Produk alternatif tembakau bukanlah solusi atas perkara rokok yang selama ini dianggap lebih berbahaya. Tidak sedikit publik termakan mitos kesehatan yang digaungkan antirokok lewat berbagai media pemberitaan. Mereka yang percaya bahwa rokok itu membunuh dan produk alternatifnya lebih aman sebetulnya telah menjadi mangsa dari kepentingan bisnis nikotin.
Belakangan ini wacana yang mendorong adanya regulasi produk alternatif tembakau agar dibedakan dari rokok jelas terlalu memaksa. Ketika produk alternatif tembakau diposisikan lebih sehat sementara rokok tidak, iya tak lain hanya bualan dagang semata.
Coba dicermati lagi, sejak lama seperti yang sudah kita ketahui, produk-produk semacam vape kerap disebut-sebut lebih sehat dan lebih aman dari rokok. Padahal jika kita baca dari pemberitaan lain, ada hasil penelitian yang menyebutkan bahwa vape atau yang sejenis tidak juga lebih baik.
Upaya antirokok untuk menggerus pasar perokok tradisional yang demikian loyal di Indonesia sudah semakin kentara saja. Bahwa artinya itu semua dalam kerangka penguasaan pasar belaka.
Satu hal yang perlu kita pahami bersama, bahwa produk alternatif maupun rokok yang dicap tidak sehat sama-sama berasal dari bahan baku tembakau. Jelas tidak relevan kalau bicara soal sehat-sehatan, wong kandungan nikotin yang menjadi dagangan utamanya terdapat dalam kedua produk tersebut.
Kalau memang tembakau itu racun berbahaya, sekalian saja jangan ada rokok maupun produk alternatif dijual secara legal, tutup pabriknya hapus regulasi atas keduanya. Beres perkara. Tetapi tentu tidak satu pun pihak yang berani untuk menyatakan itu, iya karena pemasukan dari pajak dan cukai Industri Hasil Tembakau terbukti sangat membantu kelangsungan pembangunan. Pemerintah sendiri tentu tak mau menuai risiko itu.
Vape ataupula produk sejenis, yang disebut sebagai produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HTPL) memang perlu diatur. Tetapi bukan berarti harus dibedakan regulasinya. Artinya, produk HTPL juga mesti mendapat perlakuan yang sama. Jangan lantas karena digaungkan lebih sehat terus mendapat perlakuan lebih istimewa. Secara prinsip sama-sama memiliki faktor risiko toh, asapnya jelas berpotensi menggangu orang lain.
Di Indonesia, dalam konteks ini sudah ada regulasi yang mengatur agar masayrakat tidak terganggu. Jadi, dalih kesehatan yang dimainkan dalam upaya mengistimewakan produk HPTL adalah akal-akalan konyol antirokok. Sederhananya, iya tinggal masukkan saja ke dalam regulasi yang sudah berlaku. Buat apa pula berlaku boros, bikin regulasi baru hanya karena dalih kesehatan yang tidak masuk akal sehat itu.
Klaim antirokok terkait produk alternatif tembakau lebih rendah risiko tak lain hanya akal-akalan dagang. Argumentasi bahwa rokok konvensional lebih berbahaya menjadi pembenaran yang dipaksakan antirokok.
Satu hal penting, Indonesia memiliki produk khas bernama kretek, posisinya sebagai produk unggulan bangsa merupakan sektor padat karya yang menghidupi banyak masyarakat. Bangsa lain di luar Indonesia tidak punya produk budaya kretek, yang secara mandiri dari hulu-hilirnya telah menyerap banyak tenaga kerja. Regulasi pembeda yang didorong wacananya itu hanya akan menjadi semacam genosida ekonomi bagi bangsa ini. Konyol banget jika pemerintah mengambil jalan bunuh diri dengan mengamini wacana itu.
- Kesalahan Antirokok dalam Memandang Iklan Rokok dan Paparannya Terhadap Anak - 4 June 2024
- Pengendalian Tembakau di Indonesia dalam Dua Dekade - 3 June 2024
- HTTS Hanyalah Dalih WHO untuk Mengenalkan NRT - 31 May 2024