Meski tak lagi disebut sebagai salah satu daerah penghasil tembakau terbaik di Indonesia, pada masanya ada satu tembakau asal daerah ini yang dikenal oleh dunia. Tembakau terbaik dari Blitar ini bernama tembakau Selopuro dan berasal dari desa dengan nama yang sama. Di Blitar sendiri, penanaman komoditas tembakau terbilang cukup terkonsentrasi di desa ini.
Sayangnya, kejayaan masa lampau tidak lagi dinikmati petani tembakau Blitar. Kini tembakau-tembakau asal Temanggung, Madura, atau Lombok lebih banyak dikenal masyarakat. Untuk level dunia, tentu saja Deli dan Jember tetap menjadi primadona dunia.
Guna mengembalikan kejayaan masa lalu inilah kemudian Pemerintah Kabupaten Blitar melalui Dinas Pertanian menggalakkan penelitian demi penelitian untuk menjadikan varietas Selopuro mendapatkan kualitas terbaik lagi. Dan hal yang telah diupayakan adalah dengan memurnikan kembali tembakau Selopuro yang kini sudah banyak tercampur dengan tembakau varietas lain.
Agar tujuan ini tercapai, Dinas Pertanian kemudian menggandeng peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat untuk terlibat dari proyek ini. Hingga saat ini, penelitian dikabarkan telah memasuki tahap keempat. Artinya, jika kemudian tembakau ini sudah termurnikan niscaya kualitasnya akan lebih baik.
Beruntung, meski bukan daerah besar dan tidak menjadikan tembakau sebagai komoditas utamanya, Pemerintah Kabupaten Blitar masih terbilang mempedulikan nasib petani. Jika kualitas dari tembakau jelek, tentu saja nantinya kesejahteraan petani akan jelek juga. Karena itulah, upaya demi upaya harus dilakukan agar nasib petani beserta tembakau Selopuro kembali berjaya.
Ketika nantinya upaya pemurnian ini berhasil, kemungkinan pelepasan varietasnya bisa dilakukan pada musim tanam di tahun 2019. Di saat itulah, diharapkan branding tembakau Selopuro kembali meningkat dan bisa memberi kesejahteraan buat masyarakat Blitar.
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blitar boleh dibilang adalah sebuah upaya baik yang jarang terjadi. Kebanyakan pemerintah daerah kini lebih senang memberangus segala perkara terkait rokok. Perokok didiskriminasi, petani dipaksa diversifikasi, dan regulasi dibuat sekejam mungkin untuk perokok.
Kalaupun ada yang dianggap populis, paling hanya dalam perkara penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau atau pajak rokok untuk menalangi beban keuangan BPJS. Padahal ya, ada banyak perusahaan yang beroperasi. Tapi ya tetap saja cuma perokok yang dipersalahkan.
Karenanya, penggunaan anggaran dan daya dukung yang dilakukan pemerintah Blitar untuk penelitian semacam ini patut diapresiasi. Mengingat peningkatan kualitas bahan baku menjadi salah satu acuan penggunaan DBHCHT, maka sudah sepantasnya jika penelitian-penelitian penting seperti ini didanai oleh pemerintah.
Jangan sampai, nantinya, pemerintah daerah dan kabupaten bakal menyesal tidak melakukan riset dan penelitian yang lebih mendalam. Kalau sudah begitu, bisa jadi nanti pemerintah bakal segera kepusingan menghadapi kenyataan bahwa kualitas tembakau Indonesia jadi turun dan tak laku di pasaran. Tapi ya jangan sampai kesampaian deh.
- Stasiun Parakan dan Ho Tjong An, Sejarah Jalur Tembakau di Masa Belanda - 4 August 2023
- Mengenal Istilah-Istilah Pajak Rokok - 8 July 2023
- Berapa Harga Rokok Camel Isi 20 Tahun 2023? - 4 June 2023