Press ESC to close

Tidak Seperti Rokok, Pesan Kesehatan Pada Kemasan Makanan Tanpa Gambar Menakutkan

Kerja rezim standarisasi dalam mendiskreditkan produk konsumsi masyarakat ke depan akan makin mengerikan. Setelah yang terjadi pada rokok melalui pembatasan tar dan nikotin, serta pencantuman pesan kesehatan menakutkan nan absurd, nantinya hal yang kira-kira sama akan berlaku juga pada produk makanan dalam kemasan. Kurang lebih begitu, meski ya tidak benar-benar sama sih.

Jika kita telisik lebih lanjut, bentuk perhatian dari pihak kesehatan ini sebenarnya tidak lepas dari skema siasat dagang yang bermain lewat pengendalian dan pembatasan. Penyakit di abad ini memang sangat beragam dari kategori penyakit menular maupun yang tidak menular. Sehingga pencantuman pesan kesehatan dipandang penting dalam kerangka memenuhi iklim keterbukaan informasi.

Langkah pencantuman pesan kesehatan pada produk makanan dalam kemasan sendiri baru akan disosialisasikan pada tahun 2019. Nantinya, pihak Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan akan melakukan perencanaan terlebih dulu perihal teknis dari kebijakan ini. Meski kemudian kita juga akan tahu, bahwa kebijakan tersebut tidak bakal seekstrem perlakuan mereka kepada rokok.

Kebijakan pesan kesehatan pada kemasan makanan memang tidak akan menyamai perlakuannya terhadap rokok. Mengingat kebijakan untuk rokok secara nyata berupaya untuk menakut-nakuti konsumen melalui gambar seram dan informasi kesehatan yang diskriminatif. Nalar kritis kita pun akan bertanya, kenapa perlakuannya berbeda dengan rokok jika memang sama-sama memiliki risiko terhadap penyakit. Coba cantumkan juga gambar seram dari produk dengan risiko penyakit diabetes ataupula kanker lainnya.

Baca Juga:  Benarkah Anak Merokok Karena Harga Rokok Murah?

Nalar kiritis kita justru menengarai adanya satu langkah strategi kesehatan yang semakin tajam dalam mendiskreditkan rokok. Kalau boleh lompat membaca ini menjadi jurus inklusif dari pihak kesehatan dalam menyiasati bahaya baru dari produk berasap yang serupa rokok. Produk yang digadang-gadang lebih aman dari rokok dan akan dibuatkan regulasi yang berbeda dari rokok.

Di luar pembacaan itu, yang akan merasakan langsung dampak dari kebijakan itu tentu produk makanan lokal berbasis UKM. Mari bayangkan, bagaimana usaha yang dikelola dengan standar ‘pengiritan’ dipaksa menampilkan pesan dengan potensi menambah biaya produksi. Secara nyata mereka juga akan dihadapkan pada pertanyaan; sudahkah memenuhi standar serupa dengan produk yang diberi pencantuman pesan kesehatan.

Iya ini sebetulnya masih bagian dari permainan rezim standarisasi dalam upaya menyingkirkan (atau malah mengakuisisi) produk-produk lokal bermodal kecil. Seperti pada produk rokok terjadi melalui pertarungan ideologi nikotin dan tar. Hal itu kemudian yang berdampak terhadap serapan di sektor hilir industri, terkait pengendalian bahan baku.

Baca Juga:  Inikah Saat Yang Tepat Untuk Berhenti Merokok?

Bukan rahasia umum jika apa yang dikritisi perokok selama ini juga menyoroti bahaya produk lain, seperti junk food, dengan risiko penyakit  berbahaya tapi tidak diperlakukan sama dengan rokok. Padahal ya keduanya sama-sama produk konsumsi yang memiliki faktor risiko kesehatan.

Nantinya, jika masyarakat berhasil terilusikan oleh muatan pesan kesehatan tersebut, apakah benar-benar mengubah gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, menjadi lebih mawas? Apakah derajat pergunjingannya akan meningkat pada bahaya penggunaan kemasan yang tak ramah kesehatan? Seperti pula fitnah terhadap filter rokok yang mengandung darah babi.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah