Press ESC to close

Indonesia Bukan Surga, Melainkan Neraka bagi Perokok

Menjadi perokok di Indonesia adalah sebuah tantangan. Mengingat segala regulasi dan stigma negatif yang dibentuk untuk mendiskreditkan perokok, butuh perjuangan keras untuk bisa mendapatkan hak bagi perokok. Mengingat segala hal tadi boleh dibilang, Indonesia adalah neraka bagi perokok.

Asal tahu saja, anggapan kalau Indonesia adalah surga bagi rokok adalah omong kosong belaka. Harga rokok ya mahal, mau cari tempat untuk merokok ya nggak mudah, sudah begitu ya tetap saja didiskriminasi. Termutakhir, regulasi yang didorong oleh para pembenci rokok adalah upaya pemidanaan kepada para perokok.

Coba bayangkan, surga macam apa yang membiarkan seseorang yang melakukan aktivitas legal dan berbayar kemudian bisa diancam penjara? Padahal ya sampai saat ini rokok masih merupakan barang legal, yang artinya masih boleh dibeli oleh masyarakat secara hukum.

Namun, kita sama-sama tahu, baru mau beli rokok saja sudah dipersulit dengan pelarangan menampilkan produk di swalayan. Kemudian mau merokok, harus cari ruang yang diperbolehkan. Itu pun, seperti yang sudah saya jelaskan di atas, mencari ruang merokok adalah hal sulit di Indonesia.

Secara regulasi, memang ruang masyarakat untuk merokok dibatasi. Ada tujuh area yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Walau begitu, di dalam regulasi yang sama, sebenarnya di dua area KTR, yakni tempat kerja dan tempat umum lainnya. Tapi ya namanya Indonesia, aturan begini ngga bakal digubris demi kenyamanan antirokok.

Baca Juga:  Menerka Alasan Pemerintah Tidak Jadi Menaikkan Tarif Cukai

Bisa kita lihat di banyak tempat umum, ruang-ruang merokok tidak disediakan. Paling gampang ya itu stasiun-stasiun singgah KRL di Jakarta. Ruang merokok hanya tersedia di stasiun besar, kalau stasiun begitu ya ngga tersedia. Jangankan di stasiun macam Duren Kalibata atau Cawang, stasiun yang ‘agak besar’ seperti Bogor dan Pasar Minggu saja tidak ada.

Betapa sulitnya menemukan ruang merokok tidak hanya kami alami ketika berada di tempat umum. Di kantor, tempat kami beraktivitas sehari-hari, tidak tersedia ruang merokok. Kalaupun ada, hanya ada satu di luar Gedung kantor yang, ya begitu-begitu saja adanya. Padahal, ada banyak kantor besar di Jakarta. Tapi ya untuk perkara menyediakan ruang merokok, itu bukan urusan mereka. Toh Indonesia ini memang neraka bagi perokok.

Apakah sudah cukup? Tentu saja belum.

Hanya di Indonesia bahasan dan wacana mencabut jaminan sosial masyarakat dilakukan berdasar alasan bahwa mereka merokok. Dan hanya di Indonesia, seorang aparatur sipil negara bisa dipecat atau dicabut tunjangannya jika ketahuan merokok. Bahkan, status sebagai anak seorang perokok bisa membuat seorang pelajar dicabut bantuan pendidikannya. Dan hal tersebut hanya terjadi di Indonesia.

Baca Juga:  Industri Rokok Moncer di Masa Pandemi

Kalau sudah begini, pantaskah kita menyebut Indonesia ini surga untuk urusan rokok? Saya kira tidak. Betapa segala regulasi, diskriminasi, juga stigma negatif dibentuk sedemikian rupa untuk (meminjam istilah Walikota Bogor) menyiksa perokok. Melihat semua upaya dan niatan busuk tersebut, saya kira Indonesia memang lebih pantas disebut neraka bagi para perokok.

 

Aditia Purnomo

Aditia Purnomo

Bukan apa-apa, bukan siapa-siapa | biasa disapa di @dipantara_adit