Press ESC to close

Bupati Klungkung Kini Merangkap Agen Kampanye Antirokok

Menjadi agen kampanye antirokok mungkin bagi seorang kepala daerah dapat menambah citra kesalihan tersendiri. Bagaimana tidak, ketika hal yang dibelanya itu suatu agenda normatif yakni isu kesehatan. Ditambah lagi terdapat doktrin untuk memerangi satu musuh bersama yang itu adalah rokok.

Iya boleh jadi di era kiwari dogma ‘kesehatan’ adalah semacam agama baru yang mampu mendongkrak derajat seorang pamong daerah menjadi lebih memiliki daya tawar strategis serta martabat yang lebih. I Nyoman  Suwirta salah duanya. Bupati yang memimpin daerah Klungkung Bali ini mendaku berhasil membuat para perokok di daerahnya terperangkap dalam kepatuhan antirokok.

Berkaitan dengan status derahnya yang dinilai sebagai daerah dengan tingkat kepatuhan tertinggi se-Bali perihal penerapan KTR. Pada kesempatan yang lalu di sebuah hotel di bilangan Jakarta. Ia hadir sebagai pembicara yang turut pula menyampaikan dukungannya terhadap gerakan antirokok. Di antaranya menyoal pelarangan secara total segala bentuk promosi rokok di Kabupaten Klungkung.

Bahkan disebutkan ada beberapa hal yang diapresiasinya seturut penyelarasan gerakan antirokok. Disebut dalam kesempatan itu adalah dengan adanya satu program unggulan daerahnya yang dengan istilah entepreneur masuk desa. Sekaligus menjadi sarana kampanye untuk mengalihkan perhatian warga dari rokok.

Baca Juga:  Usulan Untuk Mendapatkan Dana Insentif adalah Bukti Kengawuran Antirokok

Tentu saja program itu bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan harapan banyak pihak jika hal itu dilatari semangat ingin meningkatkan derajat ekonomi masyarakat. Namun jika itu sekadar upaya mendiskreditkan aktivitas legal merokok, bahkan lebih jauh lagi mendiskriminasi produk legal berupa rokok beredar di daerahnya. Itu tak lain menjadi program yang sarat kepentingan antirokok.

Seperti yang kita ketahui, gerakan antirokok kerap bermain di wilayah normatif untuk merebut simpati publik. Seperti halnya yang dilakukan Bupati Klungkung dengan memanfaatkan pola komunikasi persuasif.

Gerakan antirokok melalui kampanye kesehatannya kerap menggiring masyarakat untuk terperangkap pada satu kepercayaan yang absurd. Salah satu contoh absurd adalah yang terjadi di Kota Bogor. Alih-alih ingin menerapkan KTR secara total malah jadi mengusik aktivitas ekonomi para pedagang rokok dan ritel. Iya itu dengan memberlakukan penggunaan tirai pada etalase rokok pada ritel-ritel di kota Bogor.

Boleh jadi bagi I Nyoman Suwirta apa yang dilakukan Bima Arya di Bogor akan dapat ditiru di daerahnya. Seturut dukungannya terhadap pelarangan promosi rokok secara total. Namun pula perlu diingat, bahwa Kota Bogor adalah salah satu yang kena dievaluasi pihak Kemendagri terkait penerapan Perda KTR yang melampaui peraturan nasional di atasnya.

Baca Juga:  Mari Belajar Cara Menghitung PPN Rokok

Kita sebagai perokok tentu tak begitu keberatan jika penerapan KTR juga dibarengi semangat penyediaan ruang untuk perokok. Hal itu artinya tetap memberi hak atas pilihan maasyarakat dalam mengonsumsi produk legal.

Sudah kerap kali memang, bahkan bukan hanya satu-dua contoh kepala daerah yang dijadikan agen kampanye antirokok. Dengan dimunculkannya agen-agen semacam itu sebetulnya sudah dapat terbaca bahwa antirokok tengah berupaya menghadirkan sosok berpengaruh di tingkat daerah agar daerah lainnya tak segan terlibat dan mengikrarkan persetujuannya terhadap gerakan antirokok. Dalam hal ini keberadaan para perokok tentu akan semakin terdiskriminasi. Lebih dalam dari itu adalah menghapus keberadaan rokok sebagai sarana rekreatif termurah di masyarakat.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah