Press ESC to close

Pendapatan dari Iklan Rokok Masih Diharapkan di Cirebon

Sejak adanya penerapan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok, keberadaan reklame iklan rokok juga terdampak persoalan diskriminasi. Reklame rokok kerap dibatasi jumlah serta keberadaannya sementara iklan komersil lain yang bertebaran dan punya potensi melanggar aturan tata ruang sama sekali terabaikan.

Jika ditilik lebih lanjut sebetulnya nilai pemasukan dari keberadaan reklame rokok cukup berarti bagi kas daerah. Hal itu secara eksplisit diakui oleh Sekretaris Badan Keuangan Daerah (BKD) Cirebon pada beberapa waktu lalu. Meski reklame rokok dibatasi jumlahnya pemerintah daerah tak dapat menafikkan nilai pendapatan yang masuk.

Perda KTR di berbagai daerah yang selama ini bertolak dari PP 109/2012 tidaklah sebatas mengatur aktivitas merokok ataupun mendiskriminasi perokok. Di dalamnya juga menyoal pembatasan iklan rokok luar ruang. Seperti yang terjadi di Kota Bogor yang dialami oleh ritel-ritel rokok misalnya. Rak pajang rokok mereka harus ditutupi dengan tirai lantaran dianggap bagian dari promosi rokok.

Tafsir sepihak atas penerapan PP 109/2012 ke dalam Perda Kawasan Tanpa Rokok Kota Bogor itu kemudian dievaluasi oleh pihak Kementerian Dalam Negeri. Disebut telah melampaui amanat hukum di atasnya. Tentu atas hal itu ada pihak yang secara langsung dirugikan setidaknya berdampak terhadap omset ritel penjual rokok.

Baca Juga:  Tahu Tidak Tercapai, Pemerintah Turunkan Target Penerimaan Cukai Rokok 2023

Lain halnya dengan upaya penerapan Perda KTR di Cirebon yang di satu sisi masih ingin mempertahankan pendapatan dari reklame rokok. Namun pada sisi lain juga dihadapkan pada tuntutan penertiban keberadaan reklame rokok. Sebagai iklan komersil, iklan rokok dipungut harga yang berbeda dari iklan produk lainnya. Satu hal inilah yang bagi pihak BKD menjadi pertimbangan lebih lanjut.

Namun dari sisi itu dapat kita tengarai adanya paradoks yang terpelihara pada isu kesehatan dan pembatasan tentang rokok melalui Perda KTR. Persoalan yang mungkin juga dialami oleh daerah lainnya. Contohnya pernah terjadi di Cianjur yang mengalami susut pemasukan kas daerah sebagai akibat dari pelarangan reklame rokok di kotanya.

Sejak lama sebetulnya hal ini telah kita tengarai dalam gerakan antitembakau. Bahwa keberadaan regulasi tentang pembatasan rokok sampai pada penertiban promosinya bukanlah satu gerakan yang murni untuk kesehatan. Karena sejak mula gerakan antirokok muncul sudah dilatari oleh kepentingan bisnis. Artinya regulasi yang ada bukan untuk memberi solusi berimbang. Lebih kepada upaya penguasaan pasar.

Baca Juga:  Merokok Dalam Pesawat Itu Konyol

Jika diungkap lebih dalam lagi di balik agenda pengendalian tembakau dan pembatasan rokok ada agenda kepentingan industri farmasi. Selalu ada upaya yang mendiskreditkan rokok sampai pada dorongan untuk membatasi promosinya. Toh di balik upaya pembatasan itu sendiri justru diam-diam ada produk alternatif tembakau (HPTL) juga yang dipasarkan serta dipromosikan melalui cara yang lain.

Jadi sebetulnya di balik penerapan Perda KTR ada persoalan daerah yang pula penting diselamatkan dan perlu dipertimbangkan masak-masak. Yaitu terkait serapan pendapatan daerah dari reklame iklan rokok. Namun dari gambaran yang terjadi di Cirebon dapatlah kita ambil kesimpulan, bahwa memang duit dari keberadaan reklame rokok masih sangat diharapkan pemerintah daerah. Iya akui saja.

Jibal Windiaz

anak kampung sebelah