Press ESC to close

Agar Perda KTR Surabaya Tidak Menjadi Aturan yang Kontraproduktif

Sudah sejak tahun lalu Perda KTR Surabaya menjadi pembahasan yang belum pula final. Hal itu dinilai Pansus Raperda KTR sebagai satu bentuk ketidakseriusan Pemkot Surabaya.

Pembahasan Perda KTR ini tentu bukan sekadar perkara menetapkan mana fasilitas publik yang perlu dilindungi dari paparan asap rokok. Tetapi pula hadir sebagai upaya memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak.

Namun kabarnya dalam Perda KTR Surabaya akan masuk satu pasal terkait pasal sanksi administrasi bagi perokok yang melanggar.

Jelas saja itu menyimpang dari esensi KTR dihadirkan. Yaitu untuk melindungi semua lapisan masyarakat dari risiko paparan asap rokok. Artinya, penerapan Perda tersebut bukan untuk mengkriminalisasi perokok. Implikasi dari pasal semacam itu seperti menempatkan perokok sebagai pelaku kejahatan.

Iya itu jelas bertentangan dengan orientasi Walikota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini yang bersikap obyektif dalam menjawab tantangan kotanya. Dimana hal yang menjadi landasan Ibu Risma ini adalah perlunya disediakan ruang merokok dengan fasilitas yang pula menunjang kebersihan.

Penerapan Kawasan Tanpa Rokok jika tidak dibarengi penyediaan ruang merokok jadi tidak akan mendidik masyarakat.

Baca Juga:  Menyoal Tembakau Gorila Yang Dikonsumsi Fico Fachriza

Mengingat upaya untuk menciptakan kota Surabaya yang bersih yang di antaranya demi meniadakan puntung rokok berserakan di jalan. Maka itu perlu disediakan fasilitas yang membuat orang-orang menjadi membuang puntung rokok pada tempatnya. Karena hal itulah, kemudian perlu adanya penyediaan ruang merokok.

Penekanan pasal sanksi administratif yang digadang-gadang mengacu Kabupaten Banjar dalam konteks ini jelas keliru.
Bukan apa-apa, Pemkot Surabaya pastinya tahu solusi kongkrit dari perkara KTR bukan ada pada sanksinya. Melainkan efektifitas penerapannya.

Jangan sampai hadirnya Perda KTR malah membuat sebagian masyarakat kecewa, karena ada pihak yang merasa dikriminalkan lantaran produk legal yang dikonsumsinya.

Seperti kita ketahui ada kuasa Undang-undang di atas Perda KTR yakni Undang-undang Kesehatan Nomer 36 Tahun 2009. Payung hukum yang mengikat keberadaan peraturan-peraturan di bawahnya.

Pada pasal 115 di dalamnya jelas disebutkan wajib bagi pengelola gedung untuk menyediakan ruang merokok di area yang diiayaratkan sebagai KTR.

Jangan sampai nantinya Perda KTR Surabaya malah menjadi kontraproduktif. Tentulah bukan hal itu yang diinginkan Pemkot Surabaya. Seturut asas di atasnya Perda KTR hadir bukan untuk mendiskriminasi masyarakat.

Baca Juga:  Kanker Paru Sudah Pasti Akibat Merokok? Tunggu Dulu…

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah