengaku pesimis untuk bisa memasuki Indonesia. Mereka paham betul bahwa perokok di Indonesia didominasi oleh perokok konvensional. Mungkin mereka juga paham bahwa ikatan masyarakat Indonesia dengan rokok tak sebatas perkara membunuh asem di mulut. Lebih dari itu, kretek sarat sejarah dan budaya lokal. Akan sulit bagi benda asing semacam Juul untuk diterima oleh bibir kakek tua penggila klobot.

Yang perlu digarisbawahi adalah kesiapan pemerintah Indonesia menghadapi berbagai gempuran industri asing di era pasar bebas. Setelah vape disusul oleh Juul, bukan tidak mungkin, di kemudian hari akan ada beragam produk alternatif lainnya yang berpotensi merusak industri hasil tembakau Indonesia, yang artinya juga merusak salah satu sumber pendapatan negara.

Persaingan penguasaan bisnis tembakau ini juga hendak dilakukan oleh para penguasa industri farmasi. Bagaimana caranya? Ya dengan menciptakan produk alternatif dari tembakau seperti rokok elektrik, koyo tembakau, atau permen tembakau. Meski kemudian, produk-produk tersebut tidak mendapat respon baik dari para perokok.

Karena tidak laku, maka mereka menciptakan mitos-mitos bahwa semua produk alternatif itu lebih sehat. Padahal ya barangnya sama-sama tembakau, sama-sama mengandung nikotin. Tapi agar bisnis sukses, harus dibuatkan narasi baru bahwa, ya pokoknya rokok konvensional itu lebih berbahaya. Titik. Meski, tetap saja produknya tidak laku karena memang beberapa riset sudah menjelaskan bahwa tembakau alternatif tak menjamin lebih sehat dan aman.

Baca Juga:  Sutarmidji adalah Cerminan Watak Sebenarnya Antirokok

Saya yakin, sekeras apapun usaha anti rokok berinovasi dengan mitos-mitos kesehatan, kretekus tetap memahami hal yang tidak dipahami oleh konsumen produk altetnatif, bahwa persoalan kretek tak melulu soal rasa. Bicara kretek juga bicara kehidupan banyak orang. Ada banyak petani tembakau lokal dan petani cengkeh yang jelas-jelas hidup dari penjualan hasil taninya pada produsen kretek. Sungguh malang nasib mereka jika harus ditumbalkan akibat penyebaran produk alternatif yang tak membutuhkan hasil tani mereka.

Tak hanya itu, bicara kretek adalah bicara tentang donatur APBN (juga BPJS Kesehatan). Hampir Rp 150 triliun pendapatan negara pada sektor cukai di penutupan tahun 2017 adalah sumbangsih industri rokok konvensional. Kalau industri ini dimatikan, dari mana lagi alokasi anggaran untuk menghidupi BPJS? Hiyaaa..

Aris Perdana
Latest posts by Aris Perdana (see all)

Aris Perdana

Warganet biasa | @arisperd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *