Search
harga rokok

Jangan Sembarangan Buat Aturan Larangan Merokok Seperti di Malaysia

Tahun baru biasanya identik dengan hal-hal baru. Meski ternyata, tidak semuanya benar-benar baru. Misalnya, implementasi regulasi terkait rokok di Malaysia belakangan ini. Aturan baru yang pelaksanaannya ya masih kebiasaan lama.

Per tahun 2019 ini, Pemerintah Malaysia menerapkan aturan larangan merokok di restoran, kedai kopi, pusat jajanan, atau kafe. Hal ini ditegaskan sebagai larangan wajin oleh Wakil Menteri Kesehatan Malaysia, Lee Boon Chy pada satu forum kesehatan. Larangan ini tidak hanya menjadi satu hal yang wajib ditaati, tetapi juga disertai ancaman denda besar buat para ‘pelanggarnya.

Berdasar aturan tersebut, orang-orang yang tertangkap merokok di kawasan terlarang bakal dikenai denda hingga RM 10 ribu atau sekira Rp 35 juta. Angka yang tentu saja, tidak sedikit bahkan untuk masyarakat Malaysia dengan rerata kesejahteraan lebih tinggi daripada kita. Kalau tidak mampu bayar, ya bisa juga sih dikenai sanksi kurungan hingga dua tahun.

Nah, yang agak membedakan dengan aturan di Indonesia, para pemilik restoran atau sejenisnya yang ketahuan menyediakan ruang merokok buat pelanggan bakal dikenai sanksi. Pun hukumannya tidak sembarang, denda RM 5 ribu (setara Rp 17,5 juta). Sementara untuk yang tidak memasang penanda larangan merokok bakal dikenai denda RM 3 ribu (setara Rp 10,5 juta).

Baca Juga:  Rokok Klembak Menyan dan ‘Ritual’ Inisiasi di Urutsewu

Sekilas, aturan semacam ini mungkin dianggap penting untuk menanggulangi persoalan terkait rokok. Agar para perokok tidak lagi merokok sembarangan, ya kita larang saja total. Padahal ya kalau logikanya begitu, kenapa tidak sekalian saja tutup pabrik rokoknya atau ilegalkan produknya biar gaduh sampai mengaduh?

Kemudian, tahukah anda, aturan yang baru ini nyatanya memakan ‘korban’ hingga hampir 1500 orang pada hari pertama pelaksanaannya. Angka ini bahkan mengalahkan jumlah orang yang kena tilang pada saat Operasi Zebra berlangsung. Artinya, aturan ini bukan saja tidak efektif, tapi bahkan bisa dibilang sebagai aturan yang keliru.

Memang sih, bisa jadi ribuan orang yang dianggap melanggar aturan itu kurang mendapat sosialisasi. Bisa saja kan aturannya memang kurang diketahui publik. Namun, ada juga kemungkinan bahwa aturan itu memang ditolak oleh masyarakat. Karena, bukan saja diskriminatif, tapi aturan ini sudah masuk tahap pelanggaran terhadap hak masyarakat.

Jadi begini, seperti yang sudah saya katakan di atas, jika memang suatu negara mengharapkan masyarakatnya sama sekali tidak merokok, ya tinggal diilegalkan saja produknya. Itu pun, saya yakin, masih ada segelintir orang yang bakal merokok secara ilegal. Jadi, hampir mustahil memaksa masyarakat untuk sama sekali tidak merokok.

Baca Juga:  Bu Susi, Merokok adalah Hak Anda

Nah yang terjadi di Malaysia, mereka tidak mau mengilegalkan rokok, tapi mengharapkan hal semacam tadi. Ya haqul yakin mustahil bin tidak mungkin. Mana mungkin produk rokok dijual di pasaran tapi orang yang membeli tidak boleh mengonsumsi. Sesat pikir macam apa itu.

Karenanya, Indonesia tidak perlu ikut-ikutan Malaysia yang dengan gegabah membuat aturan larangan merokok seperti itu. Lebih baik, aturan yang ada ditegakkan dengan benar. Berikan sanksi buat perokok yang melanggar aturan ruang, tapi juga hukum penyedia tempat umum yang tidak sediakan ruang merokok.

Kalau sudah begitu kan aturan baru benar-benar bisa ditegakkan. Masyarakat yang tidak merokok tidak terganggu paparan asap rokok. Sementara para perokok juga bisa mengonsumsi barang legal yang dibeli dengan uang sendiri. Oh iya, negara juga tetap bisa mendapat pemasukan besar dari produk ini. Kan enak kalau semuanya senang.

Aditia Purnomo